Materi Sosiologi Kelas X Bab 3: Tindakan Sosial, Interaksi Sosial dan Identitas (Kurikulum Merdeka)

Tindakan Sosial
Tindakan Sosial, Interaksi Sosial dan Identitas
A. Tindakan Sosial
Tindakan sosial merupakan salah satu konsep mendasar dalam ilmu sosial, termasuk sosiologi. Manusia hidup bersama dan berinteraksi dengan orang lain melalui tindakan sosial. Bahkan menurut Max Weber, pemahaman terhadap tindakan sosial yang dilakukan individu akan membawa kita memahami kondisi sosial dengan lebih baik.

Tindakan sosial adalah tindakan yang mengandung makna ketika individu berhubungan dengan individu lain di mana hasil tindakan tersebut memengaruhi perilaku orang lain. Bagi Max Weber, tindakan hanya dapat dikategorikan sebagai tindakan sosial manakala tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan dan berorientasi pada perilaku orang lain. 

Baca Juga: Pengertian Tindakan Sosial, dan Bentuknya

Teori tindakan sosial menjadi salah satu gagasan pokok dalam sosiologi yang dilontarkan oleh Max Weber. Tetapi baginya tidak semua tindakan sosial harus diteliti dan layak dikaji. Hanya tindakan sosial bermakna (meaningful action) yang dianggap penting oleh Weber. Makna sendiri merupakan hasil tafsir atas tindakan sosial secara simbolik.

Bagi Weber, tindakan sosial melibatkan upaya menafsir oleh individu. Saat melakukan tindakan sosial, individu berupaya menangkap makna simbolik yang dapat diperoleh dari tindakannya tersebut. Hal ini berarti, tindakan sosial merupakan tindakan sadar karena melewati serangkaian proses berpikir yang menghasilkan makna. Tindakan tersebut juga bukan hanya perbuatan spontan yang sekedar merespons stimulus atau rangsangan.

Max Weber membedakan empat tipe tindakan sosial yang dibedakan berdasarkan konteks motif para pelakunya:
a. Tindakan Rasionalitas Instrumental
Tindakan sosial ini merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan praktis yang didasarkan pada kesesuaian antara tujuan serta ketersediaan alat yang digunakan untuk mencapainya (berorientasi tujuan).

Tindakan Rasionalitas Instrumental
Tindakan ini disebut rasional karena dilakukan dalam kesadaran dan penuh perhitungan. Misalnya tindakan menabung dimaksudkan untuk tujuan memupuk kekayaan dan motif berjaga-jaga manakala membutuhkan biaya dalam jumlah besar.

b. Tindakan Rasional Nilai
Tindakan rasional nilai merupakan tindakan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai seperti etika, estetika, moral, dan religi. Tindakan ini tetap dipahami sebagai tindakan rasional karena dilakukan dengan kesadaran. Bedanya, dasar dari tindakan ini adalah nilai-nilai yang diyakini oleh pelaku tindakan sosial tersebut. 

Baca Juga: Pengertian Nilai Sosial, Sumber, Fungsi, Peran, Ciri, dan Kasifikasinya

Contoh dari tindakan jenis ini misalnya berderma. Derma dari sisi ekonomis dipandang sebagai tindakan yang tidak menguntungkan. Namun tindakan ini bukan berangkat dari perhitungan untung rugi. Tetapi tindakan ini dilakukan berdasar nilai-nilai yang diyakini pelakunya tentang kewajiban sesama manusia untuk berbagi

c. Tindakan Afektif
Tindakan sosial ini dilakukan lebih berdasarkan faktor emosi/perasaan, seperti cinta, bahagia, marah, sedih, empati, simpati, kasihan dan sebagainya. Tindakan ini digerakkan oleh perasaan atau emosi dalam merespons tindakan sosial lainnya tanpa refleksi secara sadar. Tindakan ini tidak rasional dan spontan dilakukan sebagai reaksi emosional dari individu. 

