Makna Aura dan Potensi Revolusioner dalam Karya Walter Benjamin: The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction (1936)
I. Epistemologi Perubahan: Seni dalam Bayang-Bayang Reproduksi Teknis
Esai monumental Walter Benjamin, "The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction" (Das Kunstwerk im Zeitalter seiner technischen Reproduzierbarkeit), yang diterbitkan pada 1936, adalah lebih dari sekadar kritik seni; ia merupakan analisis filosofis, politis, dan estetika yang krusial dalam teori budaya Marxis. Karya ini mengurai dampak transformatif teknologi reproduksi modern—terutama fotografi dan film—terhadap esensi, fungsi sosial, dan potensi politik seni.
1.1 Latar Belakang Intelektual dan Prognostik Esai
Benjamin menulis esai ini saat berada di pengasingan di Paris pada pertengahan 1930-an, sebuah periode yang ditandai oleh tekanan politik ekstrem dan kebangkitan Fasisme, terutama di Jerman. Konteks historis ini menyoroti fokus esai pada fungsi sosial, ekonomi, dan politik seni dalam masyarakat kapitalis yang berada di ambang kehancuran.
Benjamin merupakan figur penting dalam Mazhab Frankfurt, meskipun pandangan-pandangannya sering dicirikan sebagai perpaduan unik antara kritik sosial, analisis linguistik, dan nostalgia historis. Ia menganalisis kesenian melalui kerangka Marxis, di mana ideologi, politik, dan seni (superstruktur) dipandang ditentukan oleh struktur ekonomi masyarakat (substruktur).
Esai ini memiliki tujuan yang secara eksplisit prognostik. Mengikuti metodologi Karl Marx, yang menganalisis tahap awal kapitalisme untuk memprediksi perkembangannya di masa depan, Benjamin berusaha menunjukkan bagaimana inovasi dalam teknik reproduksi akan memunculkan kondisi yang pada akhirnya dapat memungkinkan penghapusan kapitalisme itu sendiri, setidaknya dalam ranah budaya. Benjamin berpendapat bahwa Marx telah menyingkap pembendaan (petrifaction) hubungan antarmanusia di bawah masyarakat kelas, dan Benjamin melihat media baru sebagai cara untuk "mematahkan mantra" pembendaan tersebut.
Oleh karena itu, esai Benjamin berfungsi sebagai intervensi yang dirancang untuk membekali massa dengan konsep baru guna memahami dan menggunakan seni sebagai alat politik transformatif. Dengan meninjau kembali peran seni dalam masyarakat modern, Benjamin tidak bertujuan membahas apa yang akan terjadi pada seni setelah kekuasaan proletariat atau dalam masyarakat tanpa kelas; ia justru berfokus pada analisis konsep-konsep baru yang berkontribusi pada perubahan radikal dalam masyarakat kelas yang ada saat itu. Analisis ini adalah upaya untuk menghasilkan kritik revolusioner terhadap konsep seni tradisional yang ada.
1.2 Revolusi Teknik: Mengubah Pengertian Seni
Benjamin memulai analisisnya dengan mengakui bahwa kemajuan teknologi modern telah mencapai presisi dan adaptabilitas yang luar biasa, sehingga menimbulkan perubahan mendalam pada "kerajinan kuno Keindahan". Komponen fisik dalam seni tidak lagi dapat diperlakukan dengan cara tradisional.
Sekitar tahun 1900, teknik reproduksi telah mencapai standar yang memungkinkannya tidak hanya mereplikasi semua karya seni masa lalu, tetapi juga mengklaim tempatnya sendiri sebagai proses artistik independen, terutama melalui fotografi dan film. Perkembangan ini menunjukkan bahwa reproduksi teknis, yang memungkinkan penggandaan karya secara massal, secara radikal mengubah sifat seni dan media modern.
