Analisis Mendalam Class and Class Conflict in Industrial Society (1959) Ralf Dahrendorf: Sintesis Konflik dan Konsensus dalam Era Pascakapitalis
Abstrak
Ralf Dahrendorf, dalam karyanya yang monumental, Class and Class Conflict in Industrial Society (1959), memosisikan dirinya sebagai salah satu sosiolog terkemuka abad ke-20 yang berupaya merekonstruksi teori konflik sosial. Tulisan ini menguraikan dan menganalisis secara mendalam isi buku tersebut, yang pada dasarnya merupakan respons kritis terhadap dua paradigma sosiologi dominan pada masanya: Marxisme dan Fungsionalisme Struktural.
Baca Juga: Uraian Komprehensif Teori Struktural Fungsional dalam Sosiologi: Konsep, Tokoh, dan Penerapannya
Tesis sentral Dahrendorf menyatakan bahwa konflik kelas dalam masyarakat modern tidak lagi berakar pada kepemilikan alat produksi, melainkan pada distribusi otoritas yang tidak setara di dalam asosiasi-asosiasi sosial yang ia sebut Asosiasi yang Terkoordinasi secara Imperatif (Imperatively Coordinated Associations atau ICA).
Dahrendorf mengajukan model sosiologi yang melihat realitas sosial memiliki "dua wajah," yaitu konsensus (keteraturan) dan konflik, yang keduanya esensial dan saling terkait. Dengan menggabungkan elemen-elemen dari Marxisme dan Fungsionalisme Struktural, Dahrendorf berhasil merumuskan teori yang lebih relevan dan fleksibel untuk menganalisis dinamika konflik di era pascakapitalis.
Ia berargumen bahwa konflik, alih-alih menjadi gejala patologis, adalah elemen permanen dan bahkan konstruktif yang mendorong perubahan dan perkembangan sosial. Analisis ini tidak hanya menyoroti gagasan-gagasan inti Dahrendorf tetapi juga mengeksplorasi implikasi mendalam dari teori-teorinya dalam memahami struktur sosial dan dinamika konflik kontemporer.
Baca Juga: Uraian Komprehensif Teori Konflik dalam Sosiologi: Konsep, Tokoh, dan Relevansinya di Era Modern
Bagian I: Konteks Intelektual dan Kritik Awal Dahrendorf
1.1 Pendahuluan: Mengapa Buku Dahrendorf Relevan?
Publikasi Class and Class Conflict in Industrial Society pada tahun 1959 menandai momen penting dalam sejarah sosiologi. Buku ini hadir di tengah dominasi Fungsionalisme Struktural, yang dipelopori oleh Talcott Parsons, yang berfokus pada stabilitas, konsensus, dan integrasi nilai dalam masyarakat. Pada saat yang sama, Dahrendorf juga menanggapi teori konflik klasik Karl Marx yang tampaknya tidak lagi sepenuhnya mampu menjelaskan perubahan yang terjadi dalam masyarakat industri modern setelah abad ke-19.
Dahrendorf memandang bahwa sosiologi pada masanya terlalu condong pada salah satu dari dua pendekatan tersebut. Ia berpendapat bahwa sosiologi perlu mengembangkan teori untuk menganalisis "dua wajah" realitas sosial: konsensus (stabilitas, keteraturan) dan konflik (perpecahan, perubahan).
Menurutnya, kedua sisi ini tidak dapat dipisahkan; tidak mungkin ada konflik tanpa adanya konsensus, dan sebaliknya, konflik dapat melahirkan konsensus baru. Struktur buku ini secara eksplisit mencerminkan pendekatan ini. Bagian pertama didedikasikan untuk mengkritik doktrin kelas Marx dan menganalisis perubahan dalam masyarakat industri pasca-Marx, sementara bagian kedua merumuskan teori sosiologi konflik yang baru dan lebih umum.
1.2 Kritik Dahrendorf terhadap Teori Kelas Klasik Karl Marx
Kritik Dahrendorf terhadap Karl Marx bukan merupakan penolakan total, melainkan sebuah rekonfigurasi cerdas terhadap validitas teori Marxis. Dahrendorf secara cermat berargumen bahwa teori kelas Marx, dengan fokusnya pada kepemilikan properti, adalah "kasus khusus" yang sangat relevan dan akurat untuk konteks historis masyarakat kapitalis abad ke-19, namun tidak lagi berlaku sebagai hukum universal untuk masyarakat pascakapitalis.
Dengan manuver intelektual ini, Dahrendorf tidak perlu menghabiskan energi untuk sepenuhnya mendiskreditkan Marx; sebaliknya, ia berhasil memosisikan teorinya sendiri sebagai generalisasi yang lebih unggul, yang mampu menjelaskan fakta-fakta yang tidak dapat dijawab oleh model Marxian. Ini adalah fondasi mengapa teori Dahrendorf secara inheren bersifat "dialektis" dan menjadi pilar penting dalam teori konflik modern.
Kritik utama Dahrendorf terhadap Marxisme didasarkan pada beberapa poin penting:
a. De-komposisi Modal dan Tenaga Kerja:
Dahrendorf mengemukakan bahwa dalam masyarakat industri modern, struktur kelas Marxis yang dikotomis (pemilik vs. buruh) telah mengalami disintegrasi. Terjadi dekomposisi modal di mana kepemilikan (oleh pemegang saham) telah terpisah dari kontrol (oleh manajer dan birokrat profesional). Pada saat yang sama, terjadi pula dekomposisi tenaga kerja di mana kelas buruh menjadi semakin terdiferensiasi, dengan munculnya kelas menengah baru dan spesialisasi keahlian. Hal ini secara langsung menyanggah tesis Marx tentang homogenisasi kelas yang semakin besar.
b. Pergeseran Basis Kelas:
Dahrendorf menggeser basis definisi kelas dari kepemilikan properti ekonomi (sebagaimana dalam Marx) ke distribusi otoritas dalam hierarki sosial.
c. Sifat Konflik:
Dahrendorf mengkarakterisasi konflik Marxis sebagai "ekstrem," yaitu sangat intens, penuh kekerasan, dan mengarah pada perubahan sosial yang mendadak dan radikal (revolusi). Sebaliknya, ia berargumen bahwa dalam masyarakat pascakapitalis, konflik kelas menjadi lebih terlembaga dan diatur melalui mekanisme seperti serikat pekerja dan proses politik yang demokratis, sehingga menghasilkan perubahan struktural yang bertahap dan kurang penuh kekerasan.
Tabel berikut menyajikan perbandingan tesis inti antara Karl Marx dan Ralf Dahrendorf, yang memperjelas mengapa Dahrendorf melihat modelnya sebagai evolusi yang diperlukan dari teori Marxis.
Bagian II: Pilar Teori Konflik Dahrendorf
2.1 Otoritas sebagai Fondasi Kelas dan Konflik
Pilar utama teori Dahrendorf adalah konsep otoritas sebagai sumber fundamental konflik. Dahrendorf secara tegas membedakan antara kekuasaan (power) dan otoritas (authority). Kekuasaan adalah kemampuan individu untuk memaksakan kehendaknya tanpa perlu legitimasi formal, sedangkan otoritas adalah hak melembaga untuk memerintah dan mengendalikan, yang melekat pada suatu posisi atau peran, bukan pada orangnya.
Konsep sentralnya adalah Asosiasi yang Terkoordinasi secara Imperatif (Imperatively Coordinated Associations atau ICA), yang didefinisikan sebagai sistem organisasi sosial di mana individu atau kelompok terhubung melalui jaringan hierarki, aturan, dan regulasi. Masyarakat, menurut Dahrendorf, tersusun dari sejumlah unit ICA—seperti negara, perusahaan, partai politik, atau universitas—yang semuanya dikendalikan oleh hierarki posisi otoritas. Di dalam setiap ICA, terdapat hubungan superordinasi dan subordinasi, di mana mereka yang berada di posisi dominan diharapkan untuk mengendalikan perilaku mereka yang berada di posisi bawahan.
Pergeseran fokus analisis dari basis ekonomi ke struktur organisasi ini merupakan terobosan metodologis yang signifikan. Analisis Dahrendorf mewakili pergeseran radikal dari paradigma Marxis yang berfokus pada kepemilikan alat produksi ke paradigma yang berfokus pada distribusi otoritas.
Dengan demikian, sumber konflik tidak lagi terbatas pada ranah ekonomi saja, melainkan ada di mana pun terdapat ICA dengan hubungan superordinasi-subordinasi. Hal ini menjadikan teorinya jauh lebih aplikatif pada berbagai jenis konflik, tidak hanya di ranah ekonomi industri, tetapi juga di dalam birokrasi pemerintahan, institusi pendidikan, atau bahkan organisasi nirlaba. Kemampuan teori ini untuk menganalisis konflik di luar batas-batas ekonomi adalah salah satu keunggulan paling signifikan Dahrendorf dibandingkan Marx.
2.2 Proses Pembentukan Kelompok Konflik
Dahrendorf menguraikan sebuah proses sistematis untuk menjelaskan bagaimana ketidaksetaraan otoritas bertransisi menjadi konflik yang terorganisir. Proses ini melibatkan tiga tipe kelompok yang berbeda:
1. Kelompok Semu (Quasi-Group): Ini adalah kolektif individu yang menempati posisi sosial dengan kepentingan peran yang serupa secara laten atau tersembunyi. Mereka memiliki kepentingan bersama yang tidak mereka sadari sepenuhnya.
2. Kelompok Kepentingan (Interest-Group): Ketika kepentingan laten ini menjadi disadari (manifest), kelompok semu dapat bertransformasi menjadi kelompok kepentingan. Kelompok ini adalah kelompok yang sebenarnya dalam arti sosiologis, memiliki struktur, bentuk organisasi, program atau tujuan yang jelas, serta anggota yang terdefinisi.
3. Kelompok Konflik (Conflict-Group): Ini adalah kelompok kepentingan yang secara aktif terlibat dalam konflik.
Proses transisi dari kepentingan laten ke kepentingan manifes bukanlah hal yang otomatis. Dahrendorf menggarisbawahi bahwa mobilisasi kelompok semu menjadi kelompok kepentingan dan kelompok konflik membutuhkan kondisi-kondisi tertentu, yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama:
- Kondisi Teknis: Ketersediaan kepemimpinan yang memadai, adanya ideologi yang kohesif, dan fasilitas komunikasi yang memungkinkan anggota untuk saling terhubung.
- Kondisi Politik: Adanya kebebasan politik bagi individu untuk membentuk koalisi, berserikat, dan melakukan tindakan politik.
- Kondisi Sosial: Adanya kemampuan untuk merekrut anggota dan memelihara hubungan sosial di antara mereka.
Teori Dahrendorf tentang transisi dari kepentingan laten ke kepentingan manifes adalah kunci untuk memahami bagaimana kesadaran kolektif terbentuk. Tidak seperti determinisme ekonomi ala Marx, Dahrendorf berpendapat bahwa konflik sosial bukanlah hasil yang tak terhindarkan atau mekanis dari kontradiksi ekonomi, melainkan bergantung pada upaya sadar dari aktor-aktