Fenomena Purbaya Effect: Analisis Struktural dengan Teori Pilihan Rasional dan Pertukaran Sosial

Table of Contents

Fenomena Purbaya Effect
I. Pendahuluan: Purbaya Effect sebagai Anomali Socio-Ekonomi

Fenomena "Purbaya Effect" telah menjadi subjek analisis intensif, tidak hanya dalam disiplin ekonomi makro, tetapi juga dalam lensa sosiologi yang berfokus pada dinamika pilihan rasional dan pertukaran sosial. Istilah ini merangkum gaya komunikasi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang dikenal "blak-blakan" serta serangkaian kebijakan fiskal agresif yang diluncurkan tak lama setelah pelantikannya pada September 2025. Kebijakan ini, yang mencakup injeksi likuiditas hingga Rp200 triliun dan paket stimulus besar (disebut "8+4+5"), menandai pergeseran paradigma yang fundamental dalam pengelolaan fiskal nasional—dari prinsip kehati-hatian yang konservatif menjadi pendekatan yang ekspansif dan intervensif.

Pergeseran ini segera memicu polarisasi di pasar. Dampak dari Purbaya Effect digambarkan sebagai "pedang bermata dua". Di satu sisi, tercipta ketidakpastian signifikan bagi investor portofolio global yang memprioritaskan stabilitas makroekonomi. Di sisi lain, hal ini membangkitkan harapan besar bagi pelaku sektor riil yang mendambakan stimulus pertumbuhan dan ketersediaan kredit murah. Lebih jauh, kebijakan domestik ini memiliki implikasi geopolitik dan ekonomi global, mengguncang persepsi global dan memaksa lembaga keuangan internasional seperti IMF untuk mencatat perlunya Indonesia menjaga kredibilitas fiskal agar tidak kehilangan kepercayaan pasar.

1.1. Justifikasi Penggunaan Teori Pilihan Rasional dan Pertukaran

Analisis sosiologis yang menggunakan kerangka Teori Pilihan Rasional (Rational Choice Theory/RCE) dan Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory/SET) sangat penting untuk memahami fenomena Purbaya Effect. Kerangka ini menolak pandangan bahwa pasar adalah entitas monolitik yang bereaksi secara seragam, sebaliknya, ia memandang pasar (tingkat Makro) sebagai agregasi dari tindakan individu (tingkat Mikro) yang memilih secara rasional.

Dengan menerapkan RCE dan SET, analisis ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi Aktor Rasional, yaitu kelompok-kelompok dengan preferensi utilitas yang kontradiktif (investor portofolio versus sektor riil); (2) Memetakan Kausalitas, menjelaskan secara struktural bagaimana sinyal Makro yang agresif diterjemahkan menjadi respons Mikro yang terpolarisasi; dan (3) Mengintegrasikan Variabel Non-Ekonomi, menganalisis peran kredibilitas Menkeu dan narasi kebijakan sebagai bentuk sumber daya sosial atau kekuasaan.

Fluktuasi pasar dan volatilitas tinggi yang menyertai Purbaya Effect bukanlah sekadar anomali atau kegagalan pasar. Sebaliknya, fenomena ini dapat dijelaskan sebagai manifestasi logis dari agregasi keputusan rasional yang didasarkan pada definisi utilitas yang saling bertentangan. Ketika kebijakan makro (stimulus/risiko) memberikan imbalan tinggi kepada satu kelompok (sektor riil) dan biaya tinggi kepada kelompok lain (investor portofolio), volatilitas yang dihasilkan adalah hasil yang diharapkan dari pilihan-pilihan yang berbeda tersebut.

II. Kerangka Konseptual: Pilar-Pilar Teori Pilihan Rasional dan Pertukaran

Untuk menganalisis Purbaya Effect secara komprehensif, laporan ini mengacu pada kerangka inti dari tiga pemikir utama yang masing-masing menyumbangkan perspektif unik terhadap hubungan antara individu dan struktur sosial.

2.1. Teori Pilihan Rasional James S. Coleman: Struktur dan Kausalitas

Coleman, dalam karyanya Foundations of Social Theory, mencoba mensintesis dua tradisi intelektual: prinsip pilihan rasional individu (dari ekonomi neo-klasik) dan konsepsi sosiologis tentang tindakan kolektif. Inti dari teori Coleman adalah asumsi bahwa individu bertindak secara independen dan mementingkan diri sendiri untuk memaksimalkan utilitas, namun tindakan ini selalu "dibentuk, dibatasi, dan diarahkan oleh konteks sosial".

Aktor dan Sumber Daya: Dalam konteks ini, Aktor dapat berupa individu (investor, pemilik bisnis) atau entitas kolektif (Pemerintah/Kemenkeu). Aktor memiliki kepentingan dalam dan kontrol atas Sumber Daya, seperti kebijakan fiskal, likuiditas, dan stabilitas. Coleman juga membahas konsep penting mengenai Hak untuk Bertindak (Rights to Act), yaitu bagaimana hak dialokasikan dan ditransfer dalam sistem sosial.

Modal Sosial dan Kredibilitas: Coleman mengarusutamakan konsep Modal Sosial, mendefinisikannya berdasarkan fungsinya: sebagai aspek struktur sosial yang memfasilitasi tindakan aktor di dalamnya. Kredibilitas Menkeu Purbaya, yang membuat pasar mendengarkan dan bereaksi, berfungsi sebagai modal sosial yang sangat kuat.

Diagram Perahu Coleman (The Bathtub Diagram): Alat konseptual utama Coleman adalah diagram yang memformalkan hubungan kausalitas Makro-Mikro-Makro, yang akan digunakan untuk membedah Purbaya Effect:
1. Panah 1 (Makro ke Mikro): Bagaimana struktur sosial atau fenomena makro (kebijakan fiskal agresif) memengaruhi situasi tindakan individu.
2. Panah 2 (Mikro): Bagaimana individu bertindak rasional (membuat pilihan untuk memaksimalkan utilitas) dalam situasi yang telah dimodifikasi tersebut.
3. Panah 3 (Mikro ke Makro): Bagaimana agregasi tindakan individu ini pada gilirannya menghasilkan fenomena makro yang baru (guncangan pasar/volatilitas).

2.2. Teori Pertukaran Sosial Elementer George C. Homans: Motivasi Perilaku

George Homans berpendapat bahwa perilaku sosial dasar dapat dijelaskan melalui masalah-masalah pertukaran elementer yang berakar pada psikologi individual. Modelnya mengadopsi prinsip dasar ilmu ekonomi—bahwa individu dimotivasi untuk memaksimalkan Imbalan (Reward) dan meminimalkan Biaya (Cost), sehingga mencapai keuntungan (Profit) terbesar.

Proposisi Kunci: Proposisi Nilai menekankan bahwa semakin bernilai suatu imbalan, makin sering tindakan yang menghasilkan imbalan tersebut akan dilakukan. Sebaliknya, Proposisi Deprivasi-Satiasi menjelaskan bahwa semakin sering suatu individu menerima imbalan, makin berkurang nilainya (satiasi), dan jika ia tidak menerima imbalan yang diharapkan, ia mungkin bereaksi dengan emosi negatif atau agresi (deprivasi). Selain itu, aktor mengharapkan ekuitas dalam pertukaran—yaitu, imbalan yang setara untuk biaya yang setara.

2.3. Teori Pertukaran dan Kekuasaan Peter M. Blau: Dimensi Non-Ekonomi

Peter M. Blau memperluas SET, terutama pada dimensi non-ekonomi dan bagaimana pertukaran sosial menghasilkan struktur sosial, terutama Kekuasaan.

Pertukaran Sosial vs. Ekonomi: Blau membedakan pertukaran sosial dari pertukaran ekonomi dengan menyatakan bahwa imbalan sosial (seperti persetujuan, pengakuan, atau kepercayaan) bersifat ambigu dan nilainya tidak dapat diukur secara kuantitatif. Dalam konteks politik fiskal, kredibilitas dan janji pertumbuhan masuk dalam kategori imbalan sosial ini.

Egoisme Terselubung dan Kekuasaan: Blau melihat bahwa di balik "altruisme yang tampak" (misalnya, pemerintah memberikan stimulus) tersembunyi motif mementingkan diri sendiri (egoisme), yaitu harapan untuk mendapatkan persetujuan sosial atau legitimasi. Kekuasaan muncul dari ketidakseimbangan pertukaran, di mana satu pihak (Menkeu) memiliki monopoli atas sumber daya atau layanan yang sangat diinginkan (kebijakan, likuiditas). Pihak yang membutuhkan dan tidak memiliki alternatif akan tunduk, mematuhi kehendak pihak yang berkuasa.

Legitimasi dan Konflik: Kekuasaan menjadi stabil ketika dianggap legitimasi—pihak yang tunduk setuju bahwa manfaat yang mereka peroleh melebihi biaya yang mereka tanggung. Namun, jika manfaat tidak sebanding, individu merasa dieksploitasi, yang memicu oposisi dan konflik. Blau melihat konflik bukan sebagai anomali, tetapi sebagai "kekuatan dinamis yang kontras" yang integral dalam dinamika struktural, mendorong perubahan.

III. Analisis Coleman: Purbaya Effect melalui Kacamata Kausalitas Mikro-Makro

Penerapan Diagram Perahu Coleman memungkinkan kita untuk memecah secara sistematis bagaimana kebijakan fiskal Purbaya diterjemahkan dari level Makro ke aksi individu (Mikro), dan kembali lagi ke hasil a→gregat (Makro).

3.1. Panah 1: Struktur Fiskal Agresif Memodifikasi Aksi Individu (Makro→Mikro)

Struktur Makro awal yang diubah adalah kebijakan fiskal nasional, yang beralih dari kehati-hatian (sebelum September 2025) ke pendekatan ekspansif Purbaya. Kebijakan ini, yang mencakup injeksi likuiditas besar, secara drastis mengubah kondisi batas bagi aktor mikro.

Dampak pada Sumber Daya dan Nilai Tukar: Struktur baru ini, yang ditandai dengan likuiditas melimpah namun risiko inflasi dan boom-bust cycle yang tinggi, mengubah nilai relatif dari Sumber Daya yang dikontrol aktor. Stabilitas makroekonomi, sumber daya yang sangat dihargai oleh investor portofolio (yang mencari hasil jangka panjang yang dapat diprediksi), mengalami devaluasi. Sebaliknya, ketersediaan Kredit Murah dan Stimulus Pertumbuhan mengalami revaluasi drastis bagi pelaku sektor riil.

Perubahan Rights to Act dan Biaya Free-Rider: Pergeseran paradigma fiskal Purbaya merupakan pengalihan Hak untuk Bertindak (mengalokasikan risiko makro) dari mekanisme pasar (yang menekankan konsensus stabilitas) kepada pemerintah (melalui intervensi agresif). Dengan mengalihkan hak ini, terjadi peningkatan risiko free-rider problem. Sektor riil menikmati imbalan langsung dari stimulus (seperti peningkatan aktivitas manufaktur), sementara biaya yang terkait dengan risiko boom-bust cycle, defisit, dan potensi inflasi ditanggung secara kolektif oleh seluruh masyarakat, termasuk oleh investor yang menghindari risiko. Struktur makro yang baru ini telah mendivergensi situasi tindakan individu berdasarkan preferensi risiko mereka.

3.2. Panah 2: Aksi Rasional Individu di Tengah Ketidakpastian (Mikro)

Dalam situasi yang dimodifikasi oleh kebijakan agresif Purbaya, aktor-aktor mikro membuat pilihan rasional berdasarkan preferensi utilitas yang mereka miliki:
1. Rasionalitas Investor Portofolio: Karena Panah 1 telah meningkatkan biaya ketidakpastian dan devaluasi stabilitas, keputusan rasional investor yang memprioritaskan konservatisme adalah menarik modal, mengurangi eksposur, atau menjual aset. Tindakan ini bertujuan untuk memaksimalkan utilitas mereka dengan cara meminimalkan potensi kerugian dari risiko sistemik yang tidak mereka harapkan.
2. Rasionalitas Pelaku Sektor Riil: Dengan ketersediaan likuiditas besar dan sinyal tegas dari pemerintah bahwa pertumbuhan adalah prioritas, utilitas yang diharapkan dari investasi dan ekspansi jauh melampaui biaya risiko yang dipersepsikan. Keputusan rasional mereka adalah memanfaatkan kredit murah untuk ekspansi usaha, mendongkrak optimisme sektor riil.

3.3. Panah 3: Agregasi Aksi Menghasilkan Guncangan Pasar (Mikro→Makro)

Fenomena Purbaya Effect (sebagai hasil Makro baru) muncul dari agregasi tindakan individu yang terpolarisasi. Ketika investor portofolio secara simultan mengurangi kepemilikan aset (aksi jual) sementara sektor riil meningkatkan permintaan modal dan ekspansi, hasilnya adalah volatilitas pasar yang tinggi, tekanan pada nilai tukar Rupiah, dan masuknya Indonesia ke dalam radar analisis risiko lembaga keuangan internasional.

Fenomena agregasi ini menciptakan Makro yang baru: pasar global melihat Purbaya Effect sebagai "studi kasus: bagaimana satu kebijakan domestik bisa mengguncang persepsi global, bahkan sebelum hasilnya terlihat". Ini adalah bukti nyata bagaimana tindakan rasional individu yang berbeda, ketika dikumpulkan, menghasilkan struktur sosial yang sangat dinamis dan berisiko tinggi.

3.4. Model Kausalitas Mikro-Makro Purbaya Effect (Coleman's Boat)

Model berikut memvisualisasikan mekanisme kausalitas yang menjelaskan guncangan pasar Purbaya Effect, sesuai kerangka Coleman.

Model Kausalitas Mikro-Makro Purbaya Effect (Coleman's Boat)

Model Kausalitas Mikro-Makro Purbaya Effect

IV. Analisis Homans: Kalkulasi Biaya, Imbalan, dan Respon Diferensial

Homans menyediakan lensa untuk memahami motivasi psikologis yang mendasari keputusan rasional yang divergen dalam Purbaya Effect, berfokus pada kalkulasi Biaya dan Imbalan.

4.1. Kalkulasi Utilitas yang Berlawanan

Purbaya Effect menciptakan dua kelompok aktor utama dengan kalkulasi Profit yang bertentangan:
1. Investor Portofolio: Kelompok ini menganggap Biaya Ketidakpastian dan risiko boom-bust cycle yang diakibatkan kebijakan agresif lebih besar daripada Imbalan potensi pertumbuhan jangka pendek. Dalam kalkulasi Homans, Profit = Rewards - Costs < 0. Karena hasilnya negatif, pilihan yang rasional adalah mengakhiri atau mengurangi pertukaran (yaitu, keluar dari pasar atau mengurangi eksposur risiko).
2. Pelaku Sektor Riil: Sebaliknya, kelompok ini menganggap Imbalan Stimulus (kredit murah, peningkatan daya beli, dan optimisme 3) jauh melebihi Biaya risiko yang dipersepsikan. Kalkulasi Profit > 0. Pilihan rasional adalah meningkatkan interaksi dan kegiatan, memperkuat sinyal positif "Optimisme Purbaya".

Perbedaan kalkulasi ini menjelaskan mengapa Purbaya Effect menghasilkan polarisasi sentimen yang begitu tajam.

4.2. Deprivasi dan Agresi sebagai Reaksi Pasar

Teori Homans membantu menjelaskan mengapa respons pasar terhadap Menkeu Purbaya dapat tampak "agresif" atau negatif, terutama dari sisi investor portofolio.

Investor portofolio mengalami Deprivasi karena mereka tidak menerima imbalan yang mereka harapkan (stabilitas, kehati-hatian fiskal). Mereka merasa tidak mendapatkan ekuitas—mereka menanggung biaya risiko yang tinggi tetapi tidak menerima imbalan yang setara.

Menurut Proposisi Deprivasi-Satiasi Homans, respons terhadap deprivasi adalah perilaku yang bersifat emosional negatif. Dalam konteks pasar, hal ini termanifestasi sebagai Agresi Pasar, yaitu penarikan modal, aksi jual massal, atau spekulasi negatif yang secara kolektif meningkatkan volatilitas. Agresi ini merupakan upaya rasional untuk menghindari kerugian lebih lanjut, yang merupakan respon psikologis terhadap situasi yang dianggap tidak adil.

4.3. Penguatan Stimulus (Proposisi Sukses)

Purbaya Effect adalah serangkaian kebijakan stimulus yang dirancang untuk mencapai kesuksesan ekonomi makro jangka pendek. Menurut Proposisi Sukses Homans, tindakan yang dihargai (berhasil) cenderung diulang. Jika kebijakan stimulus Purbaya berhasil, misalnya, dalam mendorong aktivitas manufaktur atau indeks PMI, perilaku ini akan diperkuat:
1. Penguatan Tindakan Sektor Riil: Pelaku sektor riil yang mendapatkan imbalan dari ekspansi akan mengulang tindakan ekspansi tersebut.
2. Penguatan Tindakan Pemerintah: Menteri Keuangan akan termotivasi untuk mengulang atau bahkan meningkatkan kebijakan agresif serupa di masa depan, karena tindakan tersebut menghasilkan persetujuan (imbalan sosial) dan pertumbuhan (imbalan ekonomi).

Namun, penguatan perilaku yang didasarkan pada Proposisi Sukses ini berpotensi menciptakan siklus perilaku berisiko tinggi di tingkat Makro. Pengulangan stimulus tanpa kalkulasi makro yang matang meningkatkan risiko boom-bust cycle. Dengan demikian, keberhasilan jangka pendek Purbaya Effect justru memperkuat siklus yang rentan secara struktural, karena aktor cenderung mengulang tindakan yang berhasil tanpa sepenuhnya memperhitungkan biaya jangka panjang yang terakumulasi.

V. Analisis Blau: Kekuasaan, Kredibilitas, dan Legitimasi Fiskal

Peter Blau membantu memindahkan analisis dari kalkulasi individual (Homans) ke tingkat bagaimana pertukaran sosial menciptakan dan menstabilkan struktur kekuasaan.

5.1. Kredibilitas sebagai Sumber Daya Pertukaran Sosial

Purbaya Effect tidak hanya didorong oleh uang (stimulus) tetapi oleh narasi dan figur Menteri Keuangan. Kredibilitas Menkeu adalah sumber daya yang memungkinkan guncangan pasar. Kredibilitas ini adalah contoh sempurna dari Imbalan Sosial: nilainya tidak dapat diukur secara pasti, tetapi memiliki daya untuk menggerakkan pasar.

Menkeu, sebagai Aktor Strategis, menawarkan imbalan ekstrinsik (likuiditas, stimulus) dan intrinsik (harapan, kepercayaan) sebagai balasan atas kepatuhan pasar, persetujuan, dan stabilitas politik. Blau akan melihat tindakan Menkeu ini sebagai bentuk "egoisme terselubung," yaitu pengejaran legitimasi dan persetujuan sosial yang pada akhirnya memperkuat posisi politiknya.

5.2. Kemunculan Kekuasaan dari Ketidakseimbangan Pertukaran

Kekuasaan Purbaya dalam memengaruhi pasar global dan domestik tidak berasal dari paksaan fisik, tetapi dari ketidakseimbangan pertukaran yang mendalam.

Monopoli Sumber Daya: Menteri Keuangan memegang posisi struktural unik yang memberinya monopoli atas kontrol kebijakan fiskal, alokasi likuiditas, dan narasi ekonomi otoritatif. Sumber daya ini sangat didambakan oleh bank dan sektor riil.

Model Ketergantungan-Kekuasaan: Blau mengadopsi skema Power-Dependence Emerson, di mana kekuasaan berbanding lurus dengan ketidakseimbangan ketergantungan. Pasar (investor dan bank) sangat bergantung pada Menkeu untuk sumber daya vital ini. Ketergantungan pasar pada narasi Purbaya (karena "pasar mendengarkan dan bereaksi" ) secara otomatis menghasilkan kekuasaan bagi Menkeu. Pihak yang bergantung, karena tidak dapat memperoleh sumber daya ini dari sumber lain atau tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk ditukar, terpaksa tunduk atau keluar.

5.3. Dinamika Legitimasi dan Eksploitasi

Kekuasaan yang stabil tidak hanya membutuhkan kepatuhan, tetapi juga Legitimasi.
Legitimasi Kekuasaan: Agar Purbaya Effect dapat berlanjut secara stabil, kelompok yang tunduk (terutama sektor riil yang menerima manfaat) harus secara kolektif menyetujui bahwa manfaat pertumbuhan dan stimulus lebih besar daripada biaya (misalnya, risiko inflasi atau volatilitas). Persetujuan kolektif ini memberikan landasan yang kokoh bagi kebijakan agresif tersebut.

Eksploitasi dan Konflik: Sebaliknya, investor portofolio yang terpaksa menanggung biaya ketidakpastian tanpa imbalan yang mereka harapkan merasakan Eksploitasi. Perasaan ini, jika dianut secara kolektif, memicu Oposisi. Oposisi ini terwujud sebagai penarikan modal atau tekanan jual yang dilihat sebagai bentuk konflik pasar terhadap otoritas fiskal.

Konflik Struktural sebagai Pendorong Perubahan: Blau melihat konflik bukan sebagai kegagalan sistem, tetapi sebagai kekuatan dinamis yang mendorong perubahan struktural. Jika oposisi (penarikan modal besar-besaran) menjadi cukup parah, itu adalah sinyal bahwa legitimasi kekuasaan Purbaya telah runtuh. Konflik ini akan memaksa otoritas untuk mengubah struktur kebijakan (menciptakan struktur Makro baru) untuk mengembalikan keseimbangan pertukaran yang dipersepsikan adil. Oleh karena itu, penarikan modal oleh investor bukan sekadar kerugian, melainkan sebuah mekanisme sanksi sosial kolektif yang berfungsi untuk mereformasi sistem.

5.4. Peran Kredibilitas Purbaya dalam Pertukaran Sosial (Blau)

Tabel berikut menunjukkan bagaimana sumber daya non-ekonomi (kredibilitas) mendasari pertukaran sosial yang menciptakan kekuasaan Purbaya Effect.

Kredibilitas Purbaya: Pertukaran Sosial dan Basis Kekuasaan (Blau)

Kredibilitas Purbaya: Pertukaran Sosial dan Basis Kekuasaan (Blau)

VI. Sintesis dan Implikasi Kebijakan Struktural

Analisis Purbaya Effect menggunakan RCE dan SET mengungkapkan jaringan kausalitas yang kompleks dan berinteraksi. Tiga kerangka teoretis yang berbeda ini konvergen dalam menjelaskan mekanisme fundamental fenomena ini.

6.1. Pemetaan Konvergensi Tiga Teori

1. Struktur (Coleman): Coleman menyediakan peta jalan (Diagram Perahu) yang menunjukkan bagaimana kebijakan Makro (stimulus agresif) secara struktural mengubah lingkungan, menciptakan peluang dan batasan yang berbeda bagi aktor. Kredibilitas Purbaya bertindak sebagai Modal Sosial yang penting untuk memfasilitasi tindakan kolektif.
2. Motivasi (Homans): Homans menjelaskan mengapa aktor bergerak. Volatilitas pasar adalah hasil dari kalkulasi Biaya/Imbalan yang saling bertentangan. Investor portofolio mengalami Deprivasi stabilitas, sementara sektor riil termotivasi oleh Proposisi Sukses yang diulang.
3. Kekuasaan (Blau): Blau menjelaskan mengapa kebijakan ini bisa efektif dan berisiko. Kekuatan Menkeu muncul dari Ketergantungan-Kekuasaan di mana kredibilitasnya adalah imbalan sosial yang penting. Konflik (volatilitas/penarikan modal) adalah hasil logis dari kelompok yang merasa dieksploitasi.

Kunci keberhasilan Purbaya dalam menciptakan guncangan pasar adalah kemampuannya menggunakan Kredibilitas (Modal Sosial/Imbalan Sosial) sebagai alat yang bernilai tinggi untuk memicu dan mengarahkan tindakan rasional yang diinginkannya.

6.2. Implikasi Kebijakan: Mengelola Modal Sosial dan Keseimbangan Pertukaran

Untuk memastikan keberlanjutan Purbaya Effect yang positif tanpa menciptakan boom-bust cycle yang menyakitkan, otoritas harus beralih dari fokus kebijakan fiskal semata ke manajemen struktur sosial dan psikologis yang mendasarinya.

Mengelola Deprivasi dan Satiasi (Homans): Jika kejutan kebijakan agresif diulang terlalu sering, pasar dapat mengalami satiasi—stimulus tidak lagi dihargai tinggi, tetapi hanya dianggap sebagai risiko yang semakin besar. Sebaliknya, pemerintah harus menyeimbangkan Imbalan pertumbuhan dengan Imbalan Stabilitas. Perlu ada upaya proaktif untuk memitigasi Deprivasi yang dirasakan oleh investor portofolio (yang mencari hasil jangka panjang) agar mereka tidak bereaksi dengan Agresi Pasar (penarikan modal).

Mengelola Risiko Free-Rider dan Legitimasi (Coleman & Blau): Pemerintah harus memastikan bahwa alokasi Rights to Act tidak secara permanen membebani satu kelompok (investor risiko) dengan biaya free-rider (risiko makro). Untuk memelihara Legitimasi kekuasaan fiskal Purbaya (Blau), pemerintah perlu memberikan imbalan non-ekonomi (misalnya, transparansi yang ketat, rencana exit strategy fiskal yang jelas) yang dapat melegitimasi Biaya risiko tinggi yang ditanggung investor. Kegagalan dalam mengelola keseimbangan pertukaran yang adil ini akan menyebabkan konflik struktural yang terus-menerus, seperti arus modal keluar yang tidak stabil.

VII. Kesimpulan dan Arah Penelitian Masa Depan

Purbaya Effect adalah studi kasus klasik tentang dinamika Makro-Mikro dalam ilmu sosial, yang diperkuat oleh interaksi antara ekonomi dan psikologi perilaku. Perubahan struktural Makro (kebijakan fiskal agresif) yang diprakarsai oleh otoritas yang memiliki kekuasaan besar (Blau) diterjemahkan melalui pilihan rasional yang terpolarisasi (Homans), menghasilkan dinamika pasar yang volatil (Coleman).

Inti dari fenomena ini terletak pada kekuatan narasi (Modal Sosial/Kredibilitas) untuk memicu tindakan kolektif yang berbeda, yang secara kolektif mendefinisikan realitas pasar. Keberlanjutan Purbaya Effect yang sehat bergantung pada kemampuan Menteri Keuangan untuk tidak hanya mengelola angka fiskal, tetapi juga ekspektasi pasar, memelihara keseimbangan pertukaran yang dipersepsikan adil, dan memastikan bahwa kekuasaan yang muncul dari ketidakseimbangan ketergantungan diimbangi dengan legitimasi struktural.

Arah penelitian masa depan harus berfokus pada kuantifikasi Modal Sosial (kredibilitas) Purbaya sebagai variabel independen dalam model ekonometri untuk mengukur secara tepat seberapa besar kontribusi aset non-ekonomi ini terhadap volatilitas dan pergerakan pasar dibandingkan dengan fundamental ekonomi makro yang mendasari.

Referensi:

Ajaib. (2025, November 11). Apa itu Purbaya Effect? Dampaknya terhadap IHSG dan ekonomi RI. Ajaib.co.id. https://ajaib.co.id/belajar/berita/apa-itu-purbaya-effect

Ashari, H. (2025, November 11). Purbaya Effect: Retorika atau akademis? Katadata.co.id. https://katadata.co.id/indepth/opini/68f4b34fa506f/purbaya-effect-retorika-atau-akademis

Blau, P. M. (2017). Exchange and power in social life. Abingdon, UK: Routledge.

Bloomberg Technoz. (2025, November 11). Optimisme Purbaya dongkrak sektor riil melalui kebijakannya. https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/85573/optimisme-purbaya-dongkrak-sektor-riil-melalui-kebijakannya

Coleman, J. S. (1998). Foundations of social theory (Reprint ed.). Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press. (Karya asli diterbitkan 1990)

Fdiskandar. (2025, November 11). The Purbaya Effect: Mengupas tuntas logika insinyur di kursi Menteri Keuangan. Medium. https://fdiskandar.medium.com/the-purbaya-effect-mengupas-tuntas-logika-insinyur-di-kursi-menteri-keuangan-e584d3544f69

Homans, G. C. (1974). Social behavior: Its elementary forms (Rev. ed.). New York, NY: Harcourt Brace Jovanovich.

Kompasiana. (2025, November 11). Membedah “Purbaya Effect”: Strategi fiskal dalam sorotan ekonomi makro. https://www.kompasiana.com/janhorasveryadypurba8924/6908b2a334777c728d542994/membedah-purbaya-effect-strategi-fiskal-dalam-sorotan-ekonomi-makro

Kumparan. (2025, November 11). Purbaya Effect: Ketika Indonesia mengguncang pasar dunia. https://m.kumparan.com/muhammad-rifky-a/purbaya-effect-ketika-indonesia-mengguncang-pasar-dunia-268jEMRSCVI

Neliti. (2025, November 11). Transaksi dalam teori exchange behaviorism George Caspar Homans (perspektif ekonomi syariah). https://media.neliti.com/media/publications/91563-ID-none.pdf

Online MSW Programs. (2025, November 11). Introduction to social exchange theory in social work. https://www.onlinemswprograms.com/social-work/theories/social-exchange-theory/

ResearchGate. (2025, November 11). (PDF) Georg Homans: Teori pertukaran sosial. https://www.researchgate.net/publication/390303169_Georg_Homans_Teori_Pertukaran_Sosial

Simply Psychology. (2025, November 11). Social exchange theory of relationships: Examples & more. https://www.simplypsychology.org/what-is-social-exchange-theory.html

Sosiologi79.com. (2025, November 11). Analisis komprehensif buku Exchange and Power in Social Life karya Peter M. Blau (1964). https://www.sosiologi79.com/2025/09/analisis-komprehensif-buku-exchange-and.html

Sosiologi79.com. (2025, November 11). Foundations of Social Theory (1990) James S. Coleman: Analisis komprehensif teori sosial modern. https://www.sosiologi79.com/2025/09/foundations-of-social-theory-1990-james.html

YouTube. (2025, November 11). Understanding the Purbaya Effect in the stock market. https://www.youtube.com/watch?v=JtstIb5D_wU

Good News From Indonesia. (2025, September 15). Mengurai “Purbaya Effect”: Gebrakan agresif Menkeu baru dan pertaruhan ekonomi Indonesia. https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/09/15/mengurai-purbaya-effect

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment