Materi Sosiologi SMA Kelas X Bab 4: Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)

Lembaga Sosial

Tujuan Pembelajaran
1. Peserta didik diharapkan mampu mengidentifikasi nilai dan norma di masyarakat
2. Peserta didik diharapkan mampu mengidentifikasi lembaga-lembaga sosial di masyarakat.
3. Peserta didik diharapkan mampu menjelaskan peran lembaga sosial dalam mewujudkan tertib sosial.

Lembaga sosial merupakan sistem nilai dan norma yang telah melembaga dan diserap dalam kebiasaan hidup warga. Sistem norma ini ditujukan untuk mengatur hubungan antarwarga masyarakat agar dapat berjalan dengan tertib dan teratur.

A. Nilai dan Norma Sosial
1. Nilai Sosial
Nilai (value) dalam konteks sosiologi berhubungan dengan pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu kondisi dapat terjadi di masyarakat. Pendapat para ahli tentang pengertian nilai adalah sebagai berikut.
a. Soerjono Soekanto mendefinisikan nilai sebagai konsepsi abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan buruk. Dengan demikian, nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat.
b. Kimball Young merumuskan nilai sosial sebagai unsur- unsur abstrak dan sering tidak disadari mengenai apa yang benar dan penting dalam masyarakat.
c. Robert M. Z. Lawang mengatakan bahwa nilai adalah gambaran mengenal apa yang diinginkan, pantas, berharga, dan memengaruhi perilaku sosial orang-orang yang memiliki nilai tersebut.

Ciri-ciri nilai sosial adalah sebagai berikut.
a. Konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga masyarakat.
b. Disebarkan antara sesama warga masyarakat (bukan bawaan individu sejak lahir).
c. Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar).
d. Bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
e. Dapat memengaruhi perkembangan diri seseorang.
f. Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
g. Cenderung berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem nilai.

Prof. Dr. Notonegoro membagi nilai sosial menjadi tiga.
a. Nilai Materiel
Segala sesuatu yang berguna bagi unsur fisik manusia. Nilai material relatif lebih mudah diukur dengan alat ukur. Contohnya, makanan, air, dan pakaian.

b. Nilai Vital
Segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan kegiatan dan aktivitas. Contohnya, buku dan alat tulis bagi pelajar atau mahasiswa; kalkulator bagi auditor; motor bagi tukang ojek motor

c. Nilai Kerohanian
Segala sesuatu yang berguna bagi batin (rohani) manusia, antara lain sebagai berikut.
1) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal manusia.
2) Nilai keindahan yang bersumber pada rasa keindahan (estetis).
3) Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada kodrat manusia, seperti kehendak dan kemauan. 

Baca Juga: Pengertian Moral, Karakteristik, Komponen, Tujuan, Macam, Nilai, dan Jenisnya

4) Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan dan keyakinan manusia. Nilai ini adalah nilai ketuhanan yang tertinggi dan mutlak.

Nilai juga dapat dibedakan berdasarkan cirinya, yaitu nilai dominan dan nilai yang mendarah daging.
a. Nilai dominan adalah nilai yang dianggap penting dibandingkan nilai lainnya. Ukuran dominan atau tidak suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut.
1) Banyaknya penganut nilai tersebut.
2) Lamanya nilai tersebut dianut atau digunakan.
3) Tinggi rendahnya usaha pemberlakuan nilai tersebut.
4) Prestise atau kebanggaan penganut nilai tersebut di masyarakat.

b. Nilai yang mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga seseorang menjalankannya tanpa melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi, melainkan secara tidak sadar.

Nilai ini biasanya telah tersosialisasi sejak kecil. Dengan demikian, apabila tidak melakukannya, seseorang akan merasa malu atau bersalah. Nilai ini masuk ke diri seseorang karena keteladanan yang diberikan orang yang dekat atau tokoh yang dikagumi.

Beberapa ahli juga membagi nilai menjadi nilai imaterial dan nilai material.

Nilai Sosial

Nilai imateriel atau nilai rohani menggunakan nurani atau akal, perasaan, kehendak, yang dan keyakinan. Nilai imateriel adalah nilai yang sulit untuk berubah. Nilai imateriel menjadi landasan berpikir dari suatu tindakan yang menghasilkan sesuatu yang konkret (nilai materiel).

Nilai materiel atau nilai jasmani adalah nilai yang berwujud, mudah dilihat, diraba, dan memiliki karakteristik mudah berubah. Contoh nilai materiel antara lain karya seni, gedung jembatan, rumah, alat-alat elektronik, dan pakaian.

2. Norma Sosial
Norma adalah aturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat. Norma dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dengan harapan masyarakat. Kaidah atau norma yang ada di dalam masyarakat adalah aplikasi atau perwujudan dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. 

Baca Juga: Pengertian Norma Sosial, Fungsi, Ciri, Tingkatan, dan Jenisnya

Norma berfungsi mengatur dan mengendalikan perilaku masyarakat demi terciptanya keteraturan sosial. Norma menjadi panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku. Norma juga menjadi kriteria bagi masyarakat untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.

Oleh karena itu, setiap pola kelakuan yang telah sesuai dengan norma selalu mengandung unsur pembenaran. Artinya, tindakan yang dilakukan sesuai norma dapat dibenarkan atau diterima banyak orang; tindakan di luar norma dilihat sebagai kesalahan atau tindakan yang kurang baik.

Oleh karena itu, norma selalu disertai sanksi berupa hukuman atau hadiah. Hal itu bertujuan agar orang mematuhinya dan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut.

