Uraian Komprehensif Teori Struktural Fungsional dalam Sosiologi: Konsep, Tokoh, dan Penerapannya
I. Pengantar: Memahami Teori Struktural Fungsional
1.1 Definisi dan Asumsi Dasar Teori
Teori struktural fungsional, atau yang sering disebut fungsionalisme, adalah kerangka teoretis fundamental dalam sosiologi yang melihat masyarakat sebagai sebuah sistem kompleks. Dalam pandangan ini, setiap bagian dari sistem tersebut—baik itu institusi sosial, peran, maupun norma—bekerja sama untuk mempromosikan solidaritas, stabilitas, dan keseimbangan sosial. Asumsi dasarnya menyatakan bahwa setiap struktur dalam sistem sosial memiliki fungsi terhadap struktur lainnya. Jika suatu struktur tidak berfungsi atau tidak memberikan kontribusi yang berarti, secara alami ia akan hilang atau mengalami transformasi seiring waktu.
Fokus utama dari teori ini adalah pada unsur-unsur keteraturan, integritas, fungsi, koordinasi, dan konsensus. Fungsionalisme berpendapat bahwa masyarakat terintegrasi melalui kesepakatan nilai bersama yang memungkinkan anggotanya mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan. Setiap anggota masyarakat berinteraksi dalam struktur sosial yang saling terkait, di mana setiap elemen memiliki peran yang berkontribusi pada kelangsungan hidup sistem secara keseluruhan. Penekanan pada keseimbangan dan keharmonisan ini menjadikan teori struktural fungsional sebagai salah satu perspektif utama untuk menganalisis bagaimana masyarakat mempertahankan ketertiban sosialnya.
1.2 Analogi Organisme Biologis: Akar Konseptual Teori
Untuk memahami inti dari teori struktural fungsional, sangat penting untuk menelusuri akar konseptualnya yang berasal dari analogi organisme biologis. Dalam pandangan ini, masyarakat disamakan dengan organisme hidup, di mana setiap institusi atau struktur sosial—seperti keluarga, pendidikan, atau sistem hukum—berperan sebagai organ vital. Organ-organ ini tidak dapat berfungsi secara terpisah; mereka saling bergantung dan bekerja secara terkoordinasi untuk memastikan kelangsungan hidup "organisme" (masyarakat) secara keseluruhan. Konsepsi ini menegaskan bahwa interaksi dan ketergantungan antar bagian masyarakat adalah prasyarat yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidupnya.
Analogi biologis ini bukan sekadar metafora yang dangkal, melainkan fondasi epistemologis yang menuntun seluruh pandangan teoretis. Dengan memproyeksikan sistem biologis ke dalam analisis sosial, para pemikir struktural fungsional secara alami mengalihkan fokus mereka pada stabilitas, keseimbangan (ekuilibrium), dan peran setiap bagian dalam memelihara sistem. Kegagalan satu "organ" dapat mengancam "kesehatan" seluruh masyarakat, sehingga teori ini cenderung memandang konflik, disrupsi, dan ketidakstabilan sebagai anomali atau patologi yang harus diatasi. Penekanan pada stabilitas ini secara langsung memicu pengembangan alat analitis, seperti skema AGIL oleh Talcott Parsons, yang merupakan formalisasi dari "persyaratan fungsional" yang harus dipenuhi oleh suatu sistem agar dapat bertahan. Dengan demikian, analogi ini menjelaskan mengapa teori struktural fungsional kerap dikritik karena dianggap statis dan kurang mampu menjelaskan perubahan sosial yang radikal.
Baca Juga: Uraian Lengkap Buku The Social System Karya Talcott Parsons: Konsep, Teori, dan Analisis Mendalam
II. Kontribusi Teoretis dari Tokoh-Tokoh Sentral
2.1 Talcott Parsons: Teori Sistem Sosial dan Skema AGIL
Talcott Parsons diakui sebagai salah satu tokoh struktural fungsional modern terbesar yang secara signifikan mengembangkan kerangka teori ini. Parsons meyakini bahwa keteraturan sosial sudah tercipta dalam struktur sistem sosial itu sendiri, yang terdiri dari aktor-aktor individual yang berinteraksi dalam situasi tertentu. Ia memusatkan perhatiannya pada sistem sosial dan mencoba membangun sebuah teori sosiologi yang sistematis. Salah satu kontribusi terpentingnya adalah skema AGIL, yang merupakan kerangka analitis untuk menganalisis empat fungsi penting yang diperlukan oleh semua "sistem tindakan" agar dapat bertahan dan berfungsi secara efektif.
