Analisis Mendalam Buku The Decline of the West Karya Oswald Spengler: Ringkasan, Isi, dan Pemikiran

Table of Contents

I. Pengantar: Perombakan Kopernikan dalam Historiografi

The Decline of the West (Der Untergang des Abendlandes), karya monumental Oswald Spengler, pertama kali diterbitkan dalam dua volume antara tahun 1918 dan 1922, dan dengan cepat menjadi salah satu buku yang paling banyak dibaca dan diperbincangkan pada masanya. Karya ini bukanlah buku sejarah konvensional, melainkan sebuah filsafat sejarah yang ambisius, yang berupaya menyatukan seluruh pengetahuan dan pengalaman manusia ke dalam satu kerangka kerja analitis yang komprehensif. Spengler, seorang polimatik yang pada saat publikasi masih relatif tidak dikenal di dunia akademis, memperkenalkan karyanya sebagai "perombakan Kopernikan" dalam studi sejarah.

Tesis sentral yang mendasari pernyataan revolusioner ini adalah penolakan mutlak terhadap pandangan sejarah Eurosentris yang linear, yaitu kerangka "kuno-abad pertengahan-modern" yang umum digunakan. Spengler berpendapat bahwa pandangan ini, yang menempatkan peradaban Barat sebagai pusat dan tujuan akhir dari seluruh sejarah manusia, adalah ilusi optik yang keliru. Sebagai gantinya, ia mengusulkan model "morfologi budaya" di mana sejarah manusia dipahami melalui lensa peradaban-peradaban terpisah yang diperlakukan sebagai entitas biologis yang hidup.

Dalam kerangka Spengler, setiap budaya memiliki siklus hidup yang terbatas dan deterministik, yang terdiri dari fase kelahiran, pertumbuhan, pemenuhan, dan akhirnya, kematian. Siklus hidup ini dianalogikan dengan empat musim—musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin—yang secara alami harus dilalui. Tesis ini secara radikal mengubah pemahaman sejarah dari sebuah narasi tunggal menjadi sebuah drama yang terdiri dari banyak budaya-budaya perkasa.

Tesis Spengler menemukan momentum yang luar biasa di Jerman pasca-Perang Dunia I. Ditulis sebelum akhir perang, publikasi buku ini bertepatan dengan kekalahan nasional Jerman dan penghinaan yang dirasakan akibat Perjanjian Versailles pada tahun 1919. Dalam suasana kekecewaan dan hiperinflasi, teori Spengler menawarkan semacam kenyamanan psikologis, karena ia menyediakan rasionalisasi historis untuk kemerosotan Jerman, menempatkannya bukan sebagai kegagalan moral, tetapi sebagai bagian tak terhindarkan dari takdir historis yang lebih besar. Kesuksesan buku ini tidak hanya karena bobot intelektual argumennya, tetapi juga karena waktunya yang sangat tepat, mengubah takdir dari sebuah tragedi menjadi proses yang telah ditentukan sebelumnya.

II. Latar Belakang dan Konteks Historiografi

Oswald Arnold Gottfried Spengler (1880–1936) adalah seorang polimatik yang memiliki minat luas dalam sejarah, filsafat, matematika, sains, dan seni. Setelah menyelesaikan gelar doktornya pada tahun 1904, Spengler bekerja sebagai guru sekolah hingga tahun 1911, ketika ia pindah ke Munich dan memulai karyanya yang monumental dengan menggunakan warisan kecil yang ia terima. Pada masa itu, Spengler hidup dalam kemiskinan dan isolasi, bahkan tidak memiliki banyak buku sendiri, dan harus bekerja sebagai guru privat serta penulis untuk majalah demi mendapatkan penghasilan tambahan.

Awalnya, Spengler merencanakan karyanya untuk berfokus pada Jerman di dalam konteks Eropa, tetapi Krisis Agadir pada tahun 1911 memengaruhinya secara mendalam, sehingga ia memperluas cakupan studinya ke lingkup global. Ia menyelesaikan volume pertama pada tahun 1917, dan buku tersebut diterbitkan pada tahun 1918, sesaat sebelum berakhirnya Perang Dunia I.

Dalam pembentukan pemikirannya, Spengler dipengaruhi oleh dua figur sentral dari filsafat Jerman: Johann Wolfgang von Goethe dan Friedrich Nietzsche. Dari Goethe, Spengler mengadopsi konsep "menjadi" (becoming), sebuah filosofi yang menekankan perkembangan dan pertumbuhan, yang ia bedakan dari filosofi "menjadi-sesuatu" (being) yang statis. Pendekatan ini menjadi dasar bagi "morfologi" budayanya, sebuah studi tentang bentuk dan struktur organisme budaya. Sementara itu, dari Nietzsche, Spengler mengambil inspirasi tentang "kehendak untuk hidup" (will-to-life), sebuah kekuatan kreatif yang mendorong budaya. Nietzsche juga memperkuat kritiknya terhadap rasionalisme dan optimisme buta, yang menjadi inti dari diagnosisnya terhadap kemunduran Barat.

Kesuksesan luar biasa buku Spengler tidak dapat dipisahkan dari konteks historis yang ada. Publikasi volume pertama yang bertepatan dengan kekalahan Perang Dunia I dan volume kedua pada tahun 1922—di tengah ketidakstabilan sosial dan ekonomi di Jerman—membuat karyanya terasa sebagai ramalan yang terbukti benar. Buku itu menawarkan pembenaran historis bagi bangsa Jerman yang merasa terhina akibat Perjanjian Versailles. Spengler, melalui teorinya, memberikan kenyamanan dengan mengisyaratkan bahwa kemerosotan Jerman adalah bagian dari proses sejarah global yang tak terhindarkan, sebuah takdir yang tidak dapat dilawan. Keadaan ini mengubah persepsi dari kegagalan yang memalukan menjadi takdir yang telah ditentukan sebelumnya, yang memberikan makna psikologis yang mendalam bagi masyarakat yang tengah putus asa.

III. Morfologi Budaya: Inti dari Teori Spengler

Inti dari filsafat sejarah Spengler adalah pendekatan morfologisnya, yang menganggap budaya sebagai organisme yang memiliki siklus hidup yang dapat diprediksi. Spengler mengidentifikasi delapan "Budaya Tinggi" (Hochkulturen) yang berbeda, masing-masing dengan "jiwa" dan "simbol utama" yang unik. Siklus hidup setiap budaya, yang berlangsung sekitar seribu tahun untuk pertumbuhan dan seribu tahun untuk kemunduran, mencakup fase-fase yang mirip dengan kehidupan biologis: lahir, tumbuh, menua, dan mati.

Dalam kerangka ini, Spengler menolak pandangan universalis bahwa ada satu "sejarah dunia" yang linear. Sebaliknya, ia melihat sejarah sebagai "drama" dari berbagai budaya yang "berada di dunia yang terpisah" dan tidak dapat dibandingkan secara langsung (incommensurable). Ini mengarah pada apa yang disebut "relativisme historis," di mana "tidak ada kebenaran abadi" dan data sejarah hanyalah ekspresi dari waktu dan konteks budayanya. Konsekuensinya, wawasan dari satu era tidak dapat dianggap valid di era atau budaya lain.

Lebih lanjut, Spengler membedakan antara "orang-orang yang terlibat dalam sejarah dunia" dengan "orang-orang yang ahistoris". Ia mengakui bahwa semua orang adalah bagian dari sejarah, tetapi hanya budaya-budaya tertentu, seperti Mesir dan Barat, yang mengembangkan "kesadaran sejarah" yang lebih luas dan melihat diri mereka sebagai bagian dari desain historis yang agung. Sebaliknya, ia mengklasifikasikan peradaban Klasik dan India sebagai ahistoris, karena mereka tidak mengembangkan konsepsi waktu historis yang sama. Spengler berpendapat bahwa takdir manusia yang bersejarah adalah pemenuhan diri sebagai bagian dari budayanya, sementara yang ahistoris memiliki "nasib yang semata-mata bersifat zoologis".

Spengler juga memperkenalkan konsep pseudomorphosis, yang dipinjam dari mineralogi, untuk menjelaskan budaya yang "setengah berkembang" atau tidak sepenuhnya terwujud. Konsep ini menjelaskan bagaimana jiwa budaya yang masih muda dapat "dicetak dalam cetakan yang lama" dari peradaban yang lebih tua, yang menghambat ekspansi kreatifnya dan malah memicu kebencian terhadap budaya yang lebih tua itu. Contoh yang ia berikan adalah Rusia, yang jiwanya ia anggap masih muda tetapi terdistorsi oleh bentuk Faustian (Petrine) dari Eropa Barat.