Namun, suatu norma umumnya hanya berlaku dalam masyarakat tertentu. Artinya, norma yang dianut suatu masyarakat belum tentu dianut masyarakat lain. Norma sosial yang mengatur masyarakat bersifat formal dan nonformal.
a. Norma formal bersumber dari lembaga masyarakat (institusi) formal. Norma ini biasanya tertulis.
b. Norma nonformal biasanya tidak tertulis dan jumlahnya lebih banyak dari norma formal. Contohnya, kaidah dan aturan yang terdapat di masyarakat, seperti pantangan-pantangan, aturan keluarga, dan adat istiadat.

Baca Juga: Pengertian Pantangan

Norma yang berlaku di dalam masyarakat mempunyai atau nilai dan aturan kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang atau norma dari satu lemah, sedang, dan norma yang mempunyai daya ikat sangat kuat yang membuat anggota masyarakat, pada umumnya tidak berani melanggarnya.

Dilihat dari kekuatan mengikat terhadap anggota masyarakat, norma dibedakan menjadi beberapa tingkatan. Tiap tingkatan norma memiliki kekuatan memaksa yang berbeda.
1. Cara (Usage)
Norma yang paling lemah daya pengikatnya karena orang yang melanggar hanya mendapat sanksi dari masyarakat berupa cemoohan atau ejekan. Contohnya, orang yang bersendawa atau berdecap-decap ketika sedang makan dan meludah di sembarang tempat hanya mendapat sanksi berupa teguran.

2. Kebiasaan (Folkways)
Aturan dengan kekuatan mengikat yang lebih kuat daripada usage. Kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi bukti bahwa orang yang melakukannya menyukai dan menyadari perbuatannya. Kebiasaan-kebiasaan ini disebut sebagai tradisi dan menjadi identitas dari masyarakat tersebut.

Contohnya mematuhi orang tua, menggunakan tangan kanan apabila hendak memberikan sesuatu, mengetu pintu sebelum memasuki ruangan orang lain, dan memberi salam pada saat bertamu.

3. Tata Kelakuan (Mores)
Aturan yang sudah diterima masyarakat secara sadar atau tidak sadar dan dijadikan alat pengawas atau kontrol terhadap anggota-anggota masyarakat. Tata kelakuan mengharuskan anggota masyarakat untuk menyesuaikan tindakan dengan aturan yang berlaku. Pelanggaran terhadap tata kelakuan akan terlarang diberi sanksi berat, seperti dipermalukan di muka umum.

Contohnya larangan melakukan kejahatan, seperti mencuri atau menghilangkan nyawa orang lain; larangan berjudi atau menggunakan obat-obatan.

4. Adat Istiadat (Custom)
Norma ini pada umumnya tidak tertulis, tetapi memiliki sanksi, baik langsung maupun tidak langsung. Sanksinya berupa sikap penolakan dari masyarakat. Bagi masyarakat tradisional, penolakan masyarakat merupakan hal yang sangat menyakitkan karena sebelumnya mereka merupakan anggota masyarakat yang hidup dari dan di dalam masyarakat.

Di Lampung, terdapat hukum adat yang melarang perceraian. Jika aturan tersebut dilanggar, tidak hanya yang bersangkutan yang tercemar namanya, tetapi seluruh keluarga dan bahkan seluruh sukunya. Biasanya orang yang melakukan pelanggaran tersebut akan dikeluarkan dari masyarakat.

Selain dibedakan ke dalam beberapa tingkatan, norma- norma yang berlaku di masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Norma agama adalah norma yang berdasarkan atas ajaran atau kaidah suatu agama. Norma ini bersifat mutlak bagi para penganutnya. Orang yang menaati norma agama akan diberikan keselamatan di dunia dan akhirat, sedangkan yang melanggar akan mendapat hukuman.
b. Norma kesusilaan adalah norma yang didasarkan pada hati nurani atau akhlak manusia. Norma ini bersifat universal. Artinya, setiap orang di dunia memilikinya, hanya bentuk dan perwujudannya yang berbeda.
c. Norma kesopanan adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku di dalam masyarakat. Norma ini bersifat relatif dalam arti penerapannya berbeda di berbagai tempat, lingkungan, dan waktu.
d. Norma kebiasaan (habit), adalah hasil dari melakukan menjadi kebiasaan. Orang yang tidak menjalankan norma ini biasanya dianggap aneh oleh lingkungan sekitarnya.
e. Norma hukum adalah himpunan petunjuk atau perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat (negara). Sanksi pada norma hukum bersifat mengikat dan memaksa. Sanksi ini dilaksanakan oleh suatu lembaga yang memiliki kedaulatan, yaitu negara.

B. Lembaga Sosial
1. Pengertian Lembaga Sosial
Istilah lembaga sosial merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris social institution yang merujuk pada dua pengertian, yakni sistem nilai dan norma-norma sosial serta bentuk atau organ sosial.
Ada beberapa definisi lembaga sosial menurut para sosiolog.
a. Paul Horton dan Chester L. Hunt, lembaga sosial adalah sistem norma-norma sosial dan hubungan- hubungan yang menyatukan nilai-nilai dan prosedur- prosedur tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
b. Mayor Polak, lembaga sosial adalah suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai yang penting.
c. Robert Maclver dan C. H. Page, lembaga sosial adalah prosedur atau tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antarmanusia yang tergabung dalam suatu kelompok masyarakat.
d. Koentjaraningrat, lembaga sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas untuk memenuhi kompleksitas kebutuhan khusus dalam kehidupan manusia.
e. Soerjono Soekanto, lembaga sosial adalah himpunan norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehidupan masyarakat.

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa lembaga sosial berkaitan dengan hal-hal berikut.
a. Seperangkat norma yang saling berkaitan, bergantung, dan memengaruhi.
b. Seperangkat norma yang dapat dibentuk, diubah, dan dipertahankan sesuai dengan kebutuhan hidup.
c. Seperangkat norma yang mengatur hubungan antarwarga masyarakat agar dapat berjalan dengan tertib dan teratur.

