Analisis Mendalam Buku Masculine Domination Pierre Bourdieu: Kekerasan Simbolik dan Relasi Gender dalam Perspektif Sosiologi
Baca Juga:
I. Pendahuluan: Membongkar Akal Sehat (Doxa) Dominasi Maskulin
A. Pierre Bourdieu dan Proyek Sosiologi Refleksif
Masculine Domination merupakan titik puncak dalam proyek sosiologi refleksif Bourdieu. Karya ini awalnya muncul sebagai sebuah artikel pada tahun 1990, yang kemudian diubah, disusun ulang, dan diperkuat argumennya untuk menjadi buku yang diterbitkan pada tahun 1998, dan sukses menjadi bestseller di Prancis.
Dalam menganalisis dominasi, Bourdieu menggunakan kerangka konstruktivisme strukturalis atau konstruktivisme genetik. Pendekatan ini memungkinkan pemeriksaan tentang bagaimana kekuasaan tidak hanya bersifat suprastruktural atau ekonomi, tetapi juga konstitutif terhadap masyarakat. Kekuasaan itu sendiri tersemat dalam benda-benda, tubuh, dan yang paling penting, dalam habitus yang mendefinisikan subjektivitas individu. Karya ini pada dasarnya adalah upaya untuk menganalisis relasi antara struktur sosial yang objektif dan disposisi subjektif yang terinternalisasi.
B. Tesis Sentral: Dominasi sebagai Fenomena yang Terinternalisasi dan Tidak Disadari
Tesis sentral buku ini adalah bahwa dominasi maskulin begitu mengakar kuat dalam praktik sosial dan alam bawah sadar (unconscious) kita sehingga hampir tidak terperhatikan. Dominasi ini bekerja sebagai normative ideal dari budaya perilaku laki-laki yang secara sosial dihitung untuk menjamin posisi dominan mereka.
Fenomena ini disebut naturalisasi dan de-historisasi. Karena dominasi maskulin adalah contoh utama kepatuhan terhadap ortodoksi sosial, maka kondisi hidup yang paling tak tertahankan sekalipun dapat sering kali diterima sebagai sesuatu yang wajar dan bahkan alami. Relasi gender ini kehilangan karakter historisnya karena telah terinternalisasi sebagai kategori kognitif yang tak terhindarkan. Tujuan utama analisis Bourdieu adalah untuk menetralkan mekanisme yang telah "menaturalisasi" dan "mendeshistorisasi" relasi antara jenis kelamin ini.
Apabila dominasi maskulin telah berubah menjadi doxa—yaitu akal sehat tak terucapkan yang diterima begitu saja—maka resistensi terhadapnya tidak dapat hanya dilakukan melalui tindakan fisik atau ekonomi semata. Resistensi harus dimulai pada tingkat epistemologis, menuntut "tindakan politik" yang bertujuan untuk "menetralkan mekanisme naturalisasi" tersebut. Oleh karena itu, Masculine Domination berfungsi sebagai alat untuk membantu agen sosial mematahkan ikatan keakraban yang menipu (bonds of deceptive familiarity) yang mengikat kita pada tradisi dan ketidaksetaraan kita sendiri.
II. Kerangka Konseptual Dominasi: Habitus, Arena, dan Modal
Untuk membongkar mekanisme naturalisasi ini, Bourdieu menerapkan konsep-konsep sosiologis utamanya.
A. Habitus: Skema Generatif yang Tergender
Habitus adalah sistem disposisi yang diinternalisasi yang menghasilkan praktik dan pola pikir individu. Dalam konteks gender, habitus merupakan kunci teoretis untuk menganalisis pembagian kerja antar gender.
Konsep Habitus yang Tergender (Gendered Habitus) menjelaskan bahwa dunia sosial mengkonstruksi tubuh, baik sebagai realitas tergender maupun sebagai wadah kategori persepsi dan apresiasi yang menggender. Stereotip maskulin, misalnya, dibentuk secara sistematis oleh budaya. Melalui habitus, individu tumbuh menjadi pribadi dengan konsep diri yang sesuai dengan harapan gender yang dominan. Studi tentang dominasi maskulin menuntut elaborasi habitus primer (disposisi awal) dan sekunder (yang didapat di arena tertentu) untuk memahami bagaimana disposisi ini membentuk penerimaan terhadap tatanan dominasi.
