Ulasan Lengkap Buku Power-Dependence Relations (1962) Richard Emerson
Pendahuluan: Sebuah Revolusi Konseptual dalam Sosiologi
Richard Marc Emerson (1925-1982) adalah seorang sosiolog Amerika yang dikenal luas karena kontribusinya yang fundamental terhadap teori kekuasaan sosial dan teori pertukaran sosial. Karyanya yang paling signifikan dan berpengaruh adalah makalah berjudul “Power-Dependence Relations,” yang diterbitkan pada tahun 1962 dalam American Sociological Review. Makalah ini secara luas dianggap sebagai "klasik" dalam bidangnya dan menjadi fondasi bagi literatur yang luas tentang hubungan kekuasaan dalam psikologi sosial dan sosiologi. Makalah ini secara sistematis berupaya untuk menyelesaikan beberapa ambiguitas konseptual yang mengelilingi "kekuasaan," "otoritas," "legitimasi," dan "struktur kekuasaan" dengan menyatukannya dalam sebuah skema teoretis yang koheren.
Karya Emerson muncul pada dekade 1960-an, di tengah perkembangan Teori Pertukaran Sosial, sebuah pendekatan yang juga dikembangkan oleh George Homans dan Peter Blau. Namun, pandangan Emerson memiliki kekhasan yang revolusioner: ia menolak pandangan umum yang menganggap kekuasaan sebagai atribut individu atau kelompok, dan sebaliknya mengonseptualisasikannya sebagai properti yang melekat pada hubungan sosial itu sendiri. Analisis ini akan menguraikan secara rinci konsep-konsep inti dari teori tersebut, mekanisme dinamisnya, evolusinya, serta implikasi dan kritik yang relevan hingga saat ini.
Bagian I: Fondasi Teori Kekuasaan-Ketergantungan
Konsep Inti: Kekuasaan Sebagai Relasi, Bukan Atribut
Tesis utama dan paling fundamental dalam karya Emerson adalah bahwa kekuasaan bukanlah karakteristik bawaan atau sifat yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok. Sebaliknya, kekuasaan harus dipahami sebagai fenomena relasional, sebuah properti yang hanya ada dan terwujud dalam sebuah hubungan antara dua atau lebih aktor. Menurut pandangan ini, ketika seseorang dianggap memiliki kekuasaan, sebenarnya yang dimaksud adalah bahwa orang tersebut memiliki kekuasaan atas orang lain dalam konteks hubungan spesifik. Contohnya, seorang manajer mungkin memiliki kekuasaan besar atas karyawannya di tempat kerja, tetapi kekuasaan tersebut mungkin tidak berlaku di luar konteks hubungan tersebut, seperti dalam hubungan personal di rumah, karena dinamika ketergantungan yang berbeda.
Pendekatan ini secara mendalam mengubah cara para ilmuwan sosial memandang kekuasaan. Kekayaan, status, atau kekuatan fisik bukanlah kekuasaan itu sendiri, melainkan hanya sumber daya atau potensi kekuasaan. Kekuasaan hanya terwujud ketika sumber daya tersebut bernilai bagi aktor lain, sehingga menciptakan ketergantungan. Kerangka kerja ini secara efektif memisahkan kekuasaan dari karakteristik personal dan menempatkannya sebagai fenomena yang sepenuhnya bergantung pada konteks interaksional.
Ketergantungan (Dependence) sebagai Basis Kekuasaan
Emerson mengonseptualisasikan ketergantungan sebagai fondasi utama dari kekuasaan. Intinya, kekuasaan aktor A atas aktor B (PAB) adalah fungsi langsung dari ketergantungan B pada A (DBA). Ini adalah formulasi sentral dari teori tersebut, yang dapat dinyatakan sebagai:
PAB=DBA
Ketergantungan B pada A, pada gilirannya, ditentukan oleh dua faktor kritis:
1. Investasi Motivasi: Seberapa besar B menghargai atau membutuhkan sumber daya yang dikontrol oleh A. Semakin tinggi nilai atau pentingnya sumber daya bagi B, semakin besar ketergantungannya.