Lembaga sosial merupakan wadah dari sekumpulan norma atau kaidah yang mengatur pendukungnya dalam rangka mewujudkan kebutuhan masyarakat yang bersifat khusus. Lembaga sosial dipandang oleh semua pihak yang berkepentingan sebagai suatu bentuk cara hidup dan bertindak yang mengikat.

Pelanggaran terhadap norma atau aturan dalam lembaga akan dikenakan sanksi sesuai dengan tingkatannya.

Untuk memfungsikan sekumpulan norma atau gagasan perilaku itu, setiap lembaga sosial memiliki beberapa asosiasi atau organisasi. Asosiasi merupakan perwujudan dari lembaga sosial. Asosiasi memiliki perangkat peraturan, aturan main (tata tertib) yang disebut lembaga sosial.

Asosiasi juga memiliki anggota dan tujuan yang jelas. Jadi, lembaga sosial bersifat abstrak. Sebaliknya, asosiasi bersifat konkret.

2. Proses Pertumbuhan Lembaga Sosial
Proses ini berawal dari sejumlah nilai yang menjadi cita-cita masyarakat. Nilai-nilai tersebut kemudian terinternalisasi dalam perilaku warga masyarakat sehingga membentuk norma. Proses ini terjadi melalui proses yang panjang dan memakan waktu yang lama.

Baca Juga: Pengertian Internalisasi

Norma-norma dalam masyarakat kemudian membentuk sistem norma yang kemudian kita sebut lembaga sosial. Proses sejumlah norma menjadi lembaga sosial disebut pelembagaan atau institusionalisasi.

Proses ini pun memakan waktu yang lama dan juga melalui internalisasi (penyerapan) dalam kebiasaan warga masyarakat. Secara garis besar, timbulnya lembaga sosial dapat diklasifikasikan ke dalam dua cara berikut.
a. Secara tidak terencana, artinya lembaga sosial itu lahir secara bertahap (berangsur-angsur) dalam praktik kehidupan masyarakat. Hal ini biasanya terjadi ketika manusia dihadapkan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya.
b. Secara terencana, artinya lembaga sosial muncul melalui suatu perencanaan yang matang oleh seseorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang.

3. Karakteristik Lembaga Sosial
Lembaga sosial memiliki karakteristik atau ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan sistem norma yang bukan lembaga sosial. Karakteristik atau ciri tersebut adalah sebagai berikut.
a. Memiliki simbol sendiri. Setiap lembaga sosial memiliki simbol tersendiri yang digunakan untuk menandai suatu kekhasan atau memberi ciri khusus dari setiap lembaga.
b. Memiliki tata tertib dan tradisi. Lembaga sosial memiliki tata tertib dan tradisi yang tertulis maupun tidak tertulis yang dijadikan panutan bagi pengikutnya.
c. Usianya lebih lama. Pada umumnya, usia lembaga sosial lebih lama dibandingkan dengan usia orang. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lembaga sosial yang diwariskan dari generasi ke generasi.
d. Memiliki alat kelengkapan. Lembaga sosial memiliki alat kelengkapan tertentu yang digunakan untuk mewujudkan tujuan lembaga sosial tersebut.
e. Memiliki ideologi. Lembaga sosial memiliki ideologi sendiri. Ideologi atau sistem gagasan mendasar ini dimiliki secara bersama dan dianggap ideal bagi para pendukung lembaga.
f. Memiliki tingkat kekebalan/daya tahan. Lembaga yang sudah terbentuk tidak akan lenyap begitu saja.

4. Fungsi Lembaga Sosial
Secara umum, fungsi lembaga sosial dapat kita bedakan atas dua bentuk, yakni fungsi manifes dan fungsi laten.
a. Fungsi manifes (nyata) adalah fungsi lembaga sosial yang disadari dan menjadi harapan banyak orang.
b. Fungsi laten adalah fungsi lembaga sosial yang tidak disadari dan bukan menjadi tujuan utama banyak orang. Dengan kata lain, fungsi laten adalah fungsi yang tidak tampak di permukaan dan tidak diharapkan masyarakat, tetapi ada.

5. Tipe Lembaga Sosial
Lewis Gillin dan John Philip Gillin, tipe lembaga sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Berdasarkan sudut perkembangannya
1) Crescive Institution. Lembaga sosial yang secara tidak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Contohnya, lembaga perkawinan, hak milik, dan agama.
2) Enacted Institution. Lembaga sosial yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Contohnya, lembaga utang piutang dan lembaga pendidikan. Meskipun lembaga jenis itu dibentuk dengan sengaja, tetapi tetap berakar pada kebiasaan yang berlaku di masyarakat.

b. Berdasarkan sudut sistem nilai yang diterima oleh masyarakat
1) Basic Institution. Lembaga sosial yang penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Contohnya, keluarga, sekolah, dan negara.
2) Subsidiary Institution. Lembaga sosial yang berkaitan dengan hal yang dianggap oleh masyarakat kurang penting, seperti rekreasi. Ukuran yang digunakan untuk menentukan penting atau tidaknya suatu lembaga sosial sangat bergantung pada kondisi dan situasi masyarakat yang bersangkutan. Contohnya, mentraktir makanteman-teman saat menerima gaji pertama.

c. Berdasarkan sudut penerimaan masyarakat
1) Approved atau Sanctioned Institution. Lembaga sosial yang diterima oleh masyarakat, karena masyarakat ingin lembaga yang sudah ada menjadi lebih efektif dan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Contohnya, lembaga sekolah dan perusahaan dagang.
2) Unsanctioned Institution. Lembaga sosial yang ditolak masyarakat meskipun masyarakat tidak mampu memberantasnya karena alasan tertentu. Contohnya, sindikat kejahatan, pelacuran, dan perjudian.

d. Berdasarkan sudut penyebarannya
1) General Institution. Lembaga sosial yang dikenal dan diterima oleh sebagian besar masyarakat dunia. Contohnya, lembaga agama.
2) Restricted Institution. Lembaga sosial yang hanya dikenal oleh masyarakat tertentu. Contohnya, lembaga agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Buddha. Masing-masing pemeluk terikat kepada lembaga agamanya masing-masing.

e. Berdasarkan sudut fungsinya
1) Operative Institution. Lembaga sosial yang berfungsi menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan dari masyarakat yang bersangkutan. Contohnya, lembaga industri
2) Regulative Institution. Lembaga sosial yang bertujuan mengawasi adat-istiadat atau tata kelakuan yang ada dalam masyarakat. Contohnya, lembaga hukum, seperti kejaksaan dan pengadilan.