Metode analisis Spengler berpusat pada apa yang ia sebut sebagai "pemahaman kritis" atau "pendekatan fisiognomik". Ia tidak mencari hubungan sebab-akibat yang kasar, melainkan berupaya memahami "jiwa" sebuah budaya melalui ekspresi-ekspresinya yang saling terhubung. Oleh karena itu, ia menganalisis setiap detail—dari arsitektur dan seni hingga matematika dan politik—sebagai manifestasi dari satu "jiwa" yang sama. Ini adalah alasan mengapa karyanya terasa lebih seperti "analogi raksasa" daripada analisis sejarah standar, karena ia menggunakan peristiwa untuk memperkuat kerangka analogisnya, mengorbankan nuansa demi membangun sebuah gambaran yang koheren.

IV. Pembedaan Kunci: Kultur vs. Zivilisation

Meskipun sering disamakan, Spengler menggunakan istilah "Kultur" (budaya) dan "Zivilisation" (peradaban) dengan definisi yang sangat spesifik dan non-standar. Ini adalah pembedaan terpenting dalam seluruh tesisnya.

  • Kultur: Merupakan fase kreatif dan berjiwa dari sebuah peradaban, ditandai dengan vitalitas, dorongan kreatif, dan fokus pada "proses menjadi" (becoming). Ini adalah masa di mana karya seni, filosofi, dan nilai-nilai baru lahir dari dalam.
  • Zivilisation: Merupakan fase terakhir, statis, dan materialistis, ditandai dengan memudarnya dorongan kreatif dan dominasi "dorongan kritis". Spengler menggambarkan Zivilisation sebagai "hal yang telah menjadi" (the thing which a culture becomes), sebuah "cangkang yang kaku" yang tersisa setelah pertumbuhan organik selesai.

Spengler melihat transisi dari Kultur ke Zivilisation sebagai sebuah takdir yang tak terhindarkan, sebuah "takdir" dari setiap budaya. Ia menunjuk figur-figur seperti Sokrates, Rousseau, dan Buddha sebagai penanda titik transisi ini, di mana intelek mulai mengambil alih peran jiwa, mengubur kedalaman spiritual berabad-abad di balik rasionalisme. Zivilisation, dalam pandangan Spengler, bukanlah puncak evolusi, melainkan sebuah kondisi patologis yang ditandai oleh gejala-gejala spesifik yang dapat diamati. Gejala-gejala ini meliputi:

  • Munculnya Kota-Dunia (World-Cities): Peradaban menarik dan mengumpulkan kehidupan dari daerah pedesaan, menciptakan "kota-dunia" yang kosmopolitan dan tak berwajah, dihuni oleh "massa" yang nomaden, cerdas, dan merendahkan tradisi.
  • Dominasi Materialisme dan Uang: Spiritualisme dan tradisi digantikan oleh rasionalisme, materialisme, dan penyembahan uang. Spengler berpendapat bahwa "darah" (atau "kekuatan hidup") pada akhirnya adalah satu-satunya kekuatan yang cukup kuat untuk menggulingkan "uang," kekuatan dominan di era ini.
  • Kemerosotan Politik dan Kebangkitan Caesarisme: Demokrasi yang dicengkeram oleh materialisme pada akhirnya akan berubah menjadi plutokrasi, di mana kekuasaan sejati berada di tangan "kekuatan-kekuatan swasta ekonomi" dan media yang memanipulasi opini publik. Tahap ini akan mengarah pada "Caesarisme," di mana individu-individu kuat akan berjuang untuk menguasai kekaisaran yang stagnan. Spengler melihat figur seperti Cecil Rhodes dan Benito Mussolini sebagai contoh dari "Caesar" yang akan datang dari peradaban Barat.

Pandangan Spengler yang menganggap kemunduran sebagai sebuah proses yang tak terhindarkan membuatnya dicap sebagai "pesimis". Namun, Spengler sendiri menolak label ini dan berargumen bahwa fatalisme adalah sebuah tugas, bukan keputusasaan. Ia merangkum pandangannya dengan kalimat yang terkenal: "Optimisme adalah pengecut". Menurut Spengler, tugas manusia bukanlah untuk melawan takdir, melainkan untuk memahami dan menerima takdir peradabannya dengan melakukan "hal yang diperlukan" dalam batas-batas yang ada.