2. Ketersediaan Sumber Alternatif: Seberapa mudah B bisa mendapatkan sumber daya yang sama atau penggantinya dari aktor lain. Semakin banyak alternatif yang tersedia, semakin rendah ketergantungan B pada A.
Hubungan ini bersifat dinamis. Sebagai contoh, dalam hubungan antara kontraktor dan subkontraktor, dinamika kekuasaan dapat ditentukan oleh kapasitas tawar-menawar pihak-pihak, yang dipengaruhi oleh kejelasan keputusan pengadaan, struktur pasar, dan jumlah pesaing yang tersedia. Ketergantungan kontraktor pada subkontraktor juga dapat ditentukan oleh reputasi subkontraktor dan nilai komersial produk yang diperdagangkan. Dengan demikian, kekuasaan bukanlah entitas statis, melainkan sebuah variabel yang terus berubah seiring dengan perubahan nilai sumber daya dan ketersediaan alternatif di lingkungan sosial.
Tabel 1 merangkum faktor-faktor penentu kekuasaan dan ketergantungan, mengilustrasikan penerapan konsep-konsep ini dalam berbagai konteks sosial.
Tabel 1: Faktor Penentu Kekuasaan dan Ketergantungan
Bagian II: Dinamika dan Mekanisme Penyeimbangan Kekuasaan
Keseimbangan, Kohesi, dan Kekuasaan Resiprokal
Emerson juga menganalisis sifat hubungan kekuasaan-ketergantungan yang timbal balik. Sebuah hubungan dikatakan seimbang ketika ketergantungan kedua belah pihak sama (DAB=DBA). Meskipun keseimbangan tidak menetralkan kekuasaan—karena kedua pihak tetap dapat memberikan pengaruh yang mendalam satu sama lain—ia menciptakan fondasi bagi kohesi dan solidaritas yang lebih besar dalam hubungan tersebut. Hubungan yang seimbang cenderung memicu emosi positif dari pertukaran yang berhasil, yang pada gilirannya meningkatkan ikatan sosial dan komitmen.
Empat Operasi Penyeimbangan Kekuasaan (Balancing Operations)
Salah satu kontribusi Emerson yang paling signifikan adalah identifikasi mekanisme dinamis yang ia sebut sebagai "operasi penyeimbangan" (balancing operations). Ini adalah strategi generik yang digunakan oleh pihak yang kurang berkuasa untuk mengurangi ketidakseimbangan dan meningkatkan posisi kekuasaannya relatif terhadap pihak lain. Emerson mengidentifikasi empat jenis operasi penyeimbangan yang dapat dilakukan:
1. Mengurangi Investasi Motivasi: Pihak yang kurang berkuasa dapat berupaya untuk mengurangi kebutuhan atau nilai yang ia tempatkan pada sumber daya yang dikuasai oleh pihak yang berkuasa. Contoh klasiknya adalah ketika negara-negara Barat merespons embargo minyak dengan merasionalkan bensin dan menurunkan batas kecepatan, sehingga mengurangi ketergantungan mereka pada pasokan minyak dari negara-negara Arab.
2. Mengembangkan Sumber Alternatif: Pihak yang kurang berkuasa dapat mencari atau menciptakan sumber daya yang sama dari pihak ketiga. Contohnya, seorang karyawan dapat mencari tawaran pekerjaan lain untuk mengurangi ketergantungannya pada perusahaan saat ini, atau seorang pemasok dapat mencari klien baru di pasar yang berbeda. Strategi ini secara langsung mengurangi nilai "ketersediaan alternatif," sehingga melemahkan kekuasaan pihak yang dominan.
3. Meningkatkan Nilai Pihak yang Berkuasa: Pihak yang kurang berkuasa dapat mencoba meningkatkan nilai sumber daya yang mereka miliki, sehingga membuat pihak yang berkuasa menjadi lebih bergantung pada mereka. Dalam konteks ekonomi, ini dapat berupa peningkatan kontrol kualitas atau inovasi produk untuk menjadi lebih menarik bagi pembeli.