6. Jenis Lembaga Sosial
a. Lembaga Keluarga

Lembaga Keluarga

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga memiliki fungsi majemuk bagi terciptanya kehidupan sosial dalam masyarakat. Dalam keluarga, diatur hubungan antara anggota-anggotanya sehingga setiap anggota keluarga mempunyai peran dan fungsinya yang jelas.

Dalam kehidupan di masyarakat, kita mengenal tiga macam bentuk keluarga, yaitu sebagai berikut.
1) Keluarga inti (keluarga batih, somah, nuclear family) yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah.
2) Keluarga besar (extended family) merupakan ikatan keluarga dalam satu keturunan yang terdiri atas kakek, nenek, ipar, paman, anak, cucu, dan sebagainya.
3) Keluarga poligamous terdiri dari beberapa keluarga inti yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga.

Upacara perkawinan merupakan pengabsahan yang diberikan oleh agama atau institusi lain serta masyarakat atas hubungan laki-laki dan perempuan sebagai suami istri serta hak dan kewajiban yang melekat pada hubungan tersebut.

Perkawinan pada dasarnya merupakan wujud cinta kasih antara laki-laki dan perempuan yang berjanji hidup bersama dengan penuh tanggung jawab. Tujuan perkawinan, antara lain sebagai berikut.
1) Untuk mendapat keturunan.
2) Untuk meningkatkan derajat dan status sosial seseorang baik laki-laki maupun perempuan.
3) Mendekatkan kembali hubungan kerabat yang sudah renggang.
4) Agar harta warisan tidak jatuh ke tangan orang lain.

Adapun fungsi keluarga di antaranya sebagai berikut:
1) Fungsi reproduksi. Dalam keluarga, anak-anak merupakan wujud dari cinta kasih dan tanggung jawab suami istri meneruskan keturunannya.
2) Fungsi sosialisasi. Keluarga berperan dalam membentuk kepribadian anak agar sesuai dengan harapan orang tua dan masyarakatnya. Keluarga sebagai wahana sosialisasi primer harus mampu menerapkan nilai-nilai atau norma-norma masyarakat melalui keteladanan orang tua.
3) Fungsi afeksi. Dalam keluarga, diperlukan kehangatan, kasih sayang, dan perhatian antaranggota keluarga yang merupakan salah satu kebutuhan manusia sebagai makhluk berpikir dan bermoral (kebutuhan integratif).
4) Fungsi ekonomi. Keluarga, terutama orang tua, mempunyai kewajiban memenuhi kebutuhan ekonom anak-anaknya.
5) Fungsi pengawasan sosial. Setiap anggota keluarga, pada dasarnya, saling melakukan kontrol atau pengawasan karena mereka memiliki rasa tanggung jawab dalam menjaga nama baik keluarga.
6) Fungsi proteksi (perlindungan). Fungsi perlindungan sangat dibutuhkan anggota keluarga, terutama anak, sehingga anak akan merasa aman hidup di tengah-tengah keluarganya.
7) Fungsi pemberian status. Melalui perkawinan, seseorang akan mendapatkan status atau kedudukan yang baru di masyarakat, yaitu sebagai suami atau istri.

Ada beberapa susunan keluarga (sistem keluarga) yang dianut oleh masyarakat, antara lain sistem bilateral, unilateral, patrilineal, dan matrilineal. Lembaga keluarga sebagai suatu sistem sosial memiliki beberapa unsur atau elemen yang tiap unsurnya memiliki fungsi yang mendukung tercapainya tujuan keluarga.

Unsur-unsur keluarga yang umum berlaku di masyarakat adalah sebagai berikut.
1) Pola perilaku: afeksi, kesetiaan, tanggung jawab, rasa hormat, dan kepatuhan.
2) Budaya simbolis: maskawin, cincin kawin, busana pengantin, dan upacara.
3) Budaya manfaat: rumah, apartemen, alat rumah tangga, dan kendaraan.
4) Kode spesialisasi: izin kawin, kehendak, keturunan, dan hukum perkawinan.
5) Ideologi: cinta, kasih sayang, keterbukaan, familisme, dan individualisme.

Baca Juga: Pengertian Lembaga Keluarga, Ciri, Tujuan, Peran, Fungsi, Aturan, Tahap, Tipe, dan Contohnya

b. Lembaga Pendidikan
sejalan dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia bertambah pula. Dikenalnya pembagian kerja yang menuntut keahlian tertentu dalam berbagai proses produksi mendorong masyarakat untuk memperdalam pengetahuannya.

Kemudian dibentuklah lembaga pendidikan formal sebagai pelengkap lembaga pendidikan informal (keluarga). Di samping lembaga pendidikan formal, masyarakat juga mengenal dan membentuk lembaga pendidikan nonformal, seperti kursus menjahit, kursus bahasa, dan kursus komputer.

Lembaga pendidikan pada hakikatnya merupakan salah satu wadah sosialisasi nilai-nilai yang ideal di masyarakat.
1) Fungsi lembaga pendidikan
Menurut Horton dan Hunt (1984), lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut.
a) Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah
b) Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.
c) Melestarikan kebudayaan.
d) Menanamkan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam demokrasi.