Baca Juga: Tindakan Sosial. Tindakan Afektif

Contoh tindakan afektif adalah kebahagiaan seorang ibu atas kelahiran putranya yang sehat dan selamat meski merasakan kesakitan setelah melahirkan.

d. Tindakan Tradisional
Tindakan sosial jenis ini dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan atau lazim dilakukan. Seseorang melakukan tindakan tertentu disebabkan oleh kebiasaan yang diwariskan dari generasi pendahulunya. Tindakan semacam ini tidak dibangun dengan refleksi sadar. Orang melakukannya tanpa mempertanyakan mengapa tindakan tersebut perlu dilakukan.

Baca Juga: Tindakan Sosial. Tindakan Tradisional

Keempat tipe tindakan tersebut membantu kita dalam menganalisa makna simbolis tindakan individu. Makna simbolis dapat diidentifikasi melalui penafsiran dan menggolongkan tipe tindakan sosial apa yang dilakukan oleh individu.

Tipologi tindakan sosial menjadi sumbangan penting Max Weber dalam disiplin ilmu sosiologi. Bagi Weber, jika Anda memahami teori tindakan sosial, maka akan memahami masyarakat secara interpretatif. Pada titik ini, sosiologi sesungguhnya sedang menawarkan pemahaman tentang fenomena sosial.

B. Interaksi Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa membangun hubungan dengan orang lain. Dengan kata lain, manusia selalu melakukan interaksi sosial. Interaksi sosial adalah tindakan sosial yang bersifat timbal balik (mutualistik) antara dua pihak atau lebih.

Tindakan sosial bersifat timbal balik ini memuat adanya: pertama, kontak sosial dan; kedua, komunikasi. Kontak sosial merupakan syarat awal bagi terjadinya interaksi sosial. Berasal dari bahasa Latin cum yang bermakna "bersama-sama" dan tango yang berarti "menyentuh, secara harfiah kontak dimengerti sebagai 'menyentuh bersama-sama' (Soekanto & Sulistyowati, 2017: 58).

Tindakan saling memandang saat berjumpa dengan orang lain merupakan kontak dalam pengertian perjumpaan fisik. Namun kontak tidak selalu diikuti hubungan tatap muka atau bersifat pertemuan fisik (Damsar, 2010: 3). Kontak juga dapat berlangsung secara nonfisik, mana kala terdapat hubungan dua orang atau lebih dalam ruang yang berbeda. Kontak sosial nonfisik dimungkinkan dengan memanfaatkan teknologi informasi- komunikasi seperti telepon, internet dan sebagainya.

Interaksi sosial belum terjadi apabila hanya ada kontak tanpa diiringi dengan komunikasi (Damsar, 2010: 3). Guna memenuhi syarat interaksi sosial, maka kontak perlu diikuti dengan komunikasi.

Secara harfiah, komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio berarti "penyampaian, pemberitahuan dan pemberian". Berangkat dari pengertian tersebut, maka komunikasi adalah proses penyampaian informasi timbal balik dua orang atau lebih. Informasi yang disampaikan dapat berupa kata-kata (bahasa), gerak tubuh (bahasa tubuh) serta simbol lainnya yang memiliki makna.

Soekanto & Sulistyowati (2017: 58-59) menyampaikan, ada empat faktor yang membentuk interaksi sosial, yaitu imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Keempat faktor tersebut dapat membentuk Interaksi sosial baik secara sendiri-sendiri maupun kombinasi di antara faktor-faktor tersebut.
a. Imitasi adalah tindakan seseorang meniru orang lain. Imitasi mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai tertentu yang berlaku yang berupa nilai positif dan negatif.
b. Sedangkan sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau bersikap dan kemudian pandangan tersebut diterima pihak lain. Proses sugesti hampir sama dengan imitasi, tetapi titik berangkatnya berbeda.
c. Identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi lebih mendalam ketimbang imitasi, dan kepribadian seseorang dapat terbentuk karena faktor ini.
d. Simpati merupakan suatu proses di mana seseorang merasa tertarik dengan pihak lain. Dalam simpati, faktor perasaan memegang peran penting, meskipun dorongan utama simpati adalah keinginan memahami pihak lain dan bekerja sama dengan orang lain.