Jika habitus adalah skema persepsi, dan skema ini telah tergender, maka individu yang didominasi cenderung mengadopsi skema kognitif yang secara implisit "menerima" dominasi, misalnya dengan menganggap kekuatan, kekuasaan, dan kendali sebagai ukuran maskulinitas yang ideal dan harus dipatuhi.
B. Arena (Field) dan Doxa: Ruang Pertarungan dan Penerimaan
Field (Arena) adalah ruang sosial atau institusional tempat individu berinteraksi dan bersaing untuk mendistribusikan berbagai jenis modal. Kekuasaan, dalam pandangan Bourdieu, bersifat diferensial; ia dirasakan secara berbeda tergantung pada field mana seseorang berada pada saat tertentu. Contoh klasiknya adalah perbedaan kekuasaan yang dialami perempuan di arena publik versus arena privat, di mana seorang politisi wanita yang memiliki otoritas publik mungkin tetap tunduk kepada suaminya di rumah.
Konsep yang terkait erat adalah Doxa, yang merupakan gabungan norma dan keyakinan ortodoks dan heterodox—yaitu asumsi tak terucapkan yang diterima begitu saja (taken-for-granted) di balik perbedaan sosial. Dominasi maskulin terjadi ketika masyarakat "melupakan batas-batas" historis yang memunculkan pembagian yang tidak setara, sehingga ketidaksetaraan itu diterima sebagai bukti diri (self-evident). Doxa maskulin ini membuat dominasi menjadi sebuah proyek epistemologis; ia tidak hanya mengatur praktik, tetapi juga cara individu memandang dan memahami dunia.
C. Modal dan Kekuatan Simbolik dalam Arena Pendidikan
Bourdieu berargumen bahwa status individu dalam masyarakat dibedakan melalui distribusi berbagai jenis modal: ekonomi, kultural, sosial, dan simbolik. Distribusi modal ini terutama dalam masyarakat kapitalis lanjut, diatur oleh volume dan komposisi modal ekonomi dan kultural.
Dalam arena pendidikan tinggi, analisis mengenai STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika) menunjukkan bagaimana gender memengaruhi pergerakan mahasiswa. Bukti menunjukkan bahwa mahasiswi cenderung melakukan pergerakan transversal ke bidang life science, sementara mahasiswi yang berprestasi rendah atau menengah cenderung mengalami penurunan peringkat relatif pada tahun pertama di program studi Fisika dibandingkan rekan pria mereka. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana habitus yang menganggap sains 'keras' sebagai arena maskulin, yang didukung oleh doxa yang menanamkan disposisi ini, menghasilkan ketidaksetaraan struktural yang melampaui diskriminasi eksplisit.
III. Kekerasan Simbolik: Inti dari Pengendalian Tanpa Paksaan
Kekerasan Simbolik (Violence Symbolique) adalah mekanisme sentral yang menjelaskan bagaimana dominasi dapat berlangsung dan dipertahankan tanpa memerlukan paksaan fisik yang terlihat atau eksplisit.
A. Definisi dan Mekanisme Kekerasan Simbolik
Kekerasan simbolik didefinisikan sebagai kekerasan yang sebagian besar ditransmisikan melalui saluran komunikasi yang murni simbolis. Ini adalah bentuk kekerasan yang sulit dikenali. Kekuatan luar biasa dari kekerasan simbolik adalah kemampuannya untuk beroperasi secara praktis dan simbolis untuk menaturalisasi tatanan sosial, memastikan kepatuhan agen sosial terhadap kondisi yang ada.
Kekerasan Simbolik berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan struktur sosial (Field) dengan agen sosial (Habitus). Ini adalah mekanisme transfer yang mengonversi kekuasaan struktural (misalnya, pembagian kerja) menjadi disposisi pribadi (internalisasi peran).