Fungsi laten lembaga pendidikan adalah sebagai berikut
a) Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui lembaga sekolah, orang tua melimpahkan tugas dan wewenang mereka dalam mendidik anak kepada sekolah.
b) Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal itu tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka
c) Mempertahankan sistem kelas sosial. Lembaga sekolah diharapkan dapat menyosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sama dengan status orang tuanya.
d) Memperpanjang masa remaja. Pendidikan di sekolah dapat pula memperlambat masa kedewasaan seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.

2) Unsur-unsur lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan memiliki unsur-unsur sebagai berikut.
a) Pola perilaku: cinta pengetahuan, kehadiran, meneliti, dan semangat belajar.
b) Budaya simbolis: seragam sekolah, maskot, lagu-lagu sekolah, dan logo
c) Budaya manfaat: kelas, perpustakaan, buku, laboratorium, dan lapangan.
d) Kode spesialisasi: akreditasi, tata tertib, kurikulum, dan tingkatan atau strata.
e) Ideologi: keberhasilan akademis, pendidikan progresif, inovatif, dan klasikisme.

Baca Juga: Pengertian Lembaga Pendidikan, Tujuan, Tugas, Fungsi, Jenis, dan Contohnya

c. Lembaga Politik
Keseluruhan tata nilai dan norma yang berkaitan dengan kekuasaan dinamakan lembaga politik. Lembaga politik berkaitan dengan masalah-masalah bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan bentuk kekuasaan, serta sistemnya.
1) Bentuk negara dan pemerintahan
Umumnya, kita mengenal dua bentuk negara, yakni negara kesatuan dan negara federasi atau serikat. Adapun bentuk pemerintahan yang dikenal saat ini, adalah republik, monarki, dan kekaisaran.

2) Bentuk kekuasaan.
Bentuk kekuasaan pada sebuah negara sangat berkaitan dengan bentuk pemerintahannya. Pada negara monarki absolut, bentuk kekuasaan tersentralisasi dan dipegang oleh satu orang. Pada negara republik konstitusional dan monarki parlementer, kekuasaan terbagi (terdesentralisasi) ke beberapa lembaga, seperti lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

3) Fungsi lembaga politik
Fungsi lembaga politik adalah sebagai berikut.
a) Memelihara ketertiban di dalam (internal order), artinya, lembaga politik memelihara ketertiban di dalam masyarakat dengan wewenang yang dimilikinya, baik menggunakan cara persuasif maupun paksaan fisik.
b) Menjaga keamanan di luar (external security), artinya lembaga politik dengan menggunakan alat-alat yang dimilikinya, berusaha mempertahankan negara dari ancaman atau serangan yang datang dari negara lain baik melalui jalan diplomasi ataupun dengan perang.
c) Mengusahakan kesejahteraan umum (general welfare), artinya lembaga politik merencanakan dan melaksanakan pelayanan-pelayanan sosial serta mengusahakan kebutuhan pokok masyarakat.
d) Mengatur proses politik, artinya lembaga politik mengatur proses persaingan untuk memperoleh kekuasaan agar tidak mengancam keutuhan masyarakat, bangsa, dan negara.

4) Unsur-unsur lembaga politik
Lembaga politik memiliki unsur-unsur sebagai berikut
a) Pola perilaku: loyalitas, kepatuhan, subordinasi, kerja sama, dan konsensus.
b) Budaya simbolis: bendera, materai, maskot, dan lagu kebangsaan.
c) Budaya manfaat: gedung, persenjataan, pekerjaan pemerintah, blanko, dan formulir
d) Kode spesialisasi: program, konstitusi, traktat, dan hukum
e) Ideologi: nasionalisme, hak rakyat, demokrasi, dan republik/monarki.

Baca Juga: Pengertian Lembaga Politik, Konsep, Ciri, Peran, Fungsi, dan Jenisnya

d. Lembaga Ekonomi
Manusia memerlukan lembaga yang berfungsi mengatur pembagian kerja dalam kehidupannya, yaitu lembaga ekonomi. Menurut William Kornblum (1988), penelitian terhadap institusi ekonomi difokuskan pada pokok bahasan pasar dan pembagian kerja, interaksi antara pemerintah dan institusi ekonomi, dan perubahan pekerjaan.

Pembahasan ini akan meliputi ideologi ekonomi yang memengaruhi perkembangan masyarakat, pekerjaan, dan institusi yang berkaitan dengan dunia usaha.
1) Pola politik ekonomi. Pola-pola politik ekonomi yang tercermin dalam sistem sosial adalah sistem feodalisme, sistem merkantilisme, sistem kapitalisme, sistem komunisme, dan sistem sosialisme.
2) Tujuan dan fungsi lembaga ekonomi. Secara umum, yang hendak dicapai lembaga ekonomi adalah terpenuhinya kebutuhan pokok demi kelangsungan hidup masyarakat.

Pada prinsipnya, fungsi lembaga ekonomi antara lain sebagai berikut.
a) Memberi pedoman untuk mendapatkan bahan pangan
b) Memberi pedoman untuk melakukan pertukaran barang (barter).
c) Memberi pedoman tentang harga jual beli barang.
d) Memberi pedoman untuk menggunakan tenaga kerja.
e) Memberi pedoman tentang cara pengupahan.
f) Memberi pedoman tentang cara pemutusan hubungan kerja.
g) Memberi identitas diri bagi masyarakat.

3) Struktur lembaga ekonomi. Secara sederhana, lembaga ekonomi dapat diklasifikasikan atas sektor agraris, industri, dan perdagangan.
4) Unsur lembaga ekonomi. Ada beberapa unsur yang termasuk dalam lembaga ekonomi
a) Pola perilaku: efisiensi, penghematan, profesional, dan mencari keuntungan.
b) Budaya simbolis: merek dagang, hak paten, slogan, dan lagu komersial.
c) Budaya manfaat : toko, pabrik, pasar, kantor, blangko, dan formulir.
d) Kode spesialisasi: kontrak, lisensi, hak monopoli, dan akta perusahaan.
e) Ideologi: liberalisme, tanggung jawab, manajerial, kebebasan berusaha, dan hak buruh.