Tipe interaksi sosial menurut Georg Simmel meliputi interaksi yang terjadi antarindividu, interaksi yang terjadi antara individu-kelompok, dan interaksi yang terjadi antarkelompok. Sementara Gillin dan Gillin (1954) menyajikan dua bentuk interaksi sosial, yaitu:
a. Interaksi Sosial Asosiatif
Proses asosiatif yang dimengerti sebagai bentuk proses sosial yang mengarah kepada kerja sama antar pihak. Proses asosiatif terdiri dari kerja sama, akomodasi, dan asimilasi sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
a) Kerja sama adalah interaksi sosial manakala terdapat dua pihak atau lebih mengikatkan diri untuk memenuhi kepentingan bersama atau karena adanya persamaan tujuan. Kerja sama atau yang disebut cooperation dapat berupa koalisi dan kolaborasi.
b) Sedangkan akomodasi merupakan upaya meredakan ketegangan karena pertentangan yang terjadi dengan cara memenuhi sebagian tuntutan dari pihak-pihak yang bertikai. Tujuan akomodasi adalah mencapai perimbangan serta mencegah membesarnya pertentangan. Variasi bentuk akomodasi misalnya kompromi, arbitrasi, mediasi, konsiliasi, dan toleransi.
c) Bentuk ketiga adalah asimilasi. Asimilasi merupakan percampuran dua kebudayaan atau lebih yang menghasilkan kebudayaan baru. Dalam proses semacam ini, budaya baru yang terbentuk sungguh berbeda dari budaya asal yang turut membentuk budaya baru tersebut.
d) Akulturasi acap kali dipersamakan dengan proses asimilasi. Padahal sesungguhnya keduanya berbeda. Proses akulturasi merupakan proses dua budaya atau lebih berinteraksi, namun masing-masing kebudayaan tetap mempertahankan identitasnya serta batas-batas perbedaan antar budaya tidak hilang.

Baca Juga: Pengertian Proses Sosial Asosiatif, Bentuk, dan Faktor Pendorongnya

b. Interaksi Sosial Disosiatif
Bentuk lain yang berbalik dengan proses asosiatif adalah proses disosiatif. Interaksi ini mengarah kepada pertentangan antara pihak yang terlibat. Bentuk-bentuk proses disosiatif adalah kompetisi, kontravensi, dan konflik sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
a) Kompetisi adalah proses sosial bilamana para pihak yang terlibat bersaing berebut sesuatu. Hal yang menjadi sumber perebutan masing-masing pihak sangat beragam misalnya sumber daya, keuntungan, jabatan, dan status.
b) Kontravensi mewakili bentuk proses disosiatif yang lebih tinggi dibanding persaingan, tetapi tidak sampai mengalami pertentangan. Ragam bentuk kontravensi adalah penghasutan, penyangkalan, penolakan, dan pengkhianatan.
c) Konflik merupakan proses disosiatif di mana pihak yang terlibat berusaha mencapai tujuannya dengan cara menantang atau menyerang lawan termasuk dengan kekerasan. Meski dekat dengan dampak negatif, konflik memiliki sisi positif berupa menguatnya solidaritas dalam kelompok karena adanya musuh bersama. Penyebab konflik antara lain adalah perbedaan nilai, kepentingan, kebudayaan, dan sebagainya.

Interaksi Sosial Disosiatif
Baca Juga: Pengertian Proses Sosial Disosiatif, Bentuk, dan Contohnya

C. Identitas Sosial
a. Pengertian Identitas
Dalam KBBI, kata identitas mengandung pengertian ciri-ciri, keadaan khusus seseorang, atau jati diri. Sedangkan Kamus Merriam-Webster menawarkan penjelasan lebih jauh tentang definisi identitas, yaitu sebagai kesamaan ciri-ciri antar beberapa manusia serta ciri-ciri yang membedakan manusia yang satu dengan yang lain. Ringkasnya, identitas merupakan ciri-ciri yang melekat dan tertanam dalam diri setiap manusia.

Pada umumnya identitas disandarkan pada ciri yang bersifat alamiah seperti jenis kelamin atau identitas berbasis genetik seperti ras. Identitas jenis ini biasanya lebih mudah dikenali secara fisik. Namun ada pula identitas yang tidak berangkat dari ciri-ciri alamiah, namun karena dilekatkan secara sosial seperti identitas berbasis agama dan suku/etnis.