B. Konsep Misrecognition (Kesalahpengenalan) dan Penerimaan yang Tidak Disadari
Kekerasan simbolik menghasilkan misrecognition. Kekerasan ini beroperasi melalui simbol-simbol wacana yang menghegemoni, membuat objek yang didominasi (perempuan) tidak menyadari bahwa mereka menjadi objek kekerasan, dan akibatnya, mereka tidak melawan. Kekerasan ini berakar pada habitus yang telah menempatkan perempuan sebagai subordinat dalam masyarakat.
Contoh konkret dari kekerasan simbolik terdapat dalam wacana rumah tangga dan peran gender. Studi menunjukkan bahwa makna 'istri' sering dikonstruksi secara simbolis melalui kekerasan, misalnya, simbolisasi istri sebagai "pabrik anak". Dalam skema ini, jiwa maskulinitas suami divalidasi melalui kemampuan membuahi sel telur istrinya, sementara istri yang gagal hamil dinilai sebagai istri yang gagal. Penerimaan label semacam ini bukanlah karena kurangnya kesadaran individu, tetapi karena doxa sosial—yang tertanam dalam habitus mereka—membuat pemaknaan tersebut terasa alami atau sewajarnya.
C. Kekerasan Simbolik dalam Representasi Media dan Komodifikasi
Media massa dan representasi kultural memainkan peran penting dalam memperkuat kekerasan simbolik. Dalam tayangan komedi, misalnya, perempuan sering digambarkan secara subordinat dan inferior, menjadikannya objek untuk guyonan yang mengundang tawa.
Dalam konteks kapitalisme patriarkal, seksualitas perempuan menjadi komoditi. Perempuan ditampilkan sebagai sosok yang cantik dan menarik, yang menjadikannya objek untuk dinikmati secara visual, digoda, dan dilecehkan oleh laki-laki. Hal ini merupakan bentuk perendahan derajat perempuan melalui objektifikasi, yang mengukuhkan kembali ideologi patriarkal. Penerimaan terhadap wacana hegemoni ini secara paradoks menstabilkan hubungan gender, karena resistensi kognitif terhadap label-label tersebut menjadi sangat sulit.
IV. Fondasi Etnografi: Kosmologi Gender dalam Masyarakat Kabyle
Analisis etnografi Pierre Bourdieu terhadap masyarakat Kabyle di Aljazair adalah fondasi teoretis dari Masculine Domination. Analisis Kabyle berfungsi sebagai "ilustrasi yang diperbesar" (magnified image) yang mengungkap struktur klasifikasi gender yang sangat koheren, yang kemudian Bourdieu tunjukkan masih beroperasi secara tersembunyi dalam masyarakat kapitalis maju.
A. Alasan Pemilihan Etnografi Kabyle
Masyarakat Kabyle dicirikan oleh tatanan sosial dan kosmik yang didasarkan pada pembagian objek dan aktivitas berdasarkan oposisi biner antara feminin dan maskulin. Analisis Bourdieu mengenai masyarakat pedesaan Kabyle menyediakan instrumen esensial untuk memahami aspek-aspek tersembunyi relasi gender dalam masyarakat kita sendiri, membantu mematahkan keakraban menipu yang mengikat kita pada tradisi yang telah menaturalisasi dominasi.
B. Oposisi Biner Kosmik dan Sosial
Dominasi maskulin di Kabyle diukir ke dalam struktur kosmik total, memetakan perbedaan gender ke seluruh ruang, waktu, dan kualitas. Tabel Esensial 1 merangkum bagaimana klasifikasi gender terinternalisasi di berbagai dimensi, menciptakan sebuah matriks koheren yang memberikan justifikasi mendasar bagi dominasi:
Table 1: Oposisi Biner Kabyle dan Ekuivalen Modern
C. Tubuh (Body) dan Perilaku (Hexis)
Kekuatan oposisi biner ini terletak pada bagaimana ia diinkorporasikan ke dalam tubuh sebagai hexis corporel (disposisi corporal, postur, gaya berjalan). Hexis adalah cara di mana tubuh, tanpa perlu dikatakan, mengekspresikan dan mereproduksi pemahaman gender.