Baca Juga: Pengertian Lembaga Ekonomi, Struktur, Unsur, Ciri, Fungsi, Bagian, Jenis, dan Contohnya

e. Lembaga Agama
Agama merupakan suatu lembaga (institusi) penting yang mengatur kehidupan manusia. Agama diartikan dengan istilah religion.

Menurut Durkheim (1966), agama adalah suatu sistem terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kepercayaan dan praktik tersebut mempersatukan semua orang yang beriman ke dalam suatu komunitas moral yang dinamakan umat.

Durkheim menjelaskan bahwa semua agama membagi semua benda yang ada di bumi ini, baik yang berwujud nyata maupun yang ideal, ke dalam dua kelompok yang saling bertentangan, yaitu hal yang bersifat profan dan suci (sacred), atau duniawi dan Ilahi.
1) Fungsi agama
Secara terperinci, agama berfungsi sebagai berikut.
a) Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok.
b) Mengatur tata cara hubungan antarmanusia dan manusia dengan Tuhan.
c) Tuntunan tentang prinsip benar atau salah untuk menghindari perilaku menyimpang.
d) Pedoman untuk mengungkapkan rasa kebersamaan yang mewajibkan seseorang untuk selalu berbuat baik terhadap sesama dan lingkungan hidupnya.
e) Pedoman perasaan keyakinan (confidence). Siapa pun yang selalu berbuat baik akan mendapat pahala dari Tuhan.
f) Pedoman keberadaan (existence). Keberadaan alam semesta dengan segala isinya, termasuk manusia, harus disikapi dengan rasa syukur dan ikhlas.
g) Pengungkapan keindahan (estetika).
h) Pedoman rekreasi dan hiburan. Untuk mencari ketenangan dan kesegaran jiwa, manusia dapat menjalankan ritual agama seperti salat, yoga, dan meditasi.
i) Memberikan identitas kepada manusia sebagai bagian dari suatu agama, misalnya sebagai umat Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

2) Unsur lembaga agama
Menurut Light, Keller, dan Calhoun (1989), unsur-unsur dasar agama adalah kepercayaan, simbol keagamaan, umat, dan pengalaman keagamaan.

Baca Juga: Pengertian Lembaga Agama, Unsur, Ciri, Fungsi, dan Contohnya

C. Peran Lembaga Sosial dalam Mewujudkan Tertib Sosial
Dalam sebuah masyarakat terdapat norma-norma sosial yang mengatur perilaku anggota masyarakat. Norma sosial ini tumbuh melalui proses sosialisasi. Dalam proses sosialisasi ditentukan perilaku yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan, serta perilaku yang benar dan yang salah.

Hal tersebut bertujuan agar tercipta sebuah keteraturan sosial. Proses sosialisasi ini dilakukan oleh lembaga-lembaga sosial yang ada dalam masyarakat, seperti lembaga keluarga dan lembaga pendidikan.
1. Penyimpangan Sosial
Dalam proses sosialisasi, setiap individu sebagai anggota masyarakat menerima aturan dan nilai yang telah ada dalam masyarakat sebagai standar perilaku.

Proses sosialisasi menghasilkan konformitas. Menurut John M. Shepard, konformitas merupakan bentuk interaksi ketika seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat tempat tinggalnya.

Konformitas
Sementara itu, perilaku yang menyimpang atau tidak sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat disebut sebagai perilaku nonkonformis atau perilaku menyimpang (deviant behavior).

Menurut para sosiolog, penyimpangan bukan sesuatu yang melekat pada bentuk perilaku tertentu, melainkan diberi ciri penyimpangan melalui definisi sosial. Definisi tersebut dapat bersumber dari kelompok yang berkuasa dalam masyarakat atau dari masyarakat umum.

Edwin H. Sutherland mengemukakan bahwa penyimpangan bersumber pada pergaulan dengan orang yang berperilaku menyimpang. Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya. Melalui proses belajar ini, seseorang mempelajari suatu budaya menyimpang. Pandangan Sutherland ini dikenal sebagai Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association Theory).

Tokoh lain, Edwin M. Lemert, menyatakan bahwa seseorang menjadi penyimpang (deviant) karena proses labelisasi (pemberian julukan atau cap) oleh masyarakat terhadap orang tersebut. Menurut Lemert, penyimpangan dapat dibedakan menjadi penyimpangan primer dan penyimpangan sekunder.

Penyimpangan primer, yaitu perilaku menyimpang yang dilakukan seseorang, tetapi masih dapat diterima secara sosial. Penyimpangan sekunder, yaitu perilaku menyimpang yang tidak dapat ditolerir masyarakat karena dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus. Pandangan Lemert ini dikenal sebagai Teori Pelabelan (Labeling Theory).

Robert K. Merton melihat perilaku menyimpang dari sudut pandang yang lebih luas (makro), yaitu dari struktur sosial. Menurut Merton, struktur sosial tidak hanya menghasilkan konformitas (perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma masyarakat), tetapi juga perilaku menyimpang.

Struktur sosial menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial dan menekan orang tertentu ke arah perilaku nonkonformitas. Merton menyatakan bahwa perilaku menyimpang terjadi karena tidak adanya kaitan antara tujuan dengan cara yang telah ditetapkan dan dibenarkan oleh struktur sosial. Pandangan Marton ini dikenal sebagai Teori Ketegangan atau Teori Anomi (Strain Theory)

Penyimpangan tidak selalu bersifat negatif. Secara umum, terdapat dua sifat penyimpangan, yaitu penyimpangan positif dan penyimpangan negatif. Penyimpangan positif adalah penyimpangan yang berdampak positif terhadap sistem sosial karena mengandung unsur inovasi, kreativitas, dan memperkaya alternatif.