Identitas jenis ini dapat diamati melalui praktik-praktik kehidupan sosial seseorang, misalnya praktik beribadah atau tradisi yang dirawat dan diwariskan oleh suku-suku yang ada. Pada suku tertentu terdapat kebiasaan menambahkan nama marga atau nama keluarga pada keturunan dari suku/marga tersebut.

Baca Juga: Pengertian Klan, Ciri, dan Bentuknya

Gagasan tentang identitas bahkan berkembang tidak hanya berbasis Suku Agama, Ras dan Antargolongan (SARA). Identitas juga dapat dikaitkan dengan ciri-ciri seperti gaya hidup, keyakinan, bahkan orientasi seksual. Secara singkat, identitas adalah cerminan diri yang berasal dari gender, tradisi, etnis dan proses sosialisasi.

b. Pembentukan Identitas
identitas dipahami sebagai kesadaran tentang konsep diri. Konsep diri merupakan integrasi gambaran diri yang dibayangkan sendiri dan yang diterima dari orang lain tentang apa dan siapa dirinya, serta peran apa yang dapat dilakukan dalam kaitan dengan diri sendiri serta orang lain.

Gambaran diri tersebut menyoal tentang bagaimana proses pembentukan identitas di mana identitas terbentuk dan dibentuk. Sebagaimana disampaikan oleh Stuart Hall (1990), pembentukan identitas dapat diteropong dalam dua cara pandang, yaitu identitas sebagai wujud (identity as being) dan identitas sebagai proses menjadi (identity as becaming).

Identitas dalam perspektif pertama ditempatkan sebagai ciri-ciri yang terbentuk. Identitas semacam ini diterima sebagai sesuatu yang tidak perlu dipertanyakan lagi oleh para penggunanya. Ciri-ciri ini melekat sejak dari awal permulaan. Ia terbentuk secara alamiah atau dengan sendirinya.

Suatu ciri yang dimiliki bersama serta berada dalam diri banyak orang di mana mereka dipersatukan kesamaan genetik, ikatan darah, sejarah dan leluhur. Sudut pandang ini lebih melihat ciri fisik untuk mengidentifikasi mereka sebagai suatu kelompok.

Sedangkan dalam cara pandang kedua, identitas dipahami sebagai ciri-ciri yang dibentuk melalui proses sosial. Identitas sebagai "proses menjadi, mengandaikan ciri-ciri tidak bersifat alamiah namun dibentuk secara sosial. 

Baca Juga: Pengertian Identitas Sosial, Teori, Komponen, Dimensi, dan Motivasinya

Ciri-ciri tersebut ditanamkan baik secara individual maupun kelompok melalui proses-proses sosialisasi Pada tingkat kelompok identitas semacam ini mewujud dalam kesamaan ide, gagasan, nilai, kebiasaan-kebiasaan baru yang menghasilkan praktik-praktik kehidupan sosial baru. Karena itu, identitas ini tidak dikenali dari ciri-ciri lahiriah.

Pembentukan identitas juga terkait relasi antara identitas diri dan identitas sosial. Eric Fromm (1947), seorang pakar psiko-sosial menyatakan identitas diri dapat dibedakan antara satu individu dengan lainnya. Namun identitas diri tidak dapat dilepaskan dari identitas sosial individu dalam konteks komunitasnya.

Selain sebagai makhluk individual, manusia sekaligus juga makhluk sosial. Dalam membangun identitas dirinya, manusia tidak dapat mengabaikan diri dari norma yang mengikat semua warga di mana ia hidup. Identitas tersebut juga menentukan peran sosial apa yang seharusnya dijalankan dalam masyarakat.

c. Konsekuensi Identitas Sosial: Eksklusi dan Inklusi
Identitas menjadi dasar bagi seseorang untuk mengikatkan dirinya pada komunitas atau kelompoknya. Ikatan tersebut memunculkan kedekatan dengan orang-orang yang memiliki kesamaan identitas. Kelompok juga membuka diri bagi individu-individu yang memiliki kesamaan identitas. Proses membuka diri terhadap individu yang memiliki kesamaan identitas inilah yang dikenal dengan watak inklusif.

Ikatan-ikatan inilah yang pada akhirnya membuat perbedaan antar kelompok. Dari identitas melahirkan perasaan dan keinginan untuk membedakan satu di antara yang lain. Dorongan untuk membedakan diri dengan orang lain pada gilirannya akan memicu pemikiran superioritas.

Dorongan semacam ini dapat berupa merasa kelompok sendiri paling unggul atau paling benar, dan sebagainya, sementara kelompok lain lebih rendah atau salah. Pada titik ini sesungguhnya kelompok ini menjadi eksklusif atau membatasi dirinya dengan kelompok lain.

Eksklusivitas sangat rawan menyinggung pihak lain yang tidak sepaham dengannya. Pemikiran tersebut dapat memicu ketegangan antarpihak yang dapat berujung konflik sosial.

Sumber: Oktafiana, Sari, dkk. “Ilmu Pengetahuan Sosial”. Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Jakarta 

Download

Lihat Juga

Program Tahunan (Prota) Sosiologi SMA Fase E (Kurikulum Merdeka) 

Program Semester (Prosem) Sosiologi SMA Fase E (Kurikulum Merdeka)

Capaian Pembelajaran Sosiologi (Fase E)

Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) Sosiologi SMA Fase E

Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP) Sosiologi SMA Fase E (Kurikulum Merdeka)

Modul Ajar Sosiologi SMA Fase E - Bab 3 

Buku Panduan Guru IPS (Sosiologi) Fase E

PPT Sosiologi Kelas X Bab 3. Tindakan Sosial, Interaksi Sosial dan Identitas (Kurikulum Merdeka)

Video Pembelajaran Materi Sosiologi Kelas X Bab 3: Tindakan Sosial, Interaksi Sosial dan Identitas (Kurikulum Merdeka) 

Infografis Materi Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial

Evaluasi Pilihan Ganda dan Esai Pemahaman Materi Sosiologi Kelas X

Materi Alternatif: Materi Sosiologi SMA Kelas X Bab 3: Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Merdeka)

PPT Alternatif: PPT Materi Sosiologi SMA Kelas X Bab 3 Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Merdeka)

Video Alternatif: Video Materi Sosiologi SMA Kelas X Bab 3 Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial

PPT Penerbit Erlangga: PPT SMA SOSIOLOGI KELAS 10 KM - BAB 3

Lembar Kerja 3. 1  Materi Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Merdeka)  

Lembar Kerja 3. 2  Materi Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Merdeka)

Lembar Kerja 3. 3 Materi Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Merdeka)

Lembar Kerja 3. 4 Materi Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Merdeka)  

Soal Model AKM Sosiologi Kelas X (Fase E) Bab 3. 1 Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Merdeka)

Soal Model AKM Sosiologi Kelas X (Fase E) Bab 3. 2 Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Merdeka) 

Soal Model AKM Sosiologi Kelas X (Fase E) Bab 3. 3 Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Merdeka)  

Soal Model AKM Sosiologi Kelas X (Fase E) Bab 3. 4 Identitas Diri, Tindakan Sosial, dan Hubungan Sosial (Kurikulum Merdeka)

Soal Model AKM Sosiologi Kelas X (Fase E) Uji Capaian Pembelajaran 1 (Kurikulum Merdeka)

Soal Uji Pemahaman Materi Bab 3:

Soal Pilihan Ganda dan Pembahasannya Klik di SINI

Soal Esai dan Pembahasannya Klik di SINI

Soal Uji Capaian Pembelajaran 1:

Soal Pilihan Ganda dan Pembahasannya Klik di SINI

Soal Esai dan Pembahasannya Klik di SINI

Baca Juga:

Materi P5 : Bullying (Perundungan): Pengertian, Kategori, Karakteristik, Faktor Penyebab, Jenis, Teori, dan Peran Orang Tua

Video Materi P5 tentang Perundungan (Bullying)

PPT Materi P5 tentang Perundungan (Bullying) untuk Kurikulum Merdeka
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Materi Sosiologi Kelas X Bab 3: Tindakan Sosial, Interaksi Sosial dan Identitas (Kurikulum Merdeka)"