V. Tipologi Budaya: Faustian, Apollonian, dan Magian

Spengler mengidentifikasi beberapa Budaya Tinggi, tetapi fokus utamanya adalah pada tiga budaya yang ia anggap paling penting: Apollonian, Magian, dan Faustian. Masing-masing budaya ini dicirikan oleh sebuah "simbol utama" yang unik dan mendefinisikan seluruh ekspresi budayanya.

  • Budaya Apollonian (Klasik): Simbol utamanya adalah "tubuh konkret" (concrete body) yang dibatasi dari "infinitas yang buruk". Hal ini tercermin dalam seni patung yang mendominasi budaya ini, serta dalam politik negara-kota yang terisolasi dan mandiri. Spengler melihat budaya ini terfokus pada "di sini dan sekarang" dan tidak memiliki gagasan tentang ruang tak terbatas atau sejarah yang mengalir ke depan.
  • Budaya Magian (Arab): Simbol utamanya adalah "gua" atau "cavern". Ini mencakup budaya Yahudi, Kristen awal, dan berbagai agama Arab hingga Islam. Simbol ini terwujud dalam arsitektur masjid berkubah, yang menyiratkan dunia sebagai sebuah rongga yang ditembus oleh cahaya transendental.
  • Budaya Faustian (Barat): Simbol utamanya adalah "ruang tak terbatas" (infinite space) yang meluas ke "luar dan ke atas". Budaya ini, yang dimulai sekitar abad ke-10 di Eropa Barat, dicirikan oleh kecenderungan yang tak terpuaskan terhadap infinitas dan penjelajahan. Ini terwujud dalam seni katedral Gotik yang menjulang ke langit, musik polifoni (seperti fuga) yang menciptakan ilusi kedalaman ruang, serta dalam penemuan kalkulus tak terbatas dan eksplorasi geografis yang tak berkesudahan. Spengler memandang Budaya Faustian sebagai budaya yang "gelisah, terus berjuang, dan mencari".

Untuk memberikan gambaran yang lebih terperinci mengenai perbedaan-perbedaan ini, tabel berikut menyajikan perbandingan morfologi budaya utama menurut Spengler:

Buku The Decline of the West Karya Oswald Spengler
Spengler dikenal karena "deskripsi tebal" dan gaya penulisannya yang padat dan terperinci, di mana ia secara konstan membandingkan fenomena dari budaya-budaya yang berbeda. Dengan menyatukan karakteristik yang tersebar ini ke dalam satu kerangka, terungkaplah bagaimana setiap ekspresi budaya—dari arsitektur hingga matematika—adalah manifestasi dari satu "jiwa" yang sama, memperkuat inti dari tesis morfologisnya.

VI. Diagnosis Kemunduran Barat: Gejala dari Zivilisasi Faustian

Menurut Spengler, peradaban Barat telah memasuki tahap "musim dingin" atau "senja" Zivilisasinya, yang analog dengan Kekaisaran Romawi Akhir. Spengler percaya bahwa takdir ini adalah takdir yang harus diterima, dan upaya untuk membalikkan kemunduran ini adalah sia-sia. Ia mengidentifikasi berbagai gejala yang menunjukkan bahwa jiwa Faustian telah kehabisan energi kreatifnya.

Seni dan Sains

Dalam seni, Spengler melihat bahwa kreativitas telah mati. Produksi seni di fase Zivilisasi menjadi "pengulangan" atau "komentar" pada karya-karya yang sudah ada sebelumnya. Budaya yang sudah tua dan kaku kehilangan kemampuan untuk berinovasi. Dalam sains, fokus bergeser dari penemuan kreatif ke penguasaan teknologi. Spengler berpendapat bahwa matematika, yang bagi Budaya Faustian adalah sebuah "metafisika", menjadi fondasi bagi sains modern dan akhirnya mengarah pada "energi spasial teknologi modern yang merangkul dunia". Ia melihat bahwa sains modern, meskipun secara historis mendahului teknologi modern, bertindak sebagai "pembawa pesan" yang menyiapkan jalan bagi dominasi teknologi.

Politik dan Ekonomi

Gejala kemunduran politik sangat jelas bagi Spengler. Ia meramalkan bahwa demokrasi akan berubah menjadi plutokrasi, di mana kekuasaan sejati berada di tangan "kekuatan-kekuatan swasta ekonomi" dan media yang memanipulasi opini publik. Ia melihat sistem ini sebagai fenomena "akhir zaman". Spengler memprediksi bahwa periode ini akan mengarah pada "Caesarisme," di mana individu-individu kuat akan berjuang untuk menguasai kekaisaran yang stagnan. Menurutnya, "darah" atau kekuatan hidup pada akhirnya akan menggulingkan dominasi "uang", yang merupakan pertarungan antara kapitalisme dan "sosialisme" dalam arti khusus Spengler.

Sosiologi

Secara sosiologis, Spengler melihat tanda-tanda kemunduran dalam munculnya "manusia modern yang nomaden" yang kehilangan akar, tradisi, dan spiritualitasnya. Manusia-manusia ini menghuni "kota-kota besar tak berwajah" yang ia sebut sebagai "penjagal kebiadaban" dan yang "tidak religius, cerdas, dan merendahkan orang desa".

VII. Resepsi, Kontroversi, dan Kritik Utama

The Decline of the West disambut dengan resepsi yang beragam dan penuh kontroversi. Di Jerman, buku ini menjadi buku terlaris dan subjek diskusi luas, yang oleh beberapa pihak dianggap sebagai "manifesto oposisi konservatif" terhadap Hitler. Di Amerika Serikat, buku ini juga populer, meskipun banyak akademisi mengkritik Spengler karena kesalahan faktual dan generalisasi yang berlebihan.

Kritik Akademis

Banyak akademisi menolak pendekatan Spengler yang non-standar dan menganggapnya sebagai "dilettante" yang brilian. Kritikus seperti sosiolog Max Weber dan filsuf Karl Popper menganggap tesisnya "tidak berguna." Kritik paling umum yang dilontarkan adalah tuduhan determinisme yang kaku, di mana sejarah dipandang sebagai proses biologis yang tak terhindarkan dan tanpa ruang untuk agensi manusia. Theodor Adorno, seorang anggota Mazhab Frankfurt, mengkritik Spengler karena pandangannya yang "absolutistik dan reduktif," meskipun ia juga mengakui wawasan Spengler yang seringkali lebih mendalam dari para kritikus liberalnya.

Hubungan dengan Nazisme

Hubungan Spengler dengan Nazisme adalah salah satu aspek yang paling kompleks dan problematis dari warisannya. Di satu sisi, Spengler adalah seorang nasionalis Jerman dan anggota "Revolusi Konservatif" pada era Weimar. Pandangannya yang anti-liberal, anti-parlementarisme, dan retorikanya tentang "rasa" (race) dan "darah" (blood) membuat beberapa pihak, termasuk Nazi, melihatnya sebagai pendahulu ideologis.

Namun, di sisi lain, Spengler secara terbuka dan tegas mengkritik Nazisme. Ia membenci karakter partai Hitler yang ia anggap "proletar dan demagogis" dan menolak doktrin rasial Arya sebagai "omong kosong". Meskipun ia memilih Hitler pada tahun 1932, ia menganggap sang Führer "vulgar". Kritik Spengler terhadap rezim Nazi memuncak pada tahun 1934 dengan publikasi bukunya, The Hour of Decision, yang kemudian dilarang karena kritiknya terhadap Sosialisme Nasional. 

Ia bahkan memprediksi akhir Reich Ketiga sebelum kematiannya pada tahun 1936. Hubungan yang problematis ini menunjukkan paradoks Spengler: ia adalah seorang pemikir yang menginginkan kebangkitan semangat Jerman, tetapi ia menolak bentuk vulgarnya yang terwujud dalam Nazisme, yang ia pandang sebagai manifestasi dari kecenderungan Zivilisasi yang ia benci.

VIII. Warisan dan Pengaruh: Spengler dalam Filsafat Sejarah Modern

Meskipun pandangan Spengler seringkali ditolak oleh para sejarawan profesional, warisan dan pengaruhnya tetap kuat. Salah satu perbandingan yang paling relevan adalah dengan Arnold J. Toynbee. Meskipun keduanya memandang sejarah secara siklus dan menggunakan pendekatan perbandingan peradaban, ada perbedaan fundamental di antara mereka.