Adapun penyimpangan negatif adalah perilaku yang mengikuti nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan berakibat buruk serta mengganggu sistem sosial. Tindakan dan pelakunya akan dicela dan tidak diterima oleh masyarakat dan bobot penyimpangan dapat diukur menurut kaidah sosial yang dilanggar.

2. Pengendalian Sosial
Pengendalian Sosial

Pengendalian sosial merupakan mekanisme untuk mencegah penyimpangan dan mengarahkan anggota masyarakat untuk bertindak menurut norma dan nilai yang telah melembaga. Menurut Peter L. Berger, pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang.

Sementara itu, Joseph Roucek mengemukakan bahwa pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana yang cenderung menganjurkan, membujuk, atau memaksa individu untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok.

Roucek menyebutkan beberapa cara pemaksaan konformitas perilaku antara lain melalui mekanisme desas-desus, mengolok-olok, mengucilkan, dan menyakiti.

Ada dua sifat pengendalian sosial, yaitu preventif dan represif. Pengendalian preventif adalah pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran. Sementara itu, Pengendalian represif adalah pengendalian sosial yang ditujukan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadi pelanggaran. Pengendalian ini dilakukan setelah orang melakukan suatu tindakan penyimpangan.

Ada berbagai cara pengendalian sosial yang dilakukan masyarakat, antara lain sebagai berikut.
a. Cara pengendalian melalui lisan dan simbolik
Cara ini disebut juga cara pengendalian sosial persuasif Cara ini menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.

Pengendalian sosial secara lisan dilakukan dengan mengajak orang menaati aturan dengan menggunakan bahasa lisan (verbal). Adapun pengendalian sosial secara simbolik dapat dilakukan melalui tulisan, spanduk, dan iklan layanan masyarakat.

b. Cara pengendalian sosial melalui kekerasan
Cara ini sering disebut juga cara pengendalian sosial koersif. Cara ini menekankan pada tindakan atau ancaman yang menggunakan kekuatan fisik. Tujuannya adalah agar si pelaku jera dan tidak melakukan perbuatannya lagi.

c. Cara pengendalian sosial melalui imbalan dan hukuman (reward and punishment)
Cara pengendalian sosial melalui imbalan cenderung bersifat preventif. Seseorang diberi imbalan atas tindakannya agar ia berperilaku sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku. Adapun cara pengendalian sosial melalui hukuman cenderung bersifat represif. Cara ini bertujuan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum terjadi pelanggaran.

d. Cara pengendalian sosial melalui sosialisasi
Agar anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan nilai dan norma (konform), diperlukan proses penanaman nilai dan norma yang disebut sosialisasi. Dalam sosialisasi, individu dikendalikan sehingga tidak melakukan perilaku menyimpang.

Melalui sosialisasi, seseorang menginternalisasikan norma dan nilai. Jika nilai dan norma sosial itu sudah tertanam dalam diri individu, maka di mana pun individu itu berada, ia akan berperilaku konform (menyesuaikan diri).

e. Cara pengendalian sosial melalui tekanan sosial
Richard Lapiere melihat pengendalian sosial sebagai proses yang lahir dari kebutuhan individu agar diterima ke dalam kelompok. Untuk bisa diterima dalam suatu kelompok, kita akan selalu berusaha mengikuti nilai dan norma yang berlaku di dalam kelompok tersebut.

f. Cara pengendalian sosial formal dan informal
Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, cara pengendalian formal adalah cara pengendalian sosial oleh lembaga-lembaga resmi yang memiliki peraturan-peraturan resmi, seperti perusahaan, perkumpulan serikat kerja, dan lembaga peradilan. Peraturan-peraturan lembaga in umumnya tertulis dan sudah distandarisasi.

Cara pengendalian informal adalah cara pengendalian sosial yang dilakukan oleh kelompok yang kecil, akrab, bersifat tidak resmi, dan tidak mempunyai aturan-aturan resmi yang tertulis. Cara pengendalian dalam kelompok-kelompok ini cenderung spontan atau tidak direncanakan.

g. Cara pengendalian melalui institusi dan noninstitusi
Cara pengendalian melalui institusi adalah cara pengendalian sosial melalui lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat, seperti lembaga pendidikan, hukum agama, politik, ekonomi, dan keluarga.

Cara pengendalian melalui noninstitusi adalah cara pengendalian di luar institusi sosial yang ada, seperti oleh individu atau kelompok masyarakat.

3. Keteraturan Sosial
Masyarakat yang teratur hanya dapat terwujud jika setiap individu melaksanakan kewajibannya terhadap orang lain dan menerima haknya dari orang lain. Sebaliknya, jika individu tidak melaksanakan kewajibannya terhadap orang lain, akan terjadi kondisi tidak teratur yang dapat menimbulkan konflik sosial.

Keteraturan sosial tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus diusahakan oleh setiap warga. Keteraturan sosial merupakan hubungan yang selaras dan serasi antara interaksi sosial, nilai sosial, dan norma sosial. Artinya, hak dan kewajiban direalisasikan dengan nilai dan norma atau tata aturan yang berlaku.

Keteraturan sosial tidak berarti suatu keadaan statis karena masyarakat pada dasarnya bersifat dinamis. Masyarakat membutuhkan perubahan agar bisa maju. Untuk itu diperlukan nilai, norma, atau aturan yang dapat mengendalikan perubahan tersebut. Dengan demikian, perubahan yang terjadi akan mengarah pada keteraturan baru atau kemajuan.

Menurut proses terbentuknya, keteraturan sosial terjadi melalui tahap-tahap berikut.
a. Tertib sosial (social order)
Kondisi kehidupan masyarakat yang aman, dinamis, dan teratur yang ditandai dengan setiap individu bertindak sesuai hak dan kewajibannya. Contohnya, kehidupan suatu masyarakat desa di mana semua warganya bertindak sesuai dengan status dan perannya.

Baca Juga: Pengertian Tertib Sosial dan Contohnya

b. Order
Sistem norma dan nilai sosial yang berkembang, diakui dan dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat, misalnya adat-istiadat yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan warga, dan peraturan sekolah. Order dapat dicapai apabila ada tertib sosial di masyarakat ketika setiap individu melaksanakan hak dan kewajibannya.

c. Keajegan
Suatu kondisi keteraturan yang tetap dan tidak berubah sebagai hasil dan hubungan antara tindakan, nilai, dan norma sosial yang berlangsung terus menerus. Keajegan dapat terwujud jika setiap individu telah melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai sistem norma dan nilai sosial yang berkembang. Hal itu dilaksanakan dengan konsisten sehingga terpelihara dalam tindakan.

Baca Juga: Pengertian Keajegan Sosial dan Contohnya

d. Pola
Corak hubungan yang tetap atau ajeg dalam interaksi sosial dan dijadikan model bagi semua anggota masyarakat atau kelompok. Pola dapat dicapai ketika keajegan tetap terpelihara atau teruji dalam berbagai situasi.

Contohnya, dalam menyelesaikan beberapa persoalan, masyarakat desa biasanya menggunakan cara musyawarah. Cara ini selalu dapat menyelesaikan persoalan-persoalan. Karena sudah teruji masyarakat desa tersebut memakai musyawarah sebagai cara menyelesaikan setiap persoalan yang terjadi di desa.

Keteraturan Sosial

5. Peran Lembaga Sosial dalam Ketertiban Sosial
Dalam sistem sosial masyarakat Indonesia, lembaga- lembaga yang dapat berperan dalam menjaga ketertiban sosial, antara lain sebagai berikut.
a. Polisi. Polisi sebagai aparat negara bertugas memelihara keamanan dan ketertiban, serta mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang anggota masyarakat sehingga tercipta ketertiban.
b. Pengadilan. Pengadilan merupakan alat pengendalian sosial agar seseorang berhati-hati dalam bertingkah laku sehingga tidak terjadi penyimpangan. Pengadilan akan memberi sanksi tegas kepada siapa pun yang terbukti bersalah melanggar aturan hukum yang telah ditetapkan.
c. Adat. Adat merupakan lembaga atau pranata sosial yang terdapat dalam masyarakat tradisional. Di dalam adat, terdapat aturan yang mengatur tata tertib dan tingkah laku anggota masyarakat. Adat yang sudah melembaga dan turun-temurun disebut tradisi.
d. Tokoh Masyarakat. Tokoh masyarakat adalah orang yang memiliki pengaruh atau wibawa, sehingga ia dihormati dan disegani masyarakat.
e. Media Massa. Media massa, seperti koran, TV, radio, dan internet, merupakan lembaga yang cukup efektif dalam proses pengendalian sosial. Dampak yang ditimbulkan pun cukup besar karena dapat diakses banyak orang.

Sumber:
Maryati, Kun, Juju Suryawati, Nina R. Suminar. 2022. IPS: Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X. Erlangga. Jakarta 

Download

Lihat Juga

Program Tahunan (Prota) Sosiologi SMA Fase E (Kurikulum Merdeka) 

Program Semester (Prosem) Sosiologi SMA Fase E (Kurikulum Merdeka)

Capaian Pembelajaran Sosiologi (Fase E)

Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) Sosiologi SMA Fase E

Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP) Sosiologi SMA Fase E (Kurikulum Merdeka)

Modul Ajar Sosiologi SMA Fase E - Bab 4

PPT Materi Sosiologi SMA Kelas X Bab 4 Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)

Video Materi Sosiologi SMA Kelas X Bab 4 Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)

Materi Alternatif: Materi Sosiologi Kelas X Bab 4: Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)

PPT Alternatif: PPT Sosiologi Kelas X Bab 4. Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)

Video Alternatif: Video Pembelajaran Materi Sosiologi Kelas X Bab 4. Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)  

PPT Penerbit: PPT SMA SOSIOLOGI KELAS 10 KM - BAB 4

Infografis Materi Lembaga Sosial

Lembar Kerja 4. 1 Materi Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)  

Lembar Kerja 4. 2 Materi Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)

Lembar Kerja 4. 3 Materi Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)

Lembar Kerja 4. 4 Materi Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)  

Soal Model AKM Sosiologi Kelas X (Fase E) Bab 4. 1 Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)

Soal Model AKM Sosiologi Kelas X (Fase E) Bab 4. 2 Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)

Soal Model AKM Sosiologi Kelas X (Fase E) Bab 4. 3 Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)  

Soal Model AKM Sosiologi Kelas X (Fase E) Bab 4. 4 Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)

Soal Model AKM Sosiologi Kelas X (Fase E) Uji Capaian Pembelajaran 2 (Kurikulum Merdeka)

Soal Uji Pemahaman Materi Bab 4:

Soal Pilihan Ganda dan Pembahasannya Klik di SINI

Soal Esai dan Pembahasannya Klik di SINI

Soal Uji Capaian Pembelajaran 2:

Soal Pilihan Gandanya Klik di SINI

Soal Esainya Klik di SINI

Baca Juga:

Materi P5 : Bullying (Perundungan): Pengertian, Kategori, Karakteristik, Faktor Penyebab, Jenis, Teori, dan Peran Orang Tua

Video Materi P5 tentang Perundungan (Bullying)

PPT Materi P5 tentang Perundungan (Bullying) untuk Kurikulum Merdeka
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Materi Sosiologi SMA Kelas X Bab 4: Lembaga Sosial (Kurikulum Merdeka)"