Empat fungsi tersebut adalah:
● Adaptation (Adaptasi - A): Sebuah sistem harus mampu menghadapi situasi eksternal yang kritis. Ini berarti sistem harus beradaptasi dengan lingkungannya dan, pada saat yang sama, menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhannya.
● Goal Attainment (Pencapaian Tujuan - G): Sebuah sistem harus mampu mendefinisikan tujuan-tujuan utamanya dan berupaya untuk mencapainya. Tujuan yang dimaksud di sini bukanlah tujuan individu, melainkan tujuan bersama anggota sistem.
● Integration (Integrasi - I): Sebuah sistem harus mampu mengatur hubungan antarbagaiannya. Fungsi ini bertugas mengelola interaksi internal dan memastikan koordinasi yang baik antar elemen-elemen sistem.
● Latency atau Pattern Maintenance (Pemeliharaan Pola - L): Sebuah sistem harus mampu menyediakan, memelihara, dan memperbaiki baik motivasi individu maupun pola-pola kultural yang membentuk dan menopang motivasi tersebut. Ini memastikan bahwa nilai-nilai inti dan identitas sistem tetap lestari.
Meskipun secara tradisional teori Parsons sering dikritik karena dianggap terlalu kaku dan fokus pada mekanisme stabilitas, skema AGIL yang ia kembangkan memiliki relevansi yang bertahan lama sebagai alat diagnostik. AGIL memungkinkan analisis tentang bagaimana sebuah sistem sosial merespons disrupsi eksternal yang signifikan. Sebagai contoh, analisis terhadap sistem pendidikan di masa pandemi COVID-19 menunjukkan bagaimana AGIL dapat digunakan untuk memetakan respons terhadap perubahan radikal.
Dalam konteks pandemi, sistem pendidikan harus melakukan Adaptasi (A) dengan beralih dari pembelajaran tatap muka ke daring (virtual meeting). Mereka berjuang untuk mencapai Goal Attainment (G), yaitu memastikan tujuan pendidikan—agar siswa tetap mendapatkan hak belajar mereka—tercapai di tengah keterbatasan. Untuk mencapai ini, diperlukan Integrasi (I) antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan siswa melalui kebijakan pendukung seperti bantuan kuota internet. Terakhir, sistem berupaya untuk mempertahankan Latensi (L) dengan menekankan pada pemeliharaan nilai-nilai kedisiplinan meskipun proses pembelajaran tidak dilakukan di sekolah.
Penerapan ini menunjukkan bahwa AGIL tidak statis dalam praktiknya. Ia mungkin tidak menjelaskan mengapa pandemi terjadi, tetapi ia adalah kerangka yang sangat efektif untuk menganalisis bagaimana sebuah sistem sosial bereaksi dan berupaya mempertahankan kelangsungan hidupnya di bawah tekanan. Dengan demikian, relevansi AGIL terletak pada perannya sebagai alat untuk memahami resiliensi sebuah sistem, menunjukkan bahwa kritik tentang sifat "statis" teori mungkin terlalu menyederhanakan fungsinya.
2.2 Robert K. Merton: Modifikasi dan Analisis Fungsionalisme
Robert K. Merton adalah tokoh lain yang berkontribusi besar dalam menyempurnakan teori struktural fungsional. Merton tidak sependapat dengan kecenderungan Parsons yang cenderung beranggapan bahwa semua institusi sosial secara inheren bersifat baik atau fungsional bagi masyarakat. Sebaliknya, Merton mengakui bahwa suatu institusi atau praktik sosial dapat memiliki konsekuensi yang tidak berfungsi atau bahkan merugikan, yang ia sebut sebagai "disfungsi". Ia mendesak para sosiolog untuk secara aktif mengidentifikasi aspek-aspek disfungsional ini.
Merton memperkenalkan tiga konsep kunci untuk memperkaya analisis fungsionalisme:
● Fungsi Manifes (Manifest Function): Merupakan konsekuensi yang disengaja, diharapkan, dan diakui dari suatu tindakan sosial atau institusi.
● Fungsi Laten (Latent Function): Merupakan konsekuensi yang tidak disengaja atau tidak terduga dari suatu tindakan sosial atau institusi.
● Disfungsi (Dysfunction): Merupakan konsekuensi negatif yang muncul dan dapat menurunkan tingkat adaptasi atau penyesuaian suatu sistem, sehingga mengganggu keseimbangan.
Baca Juga: Analisis Teori Sosial dan Struktur Sosial Robert K. Merton: Kajian Komprehensif Pemikiran Sosiologi
Melalui kontribusi ini, Merton membuat fungsionalisme menjadi lebih fleksibel dan realistis. Analisisnya mengakui kompleksitas realitas sosial, di mana sebuah tindakan bisa memiliki konsekuensi yang diinginkan (manifes), tidak diinginkan namun positif (laten), atau bahkan merusak (disfungsi).
III. Analisis Konsep-Konsep Kunci Lainnya
3.1 Struktur dan Fungsi
Dua konsep sentral yang membentuk nama teori ini adalah "struktur" dan "fungsi". Struktur merujuk pada komponen atau bagian-bagian yang membentuk suatu sistem. Dalam masyarakat, ini mencakup institusi sosial seperti keluarga, sistem pendidikan, pemerintah, dan ekonomi. Setiap struktur ini memiliki posisi yang relatif tetap dan stabil dalam sistem sosial.
Sementara itu, fungsi berkaitan dengan peran atau kontribusi yang diberikan oleh setiap komponen tersebut untuk mencapai tujuan sistem secara keseluruhan. Teori ini berpendapat bahwa setiap elemen masyarakat yang ada memiliki fungsi, yaitu memberikan sumbangan pada bertahannya struktur tersebut sebagai sebuah sistem. Cara sebuah struktur berfungsi menjadi sasaran penjelasan utama teori struktural fungsional.
3.2 Konsensus Nilai dan Keseimbangan (Equilibrium)
Konsep fundamental lainnya dalam teori ini adalah konsensus nilai. Fungsionalisme struktural berasumsi bahwa masyarakat terintegrasi berdasarkan nilai-nilai bersama yang disepakati oleh anggotanya. Nilai-nilai ini menjadi perekat sosial yang mampu mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan, sehingga tercipta keteraturan dan harmoni.
Terkait dengan konsensus nilai, teori ini berfokus pada keseimbangan sosial (social equilibrium), yaitu kondisi di mana masyarakat berada dalam keadaan stabil dan harmonis. Setiap bagian dari sistem sosial bekerja sama secara teratur untuk menjaga kondisi ini. Pandangan ini melihat individu sebagai abstraksi yang memainkan peran dalam membentuk lembaga-lembaga atau struktur sosial sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Konsensus nilai, yang ditekankan oleh perspektif ini, secara implisit menjelaskan bagaimana masyarakat mempertahankan ketertiban sosialnya. Namun, pandangan ini juga rentan terhadap kritik karena cenderung mengabaikan bagaimana kekuasaan dan paksaan digunakan untuk memaksakan konsensus pada kelompok-kelompok yang tersubordinasi. Teori ini cenderung berasumsi bahwa konsensus ada secara sukarela, mengabaikan potensi adanya kontrol sosial atau indoktrinasi yang membentuk "kesepakatan" tersebut.
IV. Kritik dan Keterbatasan Teori Struktural Fungsional
4.1 Kritik Terhadap Perspektif Klasik (Durkheim & Parsons)
Meskipun memiliki pengaruh yang luas, teori struktural fungsional tidak luput dari kritik yang signifikan. Salah satu kritik utama terhadap perspektif klasik yang dikembangkan oleh Durkheim dan Parsons adalah penekanannya yang berlebihan pada stabilitas dan keteraturan, yang berakibat pada kurangnya perhatian terhadap konflik dan perubahan sosial yang cepat. Teori ini cenderung memandang masyarakat sebagai entitas yang statis dan seimbang, di mana setiap elemen masyarakat berperan dalam menjaga stabilitasnya. Akibatnya, ia memiliki kesulitan dalam menjelaskan fenomena sosial yang bersifat revolusioner atau perubahan mendadak.
Selain itu, teori ini dikritik karena melakukan "reifikasi" masyarakat, yaitu memperlakukannya seolah-olah masyarakat adalah entitas nyata yang memiliki kebutuhan dan tujuan sendiri, terlepas dari individu yang membentuknya. Pandangan ini membatasi individu, seolah-olah mereka hanya sekadar "pemain peran" yang terikat oleh kekuatan budaya dan sosial.
4.2 Kritik terhadap Perspektif Merton
Meskipun Robert K. Merton berupaya memperbaiki teori ini dengan memperkenalkan konsep disfungsi, teorinya pun masih menerima kritik. Salah satu kelemahan yang diidentifikasi adalah bahwa teori Merton, meskipun telah mengakui adanya konsekuensi negatif, masih terlalu fokus pada keseimbangan sosial dan kurang mempersiapkan analisis untuk potensi konflik sosial yang mendalam. Teori ini cenderung melihat konflik sebagai sesuatu yang harus dikelola atau sebagai akibat dari disfungsi, bukan sebagai kekuatan pendorong utama yang dapat mengubah struktur masyarakat secara fundamental.
4.3 Keterbatasan dalam Menjelaskan Konflik dan Perubahan
Keterbatasan utama teori struktural fungsional adalah "titik buta" teoretisnya terhadap konflik dan perubahan radikal. Ini bukan sekadar kelemahan, tetapi merupakan konsekuensi logis dari asumsi dasarnya. Jika masyarakat adalah sebuah organisme yang berjuang untuk stabilitas, maka konflik dipandang sebagai penyakit atau disfungsi yang harus dikelola, bukan sebagai kekuatan yang dapat mendorong kemajuan atau perubahan. Pandangan ini secara fundamental bertolak belakang dengan Teori Konflik yang melihat persaingan dan pertentangan sebagai ciri dasar kehidupan sosial dan sebagai mesin penggerak perubahan.
Keterbatasan ini menunjukkan bahwa teori struktural fungsional lebih cocok untuk menganalisis bagaimana sistem mempertahankan diri mereka dan merespons tantangan, tetapi tidak efektif untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa perubahan struktural yang mendasar (misalnya, revolusi atau pergerakan sosial) terjadi.
V. Perbandingan Teoretis dalam Sosiologi
Untuk memahami posisi teori struktural fungsional secara lebih utuh, penting untuk membandingkannya dengan dua perspektif utama lainnya dalam sosiologi: Teori Konflik dan Teori Interaksionisme Simbolik.
5.1 Struktural Fungsionalisme vs. Teori Konflik
Struktural fungsionalisme dan Teori Konflik adalah dua perspektif makro yang menawarkan pandangan yang sangat berbeda tentang masyarakat.
Struktural Fungsionalisme menekankan pada stabilitas, konsensus nilai, dan keterkaitan fungsional antar elemen masyarakat. Teori ini berpendapat bahwa setiap bagian masyarakat memiliki peran tertentu yang berkontribusi pada harmoni keseluruhan. Sebaliknya, Teori Konflik (yang dikembangkan oleh tokoh seperti Karl Marx) menyoroti perjuangan kelas, ketidaksetaraan, dan konflik sebagai kekuatan pendorong utama perubahan sosial. Teori ini melihat masyarakat sebagai arena di mana kelompok-kelompok yang berbeda bersaing untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas.
Baca Juga: Uraian Komprehensif Teori Konflik dalam Sosiologi: Konsep, Tokoh, dan Relevansinya di Era Modern
5.2 Struktural Fungsionalisme vs. Teori Interaksionisme Simbolik
Perbandingan antara kedua teori ini terletak pada level analisis. Struktural Fungsionalisme adalah perspektif makro yang menganalisis masyarakat sebagai keseluruhan, fokus pada struktur dan institusi sosial. Di sisi lain, Teori Interaksionisme Simbolik adalah perspektif mikro yang fokus pada interaksi tatap muka antarindividu dan bagaimana makna diciptakan dan dimodifikasi melalui komunikasi.
Interaksionisme Simbolik dikritik karena terlalu memperhatikan kehidupan individu sehari-hari dan cenderung mengabaikan struktur sosial yang lebih besar. Sebaliknya, Struktural Fungsionalisme cenderung mengabaikan bagaimana individu secara sadar membentuk makna dan tindakan, melihatnya lebih sebagai abstraksi yang menjalankan peran yang sudah ditentukan.
Tabel berikut meringkas perbandingan ketiga teori ini secara lebih rinci:
VI. Relevansi dan Aplikasi Kontemporer
6.1 Aplikasi dalam Institusi Sosial (Pendidikan & Keluarga)
Meskipun usianya sudah puluhan tahun, teori struktural fungsional tetap relevan sebagai kerangka untuk menganalisis institusi-institusi sosial. Dalam konteks pendidikan, teori ini menekankan bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai sarana sosialisasi, di mana ia tidak hanya mewariskan budaya dan nilai-nilai, tetapi juga membuka wawasan baru dan mengubah orientasi berpikir. Pendidikan juga berfungsi sebagai ajang seleksi dan alokasi, di mana individu yang berprestasi dapat memperoleh kesempatan yang lebih baik di dunia kerja.
Sementara itu, keluarga dipandang sebagai institusi sosial yang fundamental dan sistem sosial terkecil. Keluarga memainkan peran penting sebagai lembaga pendidikan pertama yang membentuk kepribadian, memberikan dasar pendidikan sosial dan agama, serta mendukung pendidikan formal di sekolah. Dalam kerangka fungsionalisme, setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsi masing-masing—mulai dari peran ekonomi, sosialisasi anak, hingga penyediaan perlindungan dan kasih sayang—yang harus dijalankan agar keluarga sebagai sebuah sistem dapat berfungsi dengan baik.
6.2 Studi Kasus: Analisis Perubahan Sistem Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19
Salah satu contoh paling konkret dan modern dari relevansi teori ini adalah analisis perubahan sistem pembelajaran selama pandemi COVID-19. Peristiwa ini menunjukkan bahwa fungsionalisme struktural tidak hanya relevan untuk masyarakat yang stabil, tetapi juga dapat menjadi alat yang kuat untuk menganalisis bagaimana sistem sosial merespons krisis. Analisisnya dapat dilakukan menggunakan skema AGIL Parsons.
● Adaptation (A): Sistem pendidikan harus beradaptasi dengan situasi eksternal yang mengancam, yaitu pandemi. Responnya adalah perubahan dari pembelajaran tatap muka menjadi sistem pembelajaran daring (dalam jaringan).
● Goal Attainment (G): Meskipun metode pembelajaran berubah, tujuan inti dari pendidikan, yaitu memastikan siswa dan mahasiswa tetap mendapatkan hak mereka untuk memperoleh pengetahuan dan mengembangkan diri, harus tetap tercapai.
● Integration (I): Kebutuhan akan integrasi menjadi sangat jelas. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, harus bekerja sama dengan sekolah dan kampus untuk membuat kebijakan yang mempermudah proses pembelajaran daring, seperti pemberian bantuan kuota internet.
● Latency (L): Meskipun tidak ada di ruang kelas, para siswa dan mahasiswa harus tetap mempertahankan nilai-nilai disiplin dan budaya belajar yang penting bagi kelangsungan sistem pendidikan itu sendiri.
Studi kasus ini membuktikan bahwa fungsionalisme struktural dapat menjadi teori yang tangguh untuk menganalisis respons suatu sistem terhadap disrupsi. Alih-alih melihatnya sebagai teori yang hanya menjelaskan status quo, aplikasi ini menunjukkan bahwa fungsionalisme adalah teori resiliensi sistem. Fokusnya pada "fungsi" dan "kebutuhan" memungkinkan para analis untuk mengukur efektivitas respons suatu sistem terhadap krisis, menjadikan relevansinya jauh lebih bernuansa daripada yang diakui oleh para kritikus klasik.
VII. Kesimpulan: Warisan dan Relevansi Abadi
Teori struktural fungsional, yang berakar dari analogi organisme biologis, telah berkembang menjadi salah satu kerangka teoretis paling penting dan berpengaruh dalam sosiologi. Meskipun kritik terhadapnya, terutama terkait keterbatasan dalam menjelaskan konflik dan perubahan radikal, tidak dapat diabaikan, kontribusi utama dari tokoh-tokoh seperti Talcott Parsons dan Robert K. Merton telah meletakkan fondasi bagi analisis sistem sosial yang komprehensif.
Parsons, melalui skema AGIL, menyediakan alat diagnostik yang sistematis untuk memahami persyaratan fungsional suatu sistem untuk bertahan hidup. Sementara itu, Merton memperkaya teori ini dengan pengenalan konsep disfungsi serta fungsi manifes dan laten, menjadikannya lebih realistis dan aplikatif terhadap kerumitan dunia nyata.
Pada akhirnya, warisan abadi dari teori struktural fungsional terletak pada perannya sebagai kerangka yang tak tergantikan untuk menganalisis mekanisme keteraturan, integrasi, dan stabilitas dalam masyarakat. Meskipun teori konflik menawarkan pandangan yang berlawanan dan teori interaksionisme simbolik beroperasi pada level yang berbeda, ketiganya secara kolektif menyediakan lensa yang komprehensif untuk memahami dinamika sosial. Oleh karena itu, terlepas dari kritik yang ada, teori struktural fungsional tetap menjadi pilar fundamental yang relevan dalam studi sosiologi kontemporer, terutama untuk menganalisis bagaimana masyarakat sebagai sebuah sistem dapat mempertahankan dirinya dan beradaptasi dengan berbagai tantangan internal maupun eksternal.
Karya yang dikutip
-
Wikipedia contributors. (2025, August 19). Structural functionalism. In Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Structural_functionalism
-
Conference UIN Sunan Kalijaga. (n.d.). Pemahaman terhadap struktural fungsional dalam konteks pendidikan Islam. UIN Sunan Kalijaga. https://conference.uin-suka.ac.id/index.php/Pic/article/download/1350/859/2603
-
UIN Sunan Ampel Surabaya. (n.d.). BAB II Teori struktural fungsional. http://digilib.uinsa.ac.id/5910/4/Bab%202.pdf
-
IAIN Kediri. (n.d.). Landasan teori: Teori fungsionalisme struktural. https://etheses.iainkediri.ac.id/1819/3/933703815%20bab2.pdf
-
Universitas Terbuka. (n.d.). Perspektif teori sosiologi – Modul 1. https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/SOSI430703-M1.pdf
-
Jurnal Tsurayya. (n.d.). Teori sosial struktural fungsional dalam pengembangan pendidikan Islam. STAIM Mempawah. http://jurnal.staimempawah.ac.id/index.php/tsurayya/article/download/137/123/901
-
Jurnal Komunikasi Digital. (n.d.). Teori utama sosiologi komunikasi (fungsionalisme struktural, teori konflik, interaksi simbolik). https://jkd.komdigi.go.id/index.php/mkm/article/view/4525/1600
-
Gramedia Literasi. (n.d.). Pengertian teori struktural fungsional menurut beberapa ahli. https://www.gramedia.com/literasi/teori-struktural-fungsional/
-
UPI. (n.d.). Perubahan sosial masyarakat dalam perspektif sosiologi Talcott Parsons di era new normal. Sosietas: Jurnal Pendidikan Sosiologi. https://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/viewFile/36088/15470
-
UIN Sunan Ampel. (n.d.). Bab II: Talcott Parsons—Teori struktural fungsional. http://digilib.uinsa.ac.id/3955/2/BAB%20%20II.pdf
-
Fatmawati, D. (n.d.). Struktural fungsional sistem …. Jurnal Analisa Sosiologi, Universitas Sebelas Maret. https://jurnal.uns.ac.id/jas/article/download/58113/35474
-
Universitas Padjadjaran. (n.d.). Fungsi kelompok usaha berkah bersama (Kubbe) dalam pemberdayaan pemuda. Sosioglobal: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Sosiologi. https://jurnal.unpad.ac.id/sosioglobal/article/download/48391/20476
-
Universitas Tribakti. (n.d.). Pluralisme agama perspektif teori strukturalisme fungsional dan interaksionisme simbolik. https://ejournal.uit-lirboyo.ac.id/index.php/tribakti/article/view/476
-
JurnalPost. (n.d.). Kritik struktural fungsionalisme. https://jurnalpost.com/kritik-struktural-fungsionalisme/42880/
-
Gauth. (n.d.). Perbandingan antara teori konflik dan teori fungsionalisme struktural. https://www.gauthmath.com/solution/1807105368460421/Carilah-informasi-tentang-perbandingan-antara-teori-konflik-dan-teori-fungsional
-
SlideShare. (n.d.). Teori struktural-fungsional & konflik [PowerPoint slides]. https://www.slideshare.net/slideshow/teori-struktural-fungsional-konflik-1-pptx/272294080
-
Universitas STEKOM. (n.d.). Teori interaksi simbolik. https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Teori_interaksi_simbolik
-
Cendekia. (n.d.). Pendidikan dalam perspektif struktural fungsional. https://cendekia.soloclcs.org/index.php/cendekia/article/download/136/135/259
-
Scribd. (n.d.). Peran keluarga dalam mendidik anak menurut teori struktural fungsionalisme. https://id.scribd.com/document/537307701/Peran-Keluarga-dalam-mendidik-anak-menurut-teori-Struktural-Fungsionalisme
Scribd. (n.d.). Kelompok 6: Teori struktural fungsional. https://id.scribd.com/document/567897965/Kelompok-6-Teori-Struktural-Fungsional



Post a Comment