Baca Juga: Analisis Mendalam Buku A Study of History Karya Arnold J. Toynbee: Ringkasan, Isi, dan Pemikiran 

Spengler bersifat deterministik; ia percaya bahwa kemunduran budaya adalah proses yang tak terhindarkan. Sebaliknya, Toynbee menganut teori "tantangan-dan-respons," yang berpendapat bahwa suatu peradaban dapat bertahan dan berkembang jika ia merespons tantangan dengan kreatif. Toynbee percaya bahwa suatu peradaban bahkan dapat bertahan dengan mencangkokkan dirinya ke agama baru, sebuah gagasan yang ditolak mentah-mentah oleh Spengler, yang berpendapat bahwa "jiwa budaya" tidak dapat ditransfer.

Pengaruh Spengler meluas ke luar bidang filsafat sejarah. Pemikir-pemikir seperti Ludwig Wittgenstein, Martin Heidegger, dan Joseph Campbell mengakui pengaruhnya. Pemikiran Spengler, terutama diagnosisnya terhadap modernitas teknologi dan konsepnya tentang matematika sebagai metafisika, memiliki kemiripan yang mencolok dengan pemikiran Heidegger. Lensa Spengler untuk melihat sejarah berfungsi lebih sebagai "filsafat eksistensial" yang mendiagnosis kondisi manusia modern, bukan sebagai sejarah empiris yang ketat.

Warisan intelektual Spengler bersifat paradoks. Di satu sisi, ia adalah seorang polimatik yang menulis tentang berbagai disiplin ilmu, tetapi ia dikenang bukan karena kebenaran faktualnya (yang sering dikritik), melainkan karena kerangka filosofis dan metodologisnya yang provokatif. Buku ini, meskipun sulit dan sarat dengan generalisasi yang berlebihan, berhasil memprovokasi pemikiran baru tentang sejarah, budaya, dan identitas. Spengler memaksa para pembacanya untuk melihat melampaui kerangka Eurosentris dan mempertimbangkan bahwa setiap peradaban adalah dunia yang unik dan mandiri.

IX. Kesimpulan: Merenungkan Takdir dan Makna

The Decline of the West adalah sebuah karya yang, terlepas dari segala kelemahan faktual dan kontroversinya, tetap menjadi landasan tak terhindarkan dalam filsafat sejarah. Dengan menolak narasi sejarah tunggal yang linear dan memperkenalkan metafora organisme yang siklis, Spengler memaksa kita untuk melihat setiap peradaban sebagai entitas yang hidup dengan takdirnya sendiri. Pembedaan tajamnya antara fase kreatif "Kultur" dan fase statis "Zivilisation" menyediakan sebuah lensa yang kuat, meskipun suram, untuk mendiagnosis gejala-gejala modernitas, seperti materialisme, teknologi yang tanpa jiwa, dan politik massa.

Meskipun pandangan deterministiknya menuai kritik, Spengler berhasil memprovokasi pertanyaan-pertanyaan yang mendasar dan relevan hingga hari ini: apakah kemajuan manusia bersifat kumulatif dan tak berkesudahan, atau apakah setiap peradaban, seperti makhluk hidup, pada akhirnya akan mencapai "senja" dan mati? Spengler menantang kita untuk merenungkan, seperti yang ia lakukan, apakah kita sedang membangun masa depan atau hanya mengelola akhir yang tak terhindarkan. 

Pada akhirnya, nilai terbesar dari karya Spengler mungkin bukan terletak pada ramalannya yang akurat, melainkan pada keberaniannya untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan besar yang menantang asumsi paling mendalam kita tentang takdir dan makna sejarah.

Karya yang dikutip

A Phuulish Fellow. (2019, April 17). Review: The decline of the West (1918–1923). WordPress. Diakses 10 September 2025, dari https://phuulishfellow.wordpress.com/2019/04/17/review-the-decline-of-the-west-1918-1923/

Argument Academy. (n.d.). An introduction to Oswald Spengler’s ideas. ArgumentAcademy.com. Diakses 10 September 2025, dari https://www.argumentacademy.com/introduction-to-oswald-spengler/

Art and Popular Culture. (n.d.). The decline of the West. Art and Popular Culture Encyclopedia. Diakses 10 September 2025, dari https://www.artandpopularculture.com/The_Decline_of_the_West

Britannica. (n.d.). Oswald Spengler: Biography, books, & facts. Encyclopedia Britannica. Diakses 10 September 2025, dari https://www.britannica.com/biography/Oswald-Spengler

Britannica. (n.d.). The decline of the West | Work by Spengler. Encyclopedia Britannica. Diakses 10 September 2025, dari https://www.britannica.com/topic/The-Decline-of-the-West

BYU ScholarsArchive. (n.d.). Spengler’s philosophy and its implication that Europe has “lost its way”. BYU. Diakses 10 September 2025, dari https://scholarsarchive.byu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1869&context=ccr

BYU ScholarsArchive. (n.d.). The influence of Spengler and Toynbee on Joseph Campbell (and vice versa?). BYU. Diakses 10 September 2025, dari https://scholarsarchive.byu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1806&context=ccr

City Research Online. (n.d.). Spengler (revised). City University of London. Diakses 10 September 2025, dari https://openaccess.city.ac.uk/id/eprint/18408/3/SPENGLER.%2528REVISED%2529docx.pdf

Compact Magazine. (n.d.). The strange fate of Oswald Spengler. Compact Magazine. Diakses 10 September 2025, dari https://www.compactmag.com/article/the-strange-fate-of-oswald-spengler

Duchesne, R. (2015). Oswald Spengler and the Faustian soul of the West. ResearchGate. Diakses 10 September 2025, dari https://www.researchgate.net/profile/Ricardo-Duchesne/publication/280091611_OSWALD_SPENGLER_AND_THE_FAUSTIAN_SOUL_OF_THE_WEST/links/55a96f3808aea3d086803f39/OSWALD-SPENGLER-AND-THE-FAUSTIAN-SOUL-OF-THE-WEST.pdf

Engelsberg Ideas. (n.d.). Oswald Spengler – An intellectual life. Engelsberg Ideas. Diakses 10 September 2025, dari https://engelsbergideas.com/portraits/oswald-spengler-an-intellectual-life/

Genealogies of Modernity. (2022, Juni 7). Oswald Spengler and the singularity. Genealogies of Modernity. Diakses 10 September 2025, dari https://genealogiesofmodernity.org/journal/2022/6/7/oswald-spengler-and-the-singularity

Geniuses.Club. (n.d.). Oswald Spengler. Geniuses.Club. Diakses 10 September 2025, dari https://geniuses.club/genius/oswald-arnold-gottfried-spengler

Google Books. (n.d.). The decline of the West - Oswald Spengler, Arthur Helps, Charles.... Google Books. Diakses 10 September 2025, dari https://books.google.com/books/about/The_Decline_of_the_West.html?id=jYjYLoGSsQgC

Grabner, B. (2018). Oswald Spengler, Arnold Toynbee and Sun Myung Moon – Decline of the West. Tparents.org. Diakses 10 September 2025, dari https://www.tparents.org/Library/Unification/Talks2/Grabner/Grabner-181000.pdf

Hungarian Conservative. (n.d.). Culture and civilization — Oswald Spengler’s approach to history. Hungarian Conservative. Diakses 10 September 2025, dari https://www.hungarianconservative.com/articles/philosophy/culture_civilization_oswald-spengler_history_philosophy_decline/

Husodo, P. (n.d.). Keruntuhan peradaban Barat menurut Oswald Spengler. Repositori Universitas Andalas. Diakses 10 September 2025, dari http://repo.unand.ac.id/9109/1/ARTIKEL%20JURNAL%20ANALISIS%20SEJARAH.pdf

Journal21. (2022). Oswald Spengler – Der Untergang des Abendlandes (1922). Journal21. Diakses 10 September 2025, dari https://www.journal21.ch/artikel/oswald-spengler-der-untergang-des-abendlandes-1922

Legend Books. (n.d.). The decline of the West (Vol. I). Legend Books. Diakses 10 September 2025, dari https://legendbooks.org/book/the-decline-of-the-west-vol-1/