Di Kabyle, maskulin dikaitkan dengan nif (kehormatan) dan kering, sementara feminin dikaitkan dengan ḥurma (rasa malu, gairah) dan basah. Keterkaitan maskulin dengan 'kering' dan 'budaya' secara langsung memvalidasi standar maskulinitas modern yang menuntut kekuatan, kendali emosi, dan ketabahan. Artinya, dominasi modern di bidang kepemimpinan atau profesional masih beroperasi berdasarkan skema evaluasi kuno yang mengasosiasikan kualitas yang dihargai (kontrol rasional/kering) dengan laki-laki, dan kualitas yang didevaluasi (emosi/basah) dengan perempuan.
Dalam konteks konstruksi sosial tubuh yang lebih umum, laki-laki diidentikkan dengan ciri fisik (jenggot) dan tempat berkumpul (warung kopi), serta aturan tentang gerakan tubuh yang dikaitkan dengan sisi maskulin atau sisi 'atas'.
V. Reproduksi Sosial Dominasi Maskulin: Institusi dan Pedagogik
Dominasi maskulin bukanlah fenomena statis, melainkan terus-menerus direproduksi melalui agen-agen sosialisasi utama, yang menyuntikkan doxa ke dalam habitus generasi baru.
A. Keluarga sebagai Agen Reproduksi Utama
Keluarga adalah institusi yang berperan utama dalam mereproduksi dominasi dan visi maskulin dengan menghadirkan pengalaman sejak dini mengenai pembagian kerja secara seksual (sexual division of labor). Reproduksi ini dilakukan secara kultural dan kontinu.
Sejak kecil, laki-laki diarahkan untuk melakukan hal-hal yang maskulin (misalnya membantu ayah bekerja), sedangkan perempuan diarahkan untuk melakukan hal-hal feminin. Posisi perempuan dalam pembagian kerja seksual yang terjadi dalam keluarga menjadikan mereka tersubordinasi, tidak dapat mengembangkan diri, dan bergantung kepada laki-laki. Akibat dari relasi yang disadari oleh dominasi ini adalah keterpaksaan, di mana tokoh perempuan kehilangan identitasnya dan menerima aturan-aturan yang dipaksakan.
B. Sekolah dan Negara sebagai Reproduktor Budaya
Reproduksi dominasi maskulin juga ditransformasikan melalui sistem komunikasi pedagogik (pendidikan formal) yang berfungsi untuk memperkokoh suatu pengetahuan sebagai kebiasaan berpikir umum. Sekolah mereproduksi budaya, termasuk pengetahuan dan kompetensi, dan dalam prosesnya, sekolah juga mereplikasi habitus yang sesuai dengan kelas yang dominan.
Reproduksi ini terjadi tidak hanya melalui kurikulum formal, tetapi juga melalui kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Kurikulum tersembunyi menyuntikkan habitus yang tergender melalui fitur-fitur yang seakan-akan bersifat non-akademis, seperti gaya berjalan, busana, aksen, dan kegiatan ekstrakurikuler.
Selain pendidikan, Negara dan wacana sejarah juga berperan. Dominasi maskulin dimulai dengan produksi wacana sejarah sebagai pedagogik, menempatkan laki-laki sebagai aktor utama dalam sejarah perjuangan, yang turut membentuk habituasi maskulin yang berkarakter keras. Institusi (keluarga dan sekolah) bertindak sebagai field yang memaksakan posisi-posisi tertentu. Posisi ini membentuk habitus yang tergender, yang pada gilirannya memastikan bahwa ketika perempuan masuk ke field yang lebih besar (misalnya, dunia politik atau sains), mereka telah memiliki disposisi untuk menerima subordinasi, sehingga menstabilkan kembali dominasi maskulin tanpa paksaan eksplisit.
VI. Manifestasi Kontemporer dan Penerapan Analisis
Teori Bourdieu tentang dominasi maskulin relevan untuk menganalisis berbagai aspek masyarakat kapitalis modern.
A. Konstruksi Sosial Tubuh dan Standar Maskulinitas
Dominasi maskulin tidak hanya mengatur peran, tetapi juga menentukan standar fisik dan perilaku yang harus dipenuhi oleh laki-laki agar posisi dominan mereka terjamin. Ukuran-ukuran maskulinitas yang diperhitungkan meliputi kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian, dan kepuasan diri.
Konstruksi sosial tubuh membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan penampilan dan gerak. Aturan tentang gerakan dan perpindahan tubuh secara sosial dikaitkan dengan sisi maskulin atau sisi ‘atas’. Standar ini menjadi modal simbolik yang diperjuangkan laki-laki.
B. Dominasi Maskulin di Arena Profesional dan Politik
Dalam arena profesional seperti STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika), fenomena partisipasi perempuan yang rendah ditemukan di seluruh dunia. Hal ini dapat disebabkan oleh diskriminasi struktural dari institusi penelitian atau kurikulum pendidikan yang tidak gender inclusive. Kurikulum formal maupun tersembunyi di universitas masih dapat mereproduksi dinamika sosial yang mengeksklusikan perempuan dari lingkaran kolega ilmiah, membatasi karir mereka di bidang yang dianggap maskulin.
Di ranah politik praktis, kekerasan simbolik menjadi mekanisme mendasar yang menjelaskan terjadinya kekerasan lain (fisik, psikis, ekonomi, seksual) terhadap perempuan yang terlibat dalam politik. Hal ini terjadi karena perempuan masih diposisikan sebagai subordinat dalam wacana hegemoni yang menganggap politik sebagai field maskulin.
Uniknya, Bourdieu berpendapat bahwa ide maskulinitas adalah salah satu "tempat perlindungan terakhir identitas kelas yang didominasi". Bagi laki-laki yang memiliki sedikit modal ekonomi atau kultural, mereka berpegangan kuat pada modal simbolik maskulinitas (kekuatan, kendali) sebagai satu-satunya bentuk validasi sosial yang tersisa. Hal ini menjelaskan resistensi yang kuat terhadap perubahan gender, karena menghilangkan dominasi maskulin sama dengan menghilangkan sumber identitas dan status sosial terakhir bagi kelompok ini.
VII. Kritik, Batasan, dan Agenda Perubahan
Meskipun analisis Bourdieu mendalam, karyanya tidak terlepas dari kritik, terutama dari perspektif feminis yang menyoroti isu agensi.
A. Kritik Feminisme terhadap Teori Bourdieu
Kritik utama terhadap teori dominasi maskulin Bourdieu adalah potensi penekanannya yang berlebihan pada reproduksi struktural, yang dikhawatirkan mengabaikan atau meremehkan kemampuan bertindak (agency) dan resistensi aktif perempuan terhadap dominasi. Jika habitus dan doxa begitu mengakar, muncul pertanyaan mengenai ruang bagi perubahan radikal dan perlawanan individu.
Para feminis menyarankan pembagian relasi gender menjadi simbolisme gender, organisasi gender, dan identitas gender. Sementara Bourdieu unggul dalam menganalisis simbolisme (melalui oposisi biner Kabyle) dan organisasi (melalui field dan pembagian kerja), ia dinilai kurang elaboratif dalam menjelaskan pengalaman identitas yang kontradiktif dan multipel yang sering kali tidak sesuai dengan citra hegemoni (misalnya, pengalaman feminitas yang beragam melintasi ras dan kelas).
B. Jalan Keluar: Refleksivitas dan Tindakan Politik
Kontradiksi antara struktur yang mendominasi dan agensi individu adalah tempat munculnya potensi resistensi. Karena dominasi bekerja melalui doxa (penerimaan), resistensi harus dimulai di tingkat kognitif: dengan membuat yang tak terlihat menjadi terlihat.
Bourdieu melihat bahwa analisisnya membuka kemungkinan bagi jenis tindakan politik yang dapat menggerakkan sejarah lagi dengan menetralkan mekanisme naturalisasi. Untuk mengatasi dominasi maskulin, agen harus menyadari cara kerja kekerasan simbolik dan habitus mereka sendiri (refleksivitas), mengubah doxa menjadi heterodoxa yang dapat dipertanyakan. Selain itu, fakta bahwa individu dapat mengekspresikan kepatuhan di satu field (misalnya, di rumah) dan resistensi di field lain (misalnya, di pekerjaan) menunjukkan bahwa habitus bukanlah determinisme mutlak, melainkan skema yang rentan terhadap ketegangan saat berhadapan dengan konteks berbeda.
C. Sumbangan Teori bagi Pengarusutamaan Gender
Di Indonesia dan negara-negara lain, teori Bourdieu sangat relevan untuk menganalisis ketidakadilan yang tidak terlihat, yang sering terabaikan oleh kebijakan berbasis data kuantitatif. Penggunaan konsep habitus, modal, arena, dan kekuasaan simbolik dapat digunakan sebagai perspektif kritis dalam membongkar mekanisme ketimpangan gender, khususnya dalam ranah yang sangat dipengaruhi oleh budaya patriarki dan konfusianisme, seperti yang dicontohkan dalam studi kasus film Korea Selatan.
VIII. Kesimpulan: Jalan Keluar dari Doxa Maskulin
Buku Masculine Domination karya Pierre Bourdieu adalah sebuah karya sosiologi kritis yang mendalam, mengungkap bahwa dominasi maskulin merupakan contoh dominasi yang paling efektif karena ia berhasil mengubah relasi kekuasaan yang historis menjadi struktur kognitif yang dinaturalisasi. Inti dari dominasi ini adalah kekerasan simbolik—kekuatan yang beroperasi melalui persetujuan pasif dan misrecognition dari pihak yang didominasi.
Melalui analisisnya terhadap masyarakat Kabyle, Bourdieu menunjukkan bagaimana struktur biner kosmik (Kering/Basah, Tinggi/Rendah) diinkorporasikan ke dalam tubuh dan institusi, yang kemudian direproduksi secara terus-menerus oleh keluarga dan sekolah. Karya ini mengajukan tantangan mendasar kepada sosiologi dan aktivisme: perubahan sosial yang mendalam hanya dapat tercapai jika kita berhasil melakukan de-historisasi—mengambil kembali sejarah dari yang telah dinaturalisasi—dengan membongkar skema persepsi (habitus) dan asumsi tak terucapkan (doxa) yang selama ini membuat ketidaksetaraan gender terasa alami dan tidak terhindarkan. Ini adalah kontribusi abadi dari Masculine Domination bagi studi kritis gender.
Sumber Referensi:
Archive.org. (n.d.). Masculine domination: Bourdieu, Pierre, 1930–2002, author: Free download, borrow, and streaming. Internet Archive. https://archive.org
Bourdieu, P. (2001). Masculine domination (R. Nice, Trans.). Stanford University Press. (Original work published 1998)
Digilib.itb.ac.id. (n.d.). Keterlibatan peneliti perempuan di Pusat Artificial Intelligence Institut Teknologi Bandung [Undergraduate thesis]. Institut Teknologi Bandung. https://digilib.itb.ac.id
Digilib.uin-suka.ac.id. (n.d.). Agensi perempuan di tengah dominasi maskulin dalam forum kerukunan umat beragama di Indonesia [Thesis, UIN Sunan Kalijaga]. https://digilib.uin-suka.ac.id
Ejournal.uin-suka.ac.id. (n.d.). Perspektif Bourdieu pada latar belakang ekonomi, lingkungan sosial dan peer group anak berkonflik dengan hukum. Musãwa: Jurnal Studi Gender dan Islam, UIN Sunan Kalijaga. https://ejournal.uin-suka.ac.id
Ejournal3.undip.ac.id. (n.d.-a). Kekerasan simbolik terhadap perempuan dalam tayangan komedi Opera Van Java. Interaksi Online, Universitas Diponegoro. https://ejournal3.undip.ac.id
Ejournal3.undip.ac.id. (n.d.-b). Memaknai dominasi maskulin dalam komedi situasi Tetangga Masa Gitu. E-Journal UNDIP. https://ejournal3.undip.ac.id
Epublications.marquette.edu. (n.d.). Classes without labor: Three critiques of Bourdieu. E-Publications@Marquette. https://epublications.marquette.edu
EtD.repository.ugm.ac.id. (n.d.). Representasi internalisasi habitus dan dominasi maskulin pada film Pieta [Undergraduate thesis]. Universitas Gadjah Mada. https://etd.repository.ugm.ac.id
Iran-bulletin.org. (n.d.). Pierre Bourdieu and La domination masculine. Iran Bulletin. https://iran-bulletin.org
Journal.lppmunindra.ac.id. (n.d.). Institusi pendidikan sebagai sarana reproduksi budaya dan sosial. Journal LPPM Unindra. https://journal.lppmunindra.ac.id
Journals.plos.org. (n.d.). Bourdieu, networks, and movements: Using the concepts of habitus, field, and capital to understand a network analysis of gender differences in undergraduate physics. PLOS ONE. https://journals.plos.org
Jurnal.ar-raniry.ac.id. (n.d.). Kekerasan simbolik dan politik perempuan di Aceh. Jurnal Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry. https://jurnal.ar-raniry.ac.id
Kafaah.org. (n.d.). Pemikiran Pierre Bourdieu tentang dominasi maskulin dan sumbangannya bagi agama dan masyarakat. Kafaah Journal. https://kafaah.org
Lib.unm.ac.id. (n.d.). Kekerasan simbolik tokoh istri pada cerpen Wadon dan Kado Pernikahan Sesungguhnya (Teori Dominasi Maskulin Pierre Bourdieu). Perpustakaan Universitas Negeri Makassar. https://lib.unm.ac.id
Neorespublica.uho.ac.id. (n.d.). Pergulatan sejarah, ekonomi, agama, dan politik dalam pembentukan kekerasan simbolik terhadap keterwakilan perempuan di Desa Tabanio. NeoRespublica Journal, Universitas Halu Oleo. https://neorespublica.uho.ac.id
Ojs.unm.ac.id. (n.d.). Kekerasan simbolik tokoh 'istri' pada cerpen Wadon dan Kado Pernikahan Sesungguhnya (Teori Dominasi Maskulin Pierre Bourdieu). Universitas Negeri Makassar. https://ojs.unm.ac.id
PDFs.semanticscholar.org. (n.d.). Dominasi maskulin dalam novel Dear Allah karya Diana Febiantria: Perspektif Pierre Bourdieu. Semantic Scholar. https://pdfs.semanticscholar.org
Powercube.net. (n.d.). Bourdieu and “habitus.” Powercube: Understanding Power for Social Change. https://powercube.net
Researchgate.net. (n.d.-a). Masculine domination (review). ResearchGate. https://researchgate.net
Researchgate.net. (n.d.-b). Pierre Bourdieu’s “Masculine Domination” thesis and the gendered body in sport and physical culture. ResearchGate. https://researchgate.net
Researchgate.net. (n.d.-c). Mengurai kekerasan simbolik di sekolah: Sebuah pemikiran Pierre Bourdieu tentang habitus dalam pendidikan. ResearchGate. https://researchgate.net
Shs.cairn.info. (n.d.). On Pierre Bourdieu’s “Masculine Domination.” Cairn International Edition. https://shs.cairn.info
Stonecenter.gc.cuny.edu. (n.d.). Does gender fit? Bourdieu, feminism, and conceptions of social order. Stone Center on Socio-Economic Inequality. https://stonecenter.gc.cuny.edu
Sup.org. (n.d.-a). Masculine domination. Stanford University Press. https://sup.org
Sup.org. (n.d.-b). Masculine domination: Copy requests. Stanford University Press. https://sup.org
Webhelper.brown.edu. (n.d.). The Kabyle house or the world reversed. Brown University. https://webhelper.brown.edu


Post a Comment