4. Membentuk Koalisi: Pihak yang kurang berkuasa dapat berkoalisi dengan pihak lain untuk secara kolektif mengurangi ketersediaan alternatif bagi pihak yang berkuasa, atau untuk secara bersama-sama menentangnya. Pembentukan serikat buruh adalah contoh utama dari strategi ini, di mana para pekerja bersatu untuk meningkatkan kekuatan tawar-menawar mereka terhadap manajemen. Menurut Emerson, proses pembentukan koalisi ini adalah mekanisme yang mendasari munculnya norma-norma kelompok, struktur peran, dan hierarki status, yang semuanya merupakan konsekuensi dari kecenderungan penyeimbangan dalam hubungan kekuasaan.
Keempat operasi ini tidak hanya menjelaskan dinamika mikroskopis dalam hubungan dyadic, tetapi juga menyediakan dasar teoretis untuk memahami proses pembentukan struktur sosial yang lebih kompleks, menunjukkan bagaimana kekuasaan adalah motor penggerak untuk perubahan dan organisasi sosial.
Tabel 2: Empat Operasi Penyeimbangan Kekuasaan Emerson
Bagian III: Perkembangan Teori dari Dyad ke Jaringan (Networks)
Hubungan dengan Teori Pertukaran Sosial
Karya Emerson tidak berdiri sendiri; ia merupakan bagian integral dari Teori Pertukaran Sosial, sebuah tradisi yang juga dipelopori oleh George Homans dan Peter Blau. Emerson awalnya mengadopsi "psikologi operan" sebagai dasar perilaku untuk teorinya. Ia menganggapnya sebagai teori tingkat mikro yang lebih "sosial," karena berfokus pada hubungan dan struktur sosial yang terbentuk dari interaksi pertukaran yang terus-menerus.Emerson memiliki pandangan yang sama dengan Blau, yaitu bahwa ketidaksetaraan dan perbedaan kekuasaan adalah properti yang "muncul" dari proses pertukaran sosial. Dalam pertukaran, aktor yang mengendalikan sumber daya yang lebih berharga memiliki keunggulan, yang dapat mengarah pada ketidaksetaraan hasil dan, pada akhirnya, perbedaan kekuasaan.
Evolusi Teori: Dari Dyad ke Jaringan Pertukaran
Meskipun formulasi asli Emerson pada tahun 1962 berfokus pada hubungan dyadic (dua aktor), ia kemudian memperluas kerangka kerjanya untuk menganalisis kekuasaan dalam struktur yang lebih luas, yaitu "jaringan pertukaran". Evolusi ini menjadi inti dari publikasi-publikasinya di masa depan (1972a, 1972b, 1976).Dalam kerangka jaringan, kekuasaan tidak hanya berasal dari ketergantungan dyadic, tetapi juga dari posisi aktor dalam struktur jaringan yang lebih luas. Jaringan pertukaran terdiri dari hubungan-hubungan yang terhubung sedemikian rupa sehingga pertukaran dalam satu hubungan memengaruhi pertukaran dalam hubungan lain. Seorang aktor dapat menjadi sangat berkuasa jika mereka berada di posisi sentral, yaitu "titik di mana banyak hubungan pertukaran terhubung". Kekuasaan, dalam konteks ini, menjadi atribut dari posisi struktural, bukan sekadar hubungan dyadic. Penelitian yang dilakukan setelah Emerson menunjukkan bahwa kekuasaan adalah atribut posisi dalam struktur jaringan yang dapat diamati dari perilaku aktor, bahkan jika aktor tersebut tidak tahu persis berapa banyak kekuasaan yang dimilikinya. Pandangan ini memisahkan kekuasaan dari niat atau kesadaran individu, menjadikannya fenomena struktural yang terukur.
Bagian IV: Analisis Kritis dan Paradoks dalam Teori Kekuasaan-Ketergantungan
Kritik Terhadap Teori
Meskipun sangat berpengaruh, teori kekuasaan-ketergantungan tidak luput dari kritik. Salah satu tantangan utama adalah kesulitan dalam menerapkan teori ini pada struktur jaringan yang sangat besar dan kompleks. Namun, perlu dicatat bahwa penelitian laboratorium yang terinspirasi oleh teori ini berhasil mengonfirmasi banyak hipotesisnya tentang distribusi kekuasaan dalam jaringan, yang menunjukkan validitas teorinya pada skala yang lebih besar dari sekadar dyad.Paradoks "To Use Power Is To Lose It"
Salah satu paradoks paling provokatif yang muncul dari kerangka kekuasaan-ketergantungan adalah gagasan bahwa "menggunakan kekuasaan berarti kehilangan kekuasaan". Paradoks ini secara mendalam mengeksplorasi konsekuensi jangka panjang dari penggunaan kekuasaan yang bersifat memaksa (coercive). Logika di baliknya adalah sebagai berikut: Kekuasaan didasarkan pada pemberian manfaat yang sangat dihargai kepada pihak lain, yang pada akhirnya membuat mereka bergantung pada Anda. Sebaliknya, penggunaan kekuasaan yang bersifat memaksa, seperti menuntut konsesi yang besar atau mengurangi manfaat yang diberikan, secara langsung mengurangi ketergantungan pihak lain. Sebagai contoh, jika serikat buruh terus-menerus menuntut kenaikan upah yang besar dari manajemen, manajemen mungkin termotivasi untuk mengurangi biaya tenaga kerja melalui cara-cara lain, seperti otomatisasi atau PHK. Demikian pula, sebuah negara yang memberlakukan tarif perdagangan tinggi akan mendorong mitra dagangnya untuk mencari komoditas dari negara lain.Dalam jangka pendek, taktik-taktik ini mungkin menghasilkan keuntungan (misalnya, kenaikan upah), tetapi dalam jangka panjang, taktik tersebut mengikis fondasi kekuasaan itu sendiri dengan mendorong pihak yang kurang berkuasa untuk mencari dan mengembangkan alternatif. Dengan demikian, pemaksaan yang terus-menerus akan melemahkan posisi kekuasaan pelaku dalam jangka panjang. Paradoks ini menyiratkan bahwa kekuasaan yang berkelanjutan dan stabil tidak dibangun di atas paksaan, melainkan di atas penciptaan dan penyediaan nilai yang membuat orang lain secara sukarela tetap bergantung.
Bagian V: Studi Kasus dan Implikasi Praktis
Teori kekuasaan-ketergantungan Emerson memiliki relevansi yang luas dan telah diterapkan di berbagai bidang, dari bisnis hingga politik dan tata kelola.Aplikasi dalam Konteks Bisnis dan Organisasi
- Dinamika Kontraktor dan Subkontraktor: Penelitian menunjukkan bahwa dinamika kekuasaan antara kontraktor utama dan subkontraktor sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti "kejelasan keputusan pengadaan," "struktur pasar," dan "kompetisi pasar". Kekuasaan juga didasarkan pada "reputasi" dan "kepentingan komersial" produk atau layanan yang diperdagangkan, yang semuanya menentukan tingkat ketergantungan satu sama lain.
- Hubungan Pembeli-Pemasok: Dalam hubungan rantai pasokan, teori ini dapat menjelaskan mengapa pembeli dengan banyak pemasok alternatif memiliki kekuatan tawar-menawar yang lebih besar dan dapat menegosiasikan persyaratan yang lebih menguntungkan. Sebaliknya, pembeli dengan pilihan terbatas akan menjadi lebih bergantung pada pemasok tertentu, sehingga memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada pemasok tersebut.
- Manajemen Waralaba: Teori ini juga dapat diterapkan untuk memahami strategi kontrol dalam bisnis waralaba ritel. Penyediaan "sistem pendukung yang sukses," seperti panduan operasional, rencana pengembangan, dan dukungan berkelanjutan, berfungsi sebagai sumber kekuasaan bagi pewaralaba (franchisor) atas penerima waralaba (franchisee).
Aplikasi dalam Hubungan Sosial dan Politik
- Hubungan Interpersonal dan Antarnegara: Emerson sendiri menggunakan contoh hubungan orang tua-anak, pasangan, dan bahkan antar-negara untuk menggambarkan keseragaman teori kekuasaan-ketergantungan. Kekuasaan seorang ibu atas anaknya, kekuasaan antara sepasang kekasih, atau kekuasaan sebuah negara atas negara lain, semuanya beroperasi dengan prinsip yang sama: kekuasaan berbanding lurus dengan ketergantungan.
- Perbedaan dari Teori Ketergantungan (Dependency Theory): Penting untuk membedakan teori Emerson dari "Teori Ketergantungan" yang lebih luas dalam studi hubungan internasional. Meskipun keduanya menggunakan istilah "ketergantungan," Teori Ketergantungan (Dependency Theory) berfokus pada analisis makro dan historis tentang bagaimana struktur ekonomi global (negara "inti" yang kaya dan negara "pinggiran" yang miskin) menciptakan ketidaksetaraan dan eksploitasi. Teori Emerson, di sisi lain, berfokus pada dinamika relasional yang lebih mikro yang dapat diterapkan di berbagai tingkat analisis, dari interpersonal hingga organisasi.
Penerapan dalam Tata Kelola Kolaboratif (Collaborative Governance)
Pemikiran Emerson terus berkembang dan menemukan relevansi dalam bidang-bidang kontemporer. Model Collaborative Governance Regime (CGR) yang ia kembangkan bersama Nabatchi dan Balogh (2012) digunakan untuk menganalisis dinamika kekuasaan dalam proyek kolaborasi antara berbagai pihak. Studi kasus telah menerapkan model ini untuk menganalisis penyelesaian sengketa hubungan industrial dan pengembangan area minapolitan. Aplikasi ini menunjukkan bagaimana kerangka kerja kekuasaan-ketergantungan dapat membantu mengidentifikasi penggerak kolaborasi, hambatan, dan dinamika kekuasaan di antara para pemangku kepentingan.Kesimpulan: Kontribusi Abadi dan Relevansi Kontemporer
Makalah Richard Emerson tahun 1962, "Power-Dependence Relations," adalah sebuah karya monumental yang secara fundamental mengubah cara para ilmuwan sosial memahami kekuasaan. Kontribusi utamanya adalah pergeseran paradigma dari kekuasaan sebagai atribut personal ke kekuasaan sebagai properti relasional. Dengan mendefinisikan ketergantungan sebagai fondasi kekuasaan, Emerson menyediakan sebuah formulasi yang jelas dan dapat diuji untuk menganalisis dinamika kekuasaan. Selain itu, ia mengidentifikasi mekanisme dinamis—empat "operasi penyeimbangan"—yang menjelaskan bagaimana ketidakseimbangan kekuasaan beroperasi dan, yang lebih penting, bagaimana hal itu dapat diubah, yang pada gilirannya mendorong pembentukan struktur sosial yang lebih besar.
Perluasan teorinya dari dyad ke jaringan pertukaran lebih lanjut memperkuat relevansi konseptualnya, menunjukkan bahwa kekuasaan tidak hanya terwujud dalam hubungan langsung tetapi juga merupakan atribut posisi dalam struktur sosial yang lebih luas. Meskipun teori ini memiliki tantangan dalam penerapannya pada skala yang sangat besar dan menghadapi paradoks seperti "menggunakan kekuasaan berarti kehilangan kekuasaan," gagasan-gagasan ini justru memperdalam pemahaman kita tentang kompleksitas kekuasaan. Teori ini menyiratkan bahwa kekuasaan yang berkelanjutan tidak dibangun di atas pemaksaan, melainkan di atas penyediaan manfaat yang berharga bagi orang lain.
Hingga saat ini, kerangka kerja Emerson tetap menjadi salah satu fondasi utama untuk studi kekuasaan, pertukaran, dan jaringan sosial. Konsep-konsepnya terus diterapkan dan diperluas dalam berbagai konteks, dari analisis rantai pasokan global, interaksi media sosial, hingga tata kelola pemerintahan, membuktikan relevansi dan warisannya yang abadi.
Karya yang dikutip:
Analytictech. (n.d.). Dependency. Diakses 25 September 2025, dari http://www.analytictech.com/mb021/dependen.htm
Bacharach, S. B., & Lawler, E. J. (n.d.). Power dependence and power paradoxes in bargaining. Cornell eCommons. Diakses 25 September 2025, dari https://ecommons.cornell.edu/bitstreams/238f98c3-3309-4f5e-b214-281965fcc244/download
Cook, K. S., Cheshire, C., & Gerbasi, A. (n.d.). Power, dependence, and social exchange theory. University of California, Berkeley. Diakses 25 September 2025, dari https://people.ischool.berkeley.edu/~coye/Pubs/Chapters/CookCheshireGerbasi_CH7_PowerDependenceandSocialExchange.pdf
CORE. (n.d.). Power dependence in collective bargaining. Diakses 25 September 2025, dari https://core.ac.uk/download/pdf/83527327.pdf
Emerson, R. M. (1962). Power-dependence relations. American Sociological Review, 27(1), 31–41. https://doi.org/10.2307/2089716
Emerson, R. M. (1962). Power-dependence relations. American Sociological Review, 27(1), 31–41. SAGE Publications. https://web.mit.edu/curhan/www/docs/Articles/15341_Readings/Power/Emerson_1962_Power-dependence_relations.pdf
Emerson, R. M. (1962). Power-dependence relations. Massachusetts Institute of Technology (MIT). Diakses 25 September 2025, dari https://web.mit.edu/curhan/www/docs/Articles/15341_Readings/Power/Emerson_1962_Power-dependence_relations.pdf
Kompas.com. (2022, Maret 23). Teori ketergantungan dalam hubungan internasional. Diakses 25 September 2025, dari https://www.kompas.com/skola/read/2022/03/23/140000769/teori-ketergantungan-dalam-hubungan-internasional?page=all
Lusiana. (2023). Dinamika collaborative governance dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Kota Bekasi. JANE (Jurnal Administrasi Negara). Universitas Padjadjaran. Diakses 25 September 2025, dari https://jurnal.unpad.ac.id/jane/article/view/43082
One Minute Sociology. (2023, Mei 14). Power dependence theory #simplified #psychology #sociology [Video]. YouTube. https://m.youtube.com/watch?v=XdzL5wjVhrQ
ResearchGate. (2019). Emerson, Richard M. (1925–1982). Diakses 25 September 2025, dari https://www.researchgate.net/publication/333337237_Emerson_Richard_M_1925-1982
ResearchGate. (2023). Power-dependence theory. Diakses 25 September 2025, dari https://www.researchgate.net/publication/373242557_Power-Dependence_Theory
ResearchGate. (2023). Power-dependence theory. Diakses 25 September 2025, dari https://www.researchgate.net/publication/373243081_Power-Dependence_Theory
ResearchGate. (n.d.). (PDF) Power, dependence and social exchange. Diakses 25 September 2025, dari https://www.researchgate.net/publication/242278615_Power_Dependence_and_Social_Exchange
Rizal, A. (2012). Penggunaan kekuatan dalam mengendalikan bisnis waralaba ritel. Neliti. Diakses 25 September 2025, dari https://media.neliti.com/media/publications/24278-ID-penggunaan-kekuatan-dalam-mengendalikan-bisnis-waralaba-ritel.pdf
Sociopedia. (n.d.). Emerson, Richard. Diakses 25 September 2025, dari https://sociopedia.co/author/emerson-richard
STIA LK-Dumai. (2003). Jurnal Administrasi Publik & Bisnis: Instructions for ISPACS 2003 camera-ready manuscript. Diakses 25 September 2025, dari https://ejournal.stia-lk-dumai.ac.id/index.php/japabis/article/download/25/24/94
Universitas Airlangga. (2017). Collaborative governance: Studi tentang kolaborasi antar stakeholders dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Sidoarjo. Repository UNAIR. Diakses 25 September 2025, dari https://repository.unair.ac.id/67685/3/Sec.pdf
Universitas Islam Riau. (2021). Diplomasi dan power: Sebuah kajian analisis. Journal UIR. Diakses 25 September 2025, dari https://journal.uir.ac.id/index.php/jdis/article/download/4429/2184/11635
University of Surrey. (n.d.). Power, dependence and social exchange. Open Research Surrey. Diakses 25 September 2025, dari https://openresearch.surrey.ac.uk/esploro/outputs/bookChapter/Power-Dependence-and-Social-Exchange/99514171202346
Wikipedia. (2025, September 20). Social exchange theory. In Wikipedia. Diakses 25 September 2025, dari https://en.wikipedia.org/wiki/Social_exchange_theory
%20Richard%20Emerson.png)


Post a Comment