Nielsen, J. N. (2020, Oktober 6). Oswald Spengler and the incommensurability of civilizations. Medium. Diakses 10 September 2025, dari https://jnnielsen.medium.com/oswald-spengler-and-the-incommensurability-of-civilizations-bf7b6be85ba0

Oswald Spengler Society. (n.d.). Oswald Spengler (English). Oswald Spengler Society. Diakses 10 September 2025, dari https://www.oswaldspenglersociety.com/oswald-spengler

Oswald Spengler Society. (n.d.). World history. Oswald Spengler Society. Diakses 10 September 2025, dari https://www.oswaldspenglersociety.com/world-history

Project Gutenberg. (n.d.). The decline of the West. Project Gutenberg. Diakses 10 September 2025, dari https://www.gutenberg.org/files/72344/72344-h/72344-h.htm

Reddit. (2020, November 13). How right was Oswald Spengler about Western decline? Reddit. Diakses 10 September 2025, dari https://www.reddit.com/r/geopolitics/comments/jkt712/how_right_was_oswald_spengler_about_western/

ResearchGate. (2015). Cultural souls reflected in their mathematics: The Spenglerian interpretation. ResearchGate. Diakses 10 September 2025, dari https://www.researchgate.net/publication/287205736_Cultural_Souls_reflected_in_their_Mathematics_the_Spenglerian_interpretation

Restivo, S., & Collins, R. (1982). Mathematics and civilization. The Centennial Review, XXVI(3). University of Exeter. Diakses 10 September 2025, dari https://www.exeter.ac.uk/research/groups/education/pmej/pome25/Sal%20Restivo%20&%20Randall%20Collins%20%20Mathematics%20and%20Civilization.doc

SciELO South Africa. (2019). Spengler’s and Heidegger’s histories of life/being. SciELO. Diakses 10 September 2025, dari https://scielo.org.za/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1445-73772019000100002

Sedgwick, M. (n.d.). Oswald Spengler and the decline of the West. Çankaya University. Diakses 10 September 2025, dari https://psi428.cankaya.edu.tr/uploads/files/Sedgwick%20-%20Key%20Thinkers%20Of%20The%20Radical%20Right--Ch.1--Oswald%20Spengler.pdf

Spengler, O. (2024). The decline of the West: Form and actuality (Vol. 1). Warsaw, Poland: Legend Books Sp. Z O.O.

Spengler, O. (2024). The decline of the West: Perspectives of world history (Vol. 2). Warsaw, Poland: Legend Books Sp. Z O.O.

Spengler, O. (2025). The decline of the West: Form and actuality (Vol. 1). London: Arktos Media Ltd.

Tandfonline. (2025). Oswald Spengler and America: His interpretation in and of the United States. Intellectual History Review, 35(3). Diakses 10 September 2025, dari https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/23801883.2025.2475178?src=

Toynbee, A. J. (n.d.). The cycle of civilizations. Colorado College. Diakses 10 September 2025, dari https://faculty1.coloradocollege.edu/~bloevy/ArnoldJToynbee/Toynbee-CycleOfCivilizations.pdf

Wikipedia. (n.d.). Oswald Spengler. Dalam Wikipedia. Diakses 10 September 2025, dari https://en.wikipedia.org/wiki/Oswald_Spengler

Wikipedia. (n.d.). The decline of the West. Dalam Wikipedia. Diakses 10 September 2025, dari https://en.wikipedia.org/wiki/The_Decline_of_the_West

Wikiquote. (n.d.). Oswald Spengler. Wikiquote (edisi bahasa Jerman). Diakses 10 September 2025, dari https://de.wikiquote.org/wiki/Oswald_Spengler

Yale University. (n.d.). Oswald Spengler – Modernism Lab. Yale University. Diakses 10 September 2025, dari https://campuspress.yale.edu/modernismlab/oswald-spengler/

YouTube. (n.d.). Cyclical theories of social change in sociology by Spengler, Toynbee, Pareto, Sorokin and Khuldoon [Video]. YouTube. Diakses 10 September 2025, dari https://www.youtube.com/watch?v=NZ9fDtp9FBg

YouTube. (n.d.). Oswald Spengler: Why civilizations die like organisms | The decline of the West explained [Video]. YouTube. Diakses 10 September 2025, dari https://www.youtube.com/watch?v=i2t9cCNxRKw

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment