Analisis Mendalam Buku A Study of History Karya Arnold J. Toynbee: Ringkasan, Isi, dan Pemikiran
I. Pendahuluan: Sebuah Karya Historiografi Monumental dalam Konteks Abad ke-20
A Study of History karya Arnold J. Toynbee adalah salah satu karya paling ambisius dan monumental dalam historiografi abad ke-20. Toynbee, seorang sejarawan dan filsuf sejarah Inggris terkemuka, dikenal karena penguasaannya yang luas atas sejarah kuno dan hubungan internasional. Pengalamannya sebagai anggota delegasi Inggris pada Konferensi Perdamaian Paris tahun 1919 dan perannya sebagai Direktur Studi di Chatham House memberinya perspektif unik tentang dinamika global, yang kemudian membentuk fondasi dari karyanya yang besar. Karya besarnya, yang terdiri dari dua belas jilid dan diterbitkan dalam kurun waktu 1934 hingga 1961, menawarkan sebuah studi komparatif tentang naik-turunnya peradaban melalui lensa filosofis, bukan hanya deskripsi faktual.
Tujuan utama A Study of History adalah untuk melacak perkembangan dan keruntuhan peradaban-peradaban dunia, yang menurut Toynbee, jumlahnya berkisar antara 19 hingga 31 entitas sejarah yang berbeda. Toynbee berpendapat bahwa fokus yang tepat bagi sejarawan bukanlah pada bangsa atau negara, melainkan pada "masyarakat" atau "peradaban" itu sendiri. Ia melihat peradaban sebagai unit yang lebih "mandiri" dan "dapat dimengerti" dibandingkan dengan negara-bangsa yang batas-batasnya sempit dan sering berubah. Karya ini berupaya menemukan sebuah "moral" atau tema yang mendasari kisah sejarah manusia, menjadikannya sebuah studi "meta-sejarah" yang melampaui narasi-narasi sejarah konvensional.
Resepsi terhadap A Study of History sungguh luar biasa dan menunjukkan perbedaan yang mencolok antara tanggapan masyarakat umum dan akademisi profesional. Di satu sisi, karya ini meraih kesuksesan komersial yang fenomenal, dengan ringkasan satu jilid saja terjual lebih dari 300.000 eksemplar di Amerika Serikat. Toynbee bahkan tampil di sampul majalah Time pada tahun 1947, di mana karyanya digambarkan sebagai "karya teori sejarah paling provokatif yang ditulis di Inggris sejak Kapital karya Karl Marx". Antusiasme publik yang luas ini mencerminkan kebutuhan kolektif pada era pasca-Perang Dunia II untuk memahami kekacauan global dan mencari narasi yang lebih besar yang dapat memberikan makna pada penderitaan dan perubahan. Toynbee menawarkan "rasionalisasi rasa kerusakan Barat" sambil tetap mempertahankan pandangan yang penuh harapan tentang masa depan peradaban.
Baca Juga: Uraian Komprehensif Buku Capital: A Critique of Political Economy Karya Karl Marx
Namun, di sisi lain, karya ini menghadapi kritik yang sangat tajam dan meluas dari komunitas sejarawan profesional. Bagi banyak akademisi, pendekatan Toynbee dianggap "spekulatif alih-alih empiris," lebih menyerupai "filsafat sejarah spekulatif" yang berasal dari era St. Agustinus daripada pendekatan empiris yang disukai oleh sejarawan modern. Mereka memandang Toynbee sebagai "moralis Kristen" yang menyaring fakta sejarah melalui lensa teologis pribadinya. Disparitas ini bukan sekadar perbedaan pendapat, melainkan pertanda pergeseran metodologi dalam disiplin sejarah itu sendiri, di mana spesialisasi dan empirisme mulai menggantikan studi perbandingan yang berskala besar. Perdebatan ini menjadikan A Study of History sebagai sebuah fenomena budaya yang lebih luas daripada sekadar studi akademis, dan menunjukkan mengapa relevansi dan warisannya terus diperdebatkan hingga hari ini.
II. Metodologi Komparatif dan Tesis Sentral 'Tantangan dan Respons'
Inti dari metodologi Toynbee terletak pada pendekatan komparatif yang berpusat pada peradaban sebagai unit studi yang paling masuk akal. Ia berpendapat bahwa peradaban lebih "dapat dimengerti" karena mereka lebih mendekati standar entitas yang mandiri atau terisolasi, meskipun tidak ada peradaban yang benar-benar mandiri dan sepenuhnya dapat dipahami tanpa hubungannya dengan peradaban lain. Pilihan ini mencerminkan pandangannya yang anti-parokial, di mana ia berusaha untuk melihat pola sejarah yang melampaui batas-batas sempit bangsa atau negara.
Toynbee secara tegas menolak determinisme sebagai penjelasan untuk munculnya peradaban. Ia berargumen bahwa peradaban tidak muncul atau berkembang sebagai akibat dari faktor-faktor tunggal seperti ras, lingkungan geografis, atau kehendak ilahi yang mutlak. Sebaliknya, ia menekankan peran penting dari elemen manusia yang tidak terduga, kehendak bebas, dan respons kreatif terhadap kondisi yang menantang. Bagi Toynbee, manusia memiliki kebebasan untuk bertindak dalam batas-batas tertentu, dan kebebasan yang sempurna adalah hidup di bawah hukum Tuhan.
Tesis sentral yang menggerakkan seluruh karyanya adalah teori "Tantangan dan Respons" (Challenge and Response). Menurutnya, peradaban lahir dari proses di mana sekelompok orang primitif berhasil memberikan tanggapan yang efektif terhadap tantangan, baik itu yang bersifat lingkungan maupun sosial, seperti kondisi iklim yang sulit, geografis yang tidak menguntungkan, atau tekanan dari peradaban lain. Peradaban yang berhasil adalah peradaban yang mampu tumbuh dan berkembang melalui siklus tantangan dan respons yang berkelanjutan.
Namun, Toynbee menambahkan nuansa penting pada teorinya. Ia berpendapat bahwa tantangan harus berada pada "titik tengah emas" (golden mean). Tantangan yang terlalu mudah, seperti yang terjadi di lingkungan yang terlalu idealistik, dapat menyebabkan masyarakat mengalami "kelambanan" (torpor) karena kurangnya stimulus untuk berinovasi. Sebaliknya, tantangan yang terlalu sulit atau berlebihan dapat "menghancurkan peradaban" bahkan sebelum mereka memiliki kesempatan untuk berkembang. Ini menunjukkan bahwa model Toynbee bukanlah formula linier yang sederhana, melainkan sebuah dinamika kompleks yang menggabungkan kondisi lingkungan dengan kapasitas manusia untuk beradaptasi secara kreatif pada tingkat tekanan yang optimal. Kapasitas ini, pada akhirnya, menghubungkan teorinya tentang pertumbuhan dengan dimensi spiritual dan kebebasan manusia, yang ia anggap sebagai fondasi fundamental dari sejarah.
III. Siklus Kehidupan Peradaban: Genesis, Pertumbuhan, dan Keruntuhan
A. Genesis dan Pertumbuhan Peradaban
Proses genesis atau kelahiran peradaban, menurut Toynbee, adalah hasil langsung dari respons yang berhasil terhadap kondisi menantang. Begitu peradaban lahir, pertumbuhannya adalah sebuah proses berkelanjutan yang ditandai oleh siklus "Tantangan dan Respons" yang terus-menerus. Pertumbuhan ini bukanlah ekspansi geografis yang sederhana, tetapi sebuah proses "determinasi diri" ke dalam dan "eterialisasi" nilai-nilai masyarakat. Inti dari pertumbuhan ini adalah peran "Minoritas Kreatif" (Creative Minority). Minoritas ini adalah individu-individu visioner yang menemukan solusi inovatif untuk tantangan yang dihadapi oleh masyarakat. Solusi-solusi ini tidak dipaksakan, melainkan menginspirasi mayoritas untuk mengikutinya melalui "mimesis" atau peniruan. Dalam masyarakat yang sedang tumbuh, hubungan antara minoritas kreatif dan mayoritas ini bersifat sukarela dan harmonis, di mana mimesis menjadi mekanisme yang menyatukan masyarakat dalam satu arah pergerakan kreatif.
B. Fase Keruntuhan (Breakdown) dan Disintegrasi
Fase keruntuhan dan disintegrasi peradaban, menurut Toynbee, bukanlah disebabkan oleh serangan dari luar atau bencana alam. Sebaliknya, ia secara tegas menyatakan bahwa peradaban mati karena "bunuh diri" akibat kegagalan internal. Penyebab utama dari kegagalan ini adalah hilangnya "daya kreatif" dari minoritas. Minoritas Kreatif yang tadinya menginspirasi kemudian merosot menjadi "Minoritas Dominan" (Dominant Minority) yang sombong dan kaku. Mereka mencoba untuk mempertahankan posisi istimewa mereka dengan kekerasan, bukan lagi dengan inovasi, karena mereka telah kehilangan semangat kreatifnya.
Penyebab spesifik dari kegagalan ini adalah "pemujaan diri mereka yang dulu" atau "pengidolaan masa lalu". Peradaban menjadi terlalu terpaku pada solusi-solusi masa lalu yang pernah berhasil, sehingga mereka gagal untuk merespons tantangan baru secara kreatif. Perilaku ini, bagi Toynbee, adalah argumen yang sangat moralistik. Kematian peradaban adalah sebuah kegagalan spiritual dan moral sebelum menjadi kegagalan politik atau ekonomi. Kegagalan ini menciptakan sebuah "skisma dalam masyarakat" yang juga tercermin sebagai "skisma dalam jiwa" individu.
Berikut adalah ringkasan tahapan-tahapan siklus kehidupan peradaban yang diusulkan oleh Toynbee:
IV. Fenomena Kunci dalam Disintegrasi Peradaban
Seiring dengan keruntuhan peradaban, Toynbee mengidentifikasi pembagian masyarakat menjadi tiga kelompok yang berbeda. Pertama, ada "Minoritas Dominan" yang merupakan kelas penguasa yang telah kehilangan legitimasi kreatifnya. Kedua, ada "Proletariat Internal" yang berada di dalam masyarakat, tetapi merasa terasing dan tidak lagi mengidentifikasi diri sebagai bagian darinya. Mereka adalah kaum tertindas yang tidak lagi meniru kepemimpinan minoritas yang telah merosot. Ketiga, ada "Proletariat Eksternal" yang terdiri dari kelompok-kelompok di luar peradaban yang sebelumnya mungkin memiliki hubungan dengannya, tetapi sekarang tidak lagi berada di bawah pengaruhnya.
Dinamika disintegrasi ini, yang ditandai dengan perpecahan sosial, pada akhirnya menciptakan dua institusi yang saling bertentangan namun sama-sama penting. Di satu sisi, Minoritas Dominan menciptakan "Negara Universal" (Universal State). Contoh klasik dari fenomena ini adalah Kekaisaran Romawi, yang dibentuk oleh elit Hellenik yang telah kehilangan daya kreatifnya dalam upaya putus asa untuk mempertahankan kekuasaan. Negara universal ini bersifat reaksioner, bertujuan untuk "menghambat kreativitas politik" dan melanggengkan hak-hak istimewa warisan. Di sisi lain, Proletariat Internal, sebagai respons spiritual terhadap penindasan, menciptakan "Gereja Universal" (Universal Church). Gereja ini berfungsi sebagai "krisalis" atau wadah untuk melestarikan nilai-nilai spiritual dan budaya dari peradaban yang sekarat. Toynbee melihat pembentukan gereja ini sebagai "tindakan penciptaan yang positif" yang membawa benih peradaban baru dari abu peradaban yang lama. Proses dialektis ini menunjukkan bahwa disintegrasi bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah proses transisional di mana benih spiritual dari peradaban masa depan lahir dari krisis peradaban yang sekarat.
V. Dimensi Spiritual dan Filosofis Sejarah Toynbee
Seiring dengan evolusi karyanya, pandangan Toynbee tentang sejarah menjadi semakin teologis dan spiritual. Ia berani berargumen bahwa sejarah adalah "visi dari ciptaan Tuhan yang bergerak" dan bahwa seorang sejarawan harus menemukan enam dimensi, yaitu tiga dimensi ruang, kemudian waktu, kehidupan, dan yang terpenting, "Roh" (the Spirit). Baginya, hukum alam tidak mengendalikan semua tindakan manusia, dan manusia memiliki kehendak bebas, meskipun kebebasan sempurna hanya dapat dicapai di bawah "hukum Tuhan". Dimensi spiritual ini menjadi faktor krusial yang ia gunakan untuk menganalisis "skisma dalam jiwa" yang terjadi di masyarakat yang sedang terurai.
Toynbee juga mengalami pergeseran penting dalam pandangannya mengenai peran agama-agama tinggi. Dalam volume-volume awal A Study of History, ia menganggap agama-agama besar seperti Kristen, Islam, dan Buddhisme sebagai "produk sampingan" dari perkembangan peradaban. Namun, dalam volume-volume yang lebih baru, yang ditulis setelah Perang Dunia II, ia berargumen bahwa tujuan utama (telos) evolusi peradaban adalah untuk melahirkan agama-agama tersebut. Pergeseran ini menunjukkan bahwa pemikiran Toynbee menjadi semakin teologis dan kurang sosiologis. Bagi Toynbee, sejarah bukanlah sekadar serangkaian siklus berulang, melainkan sebuah proses linier yang lebih besar menuju tujuan spiritual.
Pandangan ini, meskipun memicu kritik dari sejarawan empiris, menempatkan Toynbee sebagai seorang filsuf sejarah yang unik, yang menawarkan harapan spiritual di tengah kekacauan dunia pasca-perang. Ia menjadi semakin yakin bahwa harapan masa depan umat manusia terletak pada nilai-nilai yang diekspresikan oleh agama-agama tinggi, seperti cinta dan welas asih.
VI. Analisis Kritis, Perdebatan, dan Warisan Intelektual
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, A Study of History mendapat sambutan yang sangat kritis dari sejarawan profesional. Banyak kritikus menganggap karyanya lebih sebagai "filsafat sejarah spekulatif" daripada studi yang didasarkan pada data empiris. Mereka menuduh Toynbee sebagai seorang "moralis Kristen" yang menafsirkan sejarah untuk mendukung pandangan teologis pribadinya. Kritik lain menyoroti fakta bahwa Toynbee tidak pernah memberikan definisi yang jelas untuk konsep sentralnya, "peradaban". Selain itu, para sejarawan tidak menyukai perannya sebagai "pakar dan nabi" publik yang membuat spekulasi tentang masa lalu dan masa depan. Salah satu kritikus bahkan menggambarkan karyanya sebagai "rumah dengan banyak rumah besar, semuanya mengesankan, banyak yang indah, tetapi dibangun di atas pasir".
Perbandingan antara Toynbee dan Oswald Spengler, penulis buku The Decline of the West, sangatlah penting untuk memahami posisi Toynbee dalam historiografi abad ke-20. Meskipun ada "kemiripan dangkal" antara keduanya karena sama-sama membahas siklus naik-turunnya peradaban dalam karya monumental mereka, Toynbee secara eksplisit menolak pandangan Spengler. Perbedaan mendasar mereka terletak pada pandangan mereka tentang takdir sejarah.
Baca Juga: Analisis Mendalam Buku The Decline of the West Karya Oswald Spengler: Ringkasan, Isi, dan Pemikiran
Spengler menganut pandangan "determinisme pesimistis" dan menggunakan analogi biologis untuk memandang peradaban sebagai entitas yang memiliki siklus hidup yang tidak terhindarkan—lahir, tumbuh, menua, dan mati. Baginya, keruntuhan peradaban adalah fase yang tak terelakkan, dan pada awal abad ke-20, ia melihat peradaban Barat sudah dalam tahap akhir dan kaku. Sebaliknya, Toynbee menolak pandangan fatalistik ini, berargumen bahwa keruntuhan adalah hasil dari "bunuh diri" spiritual, bukan takdir yang tak terhindarkan. Ia mempertahankan gagasan kehendak bebas manusia, di mana peradaban memiliki pilihan untuk merespons secara kreatif atau gagal dan runtuh.
Perbedaan lain yang signifikan adalah pandangan mereka tentang suksesi peradaban. Spengler memandang peradaban sebagai entitas yang terpisah dan terisolasi, seperti spesies pohon yang berbeda. Sebaliknya, Toynbee melihat adanya "suksesi yang bermakna" antara peradaban, yang dimungkinkan melalui kontinuitas institusi seperti Gereja Universal. Hal ini menjadikan analisisnya lebih bersifat genealogis, melacak garis keturunan institusional, daripada morfologis seperti yang dilakukan Spengler. Perbedaan ini menunjukkan bahwa meskipun metode mereka serupa, filsafat mereka sangatlah berbeda, dan Toynbee menawarkan pandangan yang lebih optimis, meskipun penuh tantangan, tentang masa depan peradaban.
Berikut adalah perbandingan mendalam antara teori Toynbee dan Spengler:
VII. Studi Kasus dan Contoh Historis dalam Karya Toynbee
Dalam karyanya, Toynbee tidak hanya menyajikan teori yang besar, tetapi juga mencoba mengaplikasikannya pada contoh-contoh sejarah yang konkret. Ia menganalisis lusinan peradaban, mulai dari Mesir, Andean, dan Sumerian, hingga Hellenic dan peradaban Barat. Dengan menganalisis peradaban-peradaban ini, ia berusaha menunjukkan bagaimana mereka melewati tahap-tahap yang berbeda, dari genesis, pertumbuhan, keruntuhan, hingga disintegrasi, sesuai dengan modelnya.
Salah satu contoh paling kuat dari aplikasi teorinya adalah analisisnya tentang "pengidolaan masa lalu" sebagai penyebab utama keruntuhan. Toynbee mengidentifikasi berbagai manifestasi dari fenomena ini. Ia melihat kota-negara seperti Athena dan Venesia, misalnya, jatuh karena "pengidolaan diri yang fana," di mana mereka menjadi terlalu sombong dan terpaku pada identitas dan prestasi mereka yang terbatas pada satu era, sehingga tidak mampu beradaptasi dengan perubahan yang lebih besar. Contoh lain adalah Kekaisaran Romawi Timur, yang menurut Toynbee, jatuh karena "pengidolaan institusi yang fana". Mereka terlalu terikat pada struktur kekaisaran yang sudah usang dan tidak lagi relevan, gagal menciptakan solusi politik baru untuk tantangan yang muncul. Terakhir, Toynbee juga memberikan contoh "David dan Goliath" untuk menggambarkan "pengidolaan teknik yang fana," di mana suatu entitas menjadi terlalu yakin pada metode atau teknologi masa lalu yang sudah tidak efektif lagi. Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa kegagalan kreatif dapat bermanifestasi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat—mulai dari identitas budaya, struktur politik, hingga metode teknis—memberikan bukti bahwa model Toynbee, meskipun grand dan spekulatif, juga berupaya untuk berlabuh pada contoh-contoh sejarah yang konkret.
VIII. Kesimpulan dan Warisan Intelektual Abadi
A Study of History karya Arnold J. Toynbee adalah sebuah upaya heroik untuk menemukan makna dan pola dalam sejarah manusia yang kacau. Tesis sentralnya tentang 'Tantangan dan Respons' menantang pandangan deterministik dan menekankan peran kehendak bebas dan kreativitas manusia sebagai mesin penggerak sejarah. Kesimpulan paling provokatif dari karyanya adalah bahwa peradaban tidak mati karena faktor eksternal, melainkan karena "bunuh diri" yang disebabkan oleh kegagalan moral dan spiritual, yang bermanifestasi dalam "pengidolaan masa lalu". Meskipun ia melihat tanda-tanda kerusakan pada peradaban Barat, ia menolak pandangan pesimistis dan berpendapat bahwa nasibnya belum ditentukan.
Terlepas dari ambisi dan cakupan karyanya, harus diakui bahwa pengaruh Toynbee di kalangan akademisi profesional memudar secara signifikan setelah tahun 1960-an, dan karyanya "jarang dikutip" saat ini. Namun, warisan Toynbee bersifat paradoks dan bertahan lama, tidak dalam modelnya yang terperinci, melainkan dalam pertanyaan yang ia ajukan dan tren yang ia antisipasi. Toynbee adalah salah satu sejarawan pertama yang secara sistematis menantang pandangan Eurosentris yang dominan dan menekankan perlunya studi perbandingan antar peradaban. Penggunaan "sejarah komparatif" dan fokusnya pada unit studi yang lebih besar dari negara-bangsa membantu membuka jalan bagi munculnya bidang sejarah dunia dan global di akhir abad ke-20.
Dengan demikian, meskipun teori-teorinya mungkin telah "terlantar dalam ketidakjelasan", debat yang ia picu dan arah pemikiran yang ia stimulus memiliki dampak yang tak terbantahkan dan bertahan lama dalam historiografi. A Study of History tetap menjadi karya monumental yang provokatif dan berani, yang terus menantang pembaca untuk berpikir tentang makna sejarah di luar narasi yang sempit dan materialistik.
Karya yang dikutip
Age of the Sage. (n.d.). A study of history by Arnold Toynbee. Age-of-the-Sage.org. Diakses 10 September 2025, dari https://www.age-of-the-sage.org/philosophy/history/toynbee_study_history.html#:~:text=In%20his%20Study%20of%20History,or%20decline%20of%20a%20civilisation
Age of the Sage. (n.d.). Arnold Toynbee ~ A study of history. Age-of-the-Sage.org. Diakses 10 September 2025, dari https://www.age-of-the-sage.org/philosophy/history/toynbee_study_history.html
Cambridge University Press. (n.d.). Reconsidering Arnold J. Toynbee’s world history in mid-twentieth-century Japan. The Historical Journal. Diakses 10 September 2025, dari https://www.cambridge.org/core/journals/historical-journal/article/reconsidering-arnold-j-toynbees-world-history-in-midtwentiethcentury-japan/541E7262FF933486F1B4A1AD25FC7ED4
Cosmos and History. (n.d.). Arnold Toynbee and the process of civilizations. Cosmos and History: The Journal of Natural and Social Philosophy. Diakses 10 September 2025, dari https://cosmosandhistory.org/index.php/journal/article/download/966/1627/4254
EBSCO. (n.d.). A study of history by Arnold Toynbee. EBSCO Research Starters. Diakses 10 September 2025, dari https://www.ebsco.com/research-starters/literature-and-writing/study-history-arnold-toynbee#:~:text=%22A%20Study%20of%20History%22%20by,adapt%20creatively%20to%20new%20circumstances
EBSCO. (n.d.). Arnold Toynbee | Research starters. EBSCO. Diakses 10 September 2025, dari https://www.ebsco.com/research-starters/history/arnold-toynbee
EBSCO. (n.d.). Study history — Arnold Toynbee. EBSCO Research Starters. Diakses 10 September 2025, dari https://www.ebsco.com/research-starters/literature-and-writing/study-history-arnold-toynbee#:~:text=According%20to%20Toynbee%2C%20civilized%20societies,%3B%20and%20finally%2C%20they%20disintegrate
EBSCO. (n.d.). Toynbee’s metahistorical approach sparks debate. EBSCO Research Starters. Diakses 10 September 2025, dari https://www.ebsco.com/research-starters/literature-and-writing/toynbees-metahistorical-approach-sparks-debate#:~:text=Toynbee%20argued%20that%20civilizations%20emerge,that%20society%20on%20the%20path
Grothendieckprime. (2021, 4 Februari). Encountering Toynbee. Medium: Hardy-Littlewood. Diakses 10 September 2025, dari https://medium.com/hardy-littlewood/encountering-toynbee-4f3f6cc0087d
Mattick, P. (1956). Arnold Toynbee and history. Marxists Internet Archive. Diakses 10 September 2025, dari https://www.marxists.org/archive/mattick-paul/1956/toynbee-history.htm
SlideShare. (n.d.). Toynbee and Spengler [File DOCX]. SlideShare. Diakses 10 September 2025, dari https://www.slideshare.net/slideshow/toynbee-and-spengler/9910958
Sorokin, P. A. (1940, September). Arnold J. Toynbee’s philosophy of history. School of Cooperative Individualism. Diakses 10 September 2025, dari https://cooperative-individualism.org/sorokin-pitirim_arnold-j-toynbee's-philosophy-of-history-1940-sep.pdf
Taylor & Francis. (1925). Arnold Toynbee (1889–1975). Journal of Interdisciplinary History. Diakses 10 September 2025, dari https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/00232087685310011
Toynbee, A. J. (1972). A study of history (rev. & abridg. ed., J. Caplan, Ed.). Oxford University Press & Thames & Hudson.
Toynbee, A. (1972). A study of history (One-volume ed., illustrated). Oxford University Press. Clare Hall. Diakses 10 September 2025, dari https://www.clarehall.cam.ac.uk/wp-content/uploads/2023/04/Toynbee-Selected-A-Study-of-History-1972.pdf
Toynbee, A. J. (2019). A study of history: Buku babon studi sejarah (Terj.). Desa Pustaka Indonesia.
Wikipedia. (n.d.). A study of history. Dalam Wikipedia. Diakses 10 September 2025, dari https://en.wikipedia.org/wiki/A_Study_of_History
Wikipedia. (n.d.). Arnold J. Toynbee. Dalam Wikipedia. Diakses 10 September 2025, dari https://en.wikipedia.org/wiki/Arnold_J._Toynbee



Post a Comment