II. Anatomi Konsep Inti: Aura, Keunikan, dan Keruntuhan Tradisi
Inti tesis Benjamin terletak pada konsep Aura dan bagaimana reproduksi mekanis menyebabkan keruntuhannya, yang merupakan gejala transformasi budaya dan politik.
2.1 Definisi Rigorosa Aura (The Aura)
Aura bukanlah sekadar kualitas estetika; Benjamin mendefinisikannya sebagai konsep yang terkait erat dengan sejarah dan materialitas. Aura adalah "kehadiran dalam ruang dan waktu, keberadaan uniknya di tempat di mana ia kebetulan berada".
Keunikan keberadaan objek asli ini merupakan penentu bagi sejarahnya, termasuk perubahan kondisi fisik yang dialaminya—yang hanya dapat diungkap melalui analisis fisik atau kimia pada yang asli—dan sejarah kepemilikan yang menyertainya. Kualitas otentisitas, yang merupakan bidang di luar ranah teknis reproduksi, adalah kategori historis yang melekat pada aura.
Secara historis, keunikan karya seni tidak terpisahkan dari integrasinya dalam "jaringan tradisi". Fungsi ritual—pertama magis, kemudian religius—adalah ekspresi awal dari integrasi kontekstual ini. Selama berabad-abad, keberadaan karya seni yang terkait dengan auranya tidak pernah sepenuhnya terpisah dari fungsi ritualnya.
2.2 Mekanisme Keruntuhan Aura (The Decay)
Benjamin menyatakan bahwa reproduksi mekanis secara fundamental mendevaluasi aura karena menghilangkan keunikan karya seni. Bahkan reproduksi paling sempurna pun gagal menangkap keberadaan unik karya seni di tempat dan waktunya. Konsekuensinya, kriteria otentisitas menjadi tidak relevan dalam produksi seni modern.
Keruntuhan aura ini terkait dengan dua keadaan sosial yang muncul dari peningkatan signifikansi massa dalam kehidupan kontemporer. Pertama, terdapat keinginan yang kuat dari massa untuk membawa segala sesuatu "lebih dekat" secara spasial dan manusiawi. Kedua, ada kecenderungan kuat untuk mengatasi keunikan setiap realitas dengan menerima reproduksinya.
Dalam kerangka Benjamin, aura secara ontologis terkait dengan jarak. Pengalaman auratik adalah fenomena yang membutuhkan kejauhan—seperti mengamati pegunungan di cakrawala. Aura digambarkan sebagai "penampilan unik dari kejauhan, betapapun dekatnya". Tuntutan massa akan kedekatan dan aksesibilitas secara langsung berkontradiksi dengan syarat keberadaan aura. Oleh karena itu, penghancuran aura bukanlah sekadar hasil sampingan teknologi, tetapi didorong oleh pergeseran psikologis-sosial—tuntutan demokratis untuk menghilangkan hierarki yang didukung oleh jarak dan ritual. Proses ini adalah dialektika mendekat dan menjauh yang pada akhirnya menghilangkan keunikan.
III. Dialektika Nilai: Transisi dari Kultus ke Pameran
Perubahan radikal yang dibawa oleh reproduksi mekanis memaksa terjadinya pergeseran nilai seni, dari yang bersifat tersembunyi dan ritualistik menjadi yang bersifat terbuka dan politis. Benjamin mengidentifikasi dua tipe polar dalam penerimaan dan penilaian karya seni: Nilai Kultus (Cult Value) dan Nilai Pameran (Exhibition Value). Transisi historis ini adalah tanda modernitas.
3.1 Supremasi Awal Nilai Kultus (Cult Value)
Pada awalnya, produksi artistik berawal dari benda-benda seremonial yang ditujukan untuk melayani kultus. Dalam konteks ini, yang terpenting adalah keberadaan objek itu sendiri, bukan tampilannya. Contohnya adalah patung dewa yang hanya dapat diakses oleh pendeta, atau pahatan di katedral abad pertengahan yang tidak terlihat dari permukaan tanah. Nilai kultus juga dihubungkan dengan karakteristik sosial dan budaya yang dilekatkan oleh audiens, seperti waktu pembuatannya dan gaya era tersebut.
Nilai kultus menemukan sisa-sisa terakhirnya dalam kultus ingatan, yang diwujudkan dalam foto potret awal. Benjamin mencatat bahwa pada foto-foto awal, aura masih memancar dari ekspresi wajah manusia, berfungsi sebagai penghibur bagi mereka yang merindukan orang yang hilang atau meninggal.
3.2 Kenaikan Nilai Pameran (Exhibition Value)
Reproduksi mekanis menandai titik historis di mana seni dibebaskan dari ketergantungan parasitnya pada ritual. Seiring berjalannya waktu, karya seni yang direproduksi menjadi karya seni yang dirancang untuk reproduksibilitas, membuat kriteria otentisitas semakin tidak relevan. Nilai Pameran berakar di ranah publik dan memperoleh maknanya semata-mata dari pengalaman ditampilkannya. Dalam wujud ini, seni dapat berfungsi sebagai tampilan keindahan, komoditas, atau pernyataan politik.
Pergeseran ini membawa keruntuhan pada gagasan seni untuk seni (l'art pour l'art), yang dianggap Benjamin sebagai "teologi negatif". Karena produksi seni menjadi mekanis dan massal, ia dibebani dengan tujuan pragmatis, baik itu perubahan sosial maupun pembebasan individu. Hilangnya kriteria otentisitas membalikkan fungsi total seni: alih-alih didasarkan pada ritual, ia mulai didasarkan pada praktik lain—politik.
Otentisitas sendiri dapat dipandang sebagai kategori historis yang muncul ketika nilai kultus mulai memudar. Ketika seni terlepas dari ritual, ia membutuhkan narasi lain—yaitu, sejarah dan tradisi—untuk membenarkan keunikan dan nilainya. Reproduksi mekanis, yang meruntuhkan otentisitas ini, memaksa seni untuk mencari dasar nilai baru, yang ditemukan dalam fungsinya sebagai alat politik atau pameran massal.
Tabel berikut menyajikan perbandingan dialektika nilai seni menurut Benjamin:
Perbandingan Dialektika Nilai Seni Benjamin
IV. Film dan Fotografi: Estetika Syok dan Revolusi Persepsi
Benjamin memfokuskan analisisnya pada media baru, khususnya film, yang ia anggap sebagai agen utama perubahan sensorik dan sosial dalam modernitas.
4.1 Film sebagai Medium Demokratis dan Pelatih Indrawi
Fotografi dan film mengubah seluruh konsepsi tentang seni dan fungsinya. Film, sebagai bentuk seni industri yang dapat direproduksi secara massal dan mudah diakses, memimpin dalam mendemokratisasi aksesibilitas karya seni bagi publik.
Benjamin mengaitkan kualitas yang "teraba dan taktil" (tactile and palpable quality) dengan film, yang mengangkat medium ini dan menekankan maknanya bagi kolektivitas manusia. Filmik stimuli melampaui kesan optik murni, menunjukkan resepsi yang melibatkan lebih dari sekadar penglihatan.
Melalui kamera, kita diperkenalkan pada ketaksadaran optik (optical unconscious). Sama seperti psikoanalisis mengungkap impuls tak sadar, kamera film mengungkap realitas material dan detail tersembunyi yang berada di luar jangkauan persepsi indra normal. Ketaksadaran optik ini muncul dari foto yang memiliki hubungan waktu yang tidak menentu—sebuah representasi masa lalu sekaligus masa kini.
4.2 Estetika Syok dan Penerimaan dalam Distraksi
Benjamin menggarisbawahi fungsi film sebagai "tempat pelatihan sejati" bagi persepsi modern. Urutan perubahan adegan dan fokus yang cepat dalam film menghasilkan efek syok, yang "mengguncang penonton" dan mengalir melalui tubuh layaknya impuls saraf, mengambil kualitas taktil.
Efek syok ini selaras dengan perubahan yang dialami oleh subjek modern, khususnya pengalaman yang dihadapi oleh pejalan kaki di lalu lintas kota besar—sebuah adaptasi sensorik terhadap lingkungan industri yang terfragmentasi.
Mode penerimaan film yang khas adalah distraksi. Dalam keadaan teralihkan, penonton menerima karya seni secara kolektif tanpa perlu perhatian kontemplatif yang intens, yang merupakan syarat untuk menghormati aura. Benjamin memandang distraksi ini secara dialektis dan potensial progresif, karena ia memposisikan publik sebagai "penguji yang tidak fokus". Film, dengan demikian, tidak hanya mendemokratisasi akses, tetapi juga mode penerimaan sensorik. Ia melatih massa untuk mengatasi trauma dan fragmentasi modernitas, yang merupakan langkah menuju pembentukan subjek yang mampu melakukan kritik revolusioner, bukan pemujaan.
V. Implikasi Politik: Politisasi versus Estetisasi
Keruntuhan aura dan tradisi yang diakibatkan oleh reproduksi mekanis membuka dua jalan polar: jalan emansipasi politik atau jalan reaksioner fasis.
5.1 Politisasi Seni (The Politicization of Art) – Potensi Progresif
Ketika karya seni dibebaskan dari ketergantungan ritual, fungsi sosialnya segera diarahkan pada tujuan politik. Benjamin melihat potensi revolusioner dalam film karena ia memungkinkan masyarakat untuk terlibat dalam kritik alih-alih pemujaan.
Politisasi seni terjadi ketika gerakan revolusioner menggunakan seni untuk melibatkan publik secara transformatif, mendorong perubahan sosial. Dalam konteks ini, konsumsi seni menjadi tindakan politik. Media massa menciptakan pengalaman komunal dan utopis (misalnya, melalui perspektif lensa film yang diadopsi secara kolektif), yang bertentangan dengan realitas kapitalis yang terpecah-belah dan terasing. Politisasi seni adalah upaya untuk menyelesaikan kontradiksi ini dengan mendorong perubahan kondisi material (revolusi) untuk mewujudkan janji komunal yang diungkapkan oleh media.
5.2 Bahaya Kontra-Revolusioner: Estetisasi Politik (The Aestheticization of Politics)
Benjamin memperingatkan bahwa jika revolusi gagal mempolitisasi seni, Fasisme akan meresponsnya dengan mengestetisasi politik. Estetisasi politik adalah upaya untuk memberikan pemenuhan estetika kepada massa tanpa mengubah struktur ekonomi dan properti yang eksploitatif. Ini adalah 'solusi' yang bersifat ilusionis terhadap masalah politik yang mendasar.
Perang modern adalah manifestasi tertinggi dari estetisasi politik. Benjamin berpendapat bahwa Fasisme mengestetisasi perang dengan menjadikannya pengalaman komunal massal yang intens (misalnya, semangat nasionalistik), yang berfungsi sebagai "obat estetika" sementara untuk masalah struktural, seperti kepuasan massa untuk menggunakan teknologi canggih yang tidak dapat dipenuhi oleh tatanan properti yang ada. Hasilnya adalah lingkaran kekerasan yang sia-sia dan berdarah, di mana umat manusia, dalam upayanya mengestetisasi kehidupan politiknya, justru menghancurkan diri sendiri.
Tabel berikut merangkum perbedaan dialektis dalam penggunaan seni secara politik:Implikasi Politik Seni
VI. Warisan Kritis, Kritik Adorno, dan Relevansi Abad Digital
Esai Benjamin tetap menjadi teks sentral yang memicu perhatian akademis yang signifikan dalam sejarah kritik estetika dan politik modern.
6.1 Kontroversi Mazhab Frankfurt: Kritik Adorno
Pandangan Benjamin terhadap potensi revolusioner media massa memicu perdebatan sengit di antara rekan-rekannya di Mazhab Frankfurt, khususnya Theodor W. Adorno. Adorno, yang bersikap skeptis terhadap industri budaya, membela fungsi kritis dari karya seni otonom dan meragukan bahwa perubahan teknis pasti akan menghasilkan seni populer yang progresif. Adorno lebih cenderung melihat bagaimana media baru akan dikooptasi dan dilebur ke dalam kapitalisme.
Adorno sangat khawatir dengan konsep Benjamin tentang "penerimaan dalam distraksi," dengan alasan bahwa distraksi semacam itu dapat memisahkan kesatuan karya (atomistic hearing) dan menghilangkan dasar untuk membedakan antara seni yang autentik dan propaganda. Adorno berargumen bahwa penolakan Benjamin terhadap aura terlalu ekstrem, dan bahwa kategori bipolar Benjamin tidak memungkinkan pembedaan yang cukup antara seni yang telah didiideologisasi secara mendasar dan penyalahgunaan seni sebagai propaganda. Bagi Adorno, seni harus mempertahankan formalisme dan teknik ketatnya untuk menawarkan citra pembebasan sosial (state of freedom) yang menembus masyarakat yang teradministrasi.
6.2 Benjamin dalam Era Hiper-Reproduksi Digital
Analisis Benjamin mengenai devaluasi aura terbukti sangat relevan untuk menganalisis media kontemporer. Era digital—Internet, media sosial, dan gawai—menciptakan kondisi reproduksi yang melampaui kemampuan mekanis yang Benjamin amati.
Jika reproduksi mekanis masih mengandaikan kehadiran korporeal (materi seperti kertas atau plat logam untuk poster dan kartu pos), reproduksi digital telah sepenuhnya mendematerialisasi karya seni. Gambar, musik, dan film dapat digandakan dan disebarkan secara instan dan tanpa batas kepada sejumlah besar orang tanpa memerlukan bahan material fisik apa pun. Meskipun hal ini memaksimalkan aksesibilitas dan demokratisasi seni—sesuai dengan harapan Benjamin—ia juga meningkatkan potensi manipulasi dan komodifikasi karya seni dalam industri kreatif.
Krisis otentisitas yang diidentifikasi Benjamin mencapai puncaknya di era digital. Reproduksi mekanis menghancurkan aura dengan menghilangkan keunikan fisik; reproduksi digital menghapus sisa-sisa jejak material yang masih tersisa. Sebagai respons terhadap ketiadaan otentisitas yang total ini, kapitalisme berupaya merekayasa kelangkaan buatan (scarcity) dan fetish kepemilikan. Fenomena Non-Fungible Tokens (NFTs) dapat dilihat sebagai upaya pasar untuk mengkomodifikasi hantu aura, mencoba mereplikasi rasa 'keunikan' di lingkungan reproduksi tak terbatas. NFT adalah contoh kapitalisme yang berusaha mencapai hal yang mustahil: berbagi secara melimpah sambil tetap memanfaatkan kepemilikan sebagai ekspresi diri.
Analisis Benjamin tetap menjadi alat diagnostik yang vital. Meskipun Benjamin memiliki harapan utopis terhadap media baru, realitas kooptasi kapitalis yang dikhawatirkan Adorno tampak mendominasi. Namun demikian, kerangka Benjamin memungkinkan pengamat untuk membedah bagaimana teknologi baru secara struktural mengubah persepsi manusia dan bagaimana kekuatan politik—baik yang emansipatif maupun yang reaksioner—berjuang untuk mengendalikan fungsi seni yang telah dibebaskan dari ritualnya.
Kesimpulan
Esai "The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction" adalah karya fundamental yang mengidentifikasi transformasi mendasar dalam seni sebagai konsekuensi dari perubahan teknologi produksi. Tesis utama Benjamin adalah bahwa kemampuan reproduksi mekanis (fotografi dan film) menyebabkan keruntuhan aura karya seni—nilai uniknya yang terikat pada ruang, waktu, dan tradisi ritual. Pergeseran ini membalikkan fungsi total seni, dari basis ritual menjadi basis politik.
Benjamin berpendapat bahwa penghancuran aura oleh teknologi massa adalah katalis untuk demokratisasi dan potensi revolusioner, di mana seni dapat menjadi alat kritik kolektif. Namun, ia secara tajam menentang bahaya kontra-revolusioner, yaitu estetisasi politik oleh Fasisme, yang menawarkan pelarian estetika (seperti perang) sebagai kompensasi terhadap kegagalan memenuhi tuntutan emansipatif massa.
Dalam konteks hiper-reproduksi digital saat ini, analisis Benjamin tetap relevan sebagai alat kritik. Sementara teknologi digital telah menyelesaikan dematerialisasi karya seni dan menghapus sisa-sisa otentisitas fisik, pasar telah merespons dengan menciptakan kembali kelangkaan buatan, seperti yang terlihat pada NFT. Ini menegaskan ketegangan dialektis antara potensi demokratis teknologi (visi Benjamin) dan mekanisme total kooptasi kapitalis (kekhawatiran Adorno). Karya Benjamin dengan demikian bukan hanya cerminan sejarah seni, tetapi juga panduan prognostik untuk memahami seni sebagai medan perjuangan politik dan budaya.
Referensi:
Adorno’s critique of Benjamin’s “The Work of Art” essay – Reddit. (2025, Oktober 17). Reddit. https://www.reddit.com/r/CriticalTheory/comments/1mfcrry/could_someone_explain_adornos_critique_of/
AnalisaDaily.com. (2018, Oktober 24). Walter Benjamin dan Seni Kontemporer. https://analisadaily.com/berita/arsip/2018/10/24/638217/walter-benjamin-dan-seni-kontemporer/
A summary of Walter Benjamin's “Work of Art” essay, and its relevance today. (2025, Oktober 17). Medium. https://medium.com/desertofthereal/a-summary-of-walter-benjamins-work-of-art-essay-and-its-relevance-today-2db80f25e318
Aura – Tate. (2025, Oktober 17). Tate. https://www.tate.org.uk/art/art-terms/a/aura
Aura dalam Reproduksi Digital: Membaca Ulang Walter Benjamin. (2025, Oktober 17). ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication/347932112_Aura_dalam_Reproduksi_Digital_Membaca_Ulang_Walter_Benjamin
Benjamin, W. (2025). The work of art in the age of mechanical reproduction. Prism Key Press. (Original work published 1936)
Benjamin, W. (2023). “The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction.” CUNY Pressbooks Network. https://pressbooks.cuny.edu/app/uploads/sites/188/2023/06/BenjRepro.pdf
Benjamin, Adorno and the decline of the aura. (2025, Oktober 17). Harvard University. https://scholar.harvard.edu/files/michaelrosen/files/benjamin_adorno_and_the_decline_of_the_aura.pdf
Benjamin, the Image and the End of History. (2016). Taylor & Francis Online. https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/20539320.2016.1187851
Could someone explain Adorno's critique of Benjamin's “The Work of Art” essay? (2025, Oktober 17). Reddit. https://www.reddit.com/r/CriticalTheory/comments/1mfcrry/could_someone_explain_adornos_critique_of/
Cult Value and its Effects on Newer Mediums of Production. (2025, Oktober 17). Medium – Design @ TDV. https://medium.com/design-tdv/cult-value-and-it-s-effects-on-newer-mediums-of-production-9e602bdae77
Cult Value – What Works. (2025, Oktober 17). What Works. https://whatworks.fyi/articles/cult-value
DurmuÅŸ, E., & Alan, B. (n.d.). Marxist criticism, the Frankfurt School and Walter Benjamin (Marksist eleÅŸtiri, Frankfurt okulu ve Walter Benjamin). Journal of Academic Studies. https://jasstudies.com/?mod=makale_ing_ozet&makale_id=28225
Filsafat Seni dan Reproduksi Mekanis Walter Benjamin: Sebuah Pandangan Awal. (2023, April 18). Mirmagz. https://mirmagz.com/2023/04/18/filsafat-seni-dan-reproduksi-mekanis/
In what ways could Walter Benjamin's “The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction” essay be relevant in today’s world? (2025, Oktober 17). Reddit. https://www.reddit.com/r/CriticalTheory/comments/vlvlgl/in_what_ways_could_walter_benjamins_the_work_of/
Music – Recording – Aura: Marginal Notes on the Debate between Adorno and Benjamin and on Adorno's Fragmentary Theory of the Gramophone Record. (2024). Studia Musicologica, 65(1–2). https://akjournals.com/abstract/journals/6/65/1-2/article-p117.xml
Pengembangan Sosiologi Tentang Teori Kritis. (2025, Oktober 17). Scribd. https://id.scribd.com/document/837998485/Pengembangan-Sosiologi-tentang-teori-kritis
The Aura of the Object and the Work of Art: A Critical Analysis of Walter Benjamin's Theory in the Context of Contemporary Art and Culture. (2025, Oktober 17). MDPI – Arts, 12(2), 59. https://www.mdpi.com/2076-0752/12/2/59
The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction. (2025, Oktober 17). EBSCO Research Starters. https://www.ebsco.com/research-starters/arts-and-entertainment/work-art-age-mechanical-reproduction-walter-benjamin
The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction. (n.d.). MIT. https://web.mit.edu/allanmc/www/benjamin.pdf
The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction. (n.d.). Modernism Lab – Yale University. https://campuspress.yale.edu/modernismlab/the-work-of-art-in-the-age-of-mechanical-reproduction/
The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction. (n.d.). Tra i Leoni. https://traileoni.it/2020/03/the-work-of-art-in-the-age-of-mechanical-reproduction/
The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction. (n.d.). Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/The_Work_of_Art_in_the_Age_of_Mechanical_Reproduction
Tvrđa. (n.d.). Walter Benjamin and Image Theory: Aura and Reproduction of the Work of Art. https://tvrdja.com/visual-arts/walter-benjamin-and-image-theory/
Walter Benjamin. (n.d.). Simon Fraser University. https://www.sfu.ca/~andrewf/benjamin
Walter Benjamin and the Dispersion of Cinema. (n.d.). ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication/236774967_Walter_Benjamin_and_the_Dispersion_of_Cinema
Walter Benjamin Lecture 8 – Photography Theory. (2017, Februari 7). WordPress. https://nickiemarlandphotography.wordpress.com/2017/02/07/walter-benjamin-lecture-8/
Walter Benjamin on Film and the Senses. (2012). Next Nature Network. https://nextnature.org/en/magazine/story/2012/walter-benjamin-on-film-and-the-senses
Walter Benjamin on Photography and Film. (n.d.). viz. – Visual Rhetoric, University of Texas. https://viz.dwrl.utexas.edu/old/content/walter-benjamin-photography-and-film.html
Walter Benjamin Overview and Analysis. (n.d.). TheArtStory. https://www.theartstory.org/influencer/benjamin-walter/
Walter Benjamin, Film and the “Anthropological-Materialist” Project. (2014). White Rose eTheses Online. https://etheses.whiterose.ac.uk/id/eprint/8041/1/Mourenza_D_FAHACS_PhD_2014.pdf
Walter Benjamin – The Work of Art in the Age of its Technological Reproducibility. (2017, Januari 31). University of Notre Dame – Sites.nd.edu. https://sites.nd.edu/visconsi-holland/2017/01/31/walter-benjamin-the-work-of-art-in-the-age-of-its-technological-reproducibility/
Why Walter Benjamin concluded that the “aestheticization of politics” would lead/has led to war? (2025, Oktober 17). Reddit. https://www.reddit.com/r/askphilosophy/comments/4mac4x/why_walter_benjamin_concluded_that_the/
.png)


Post a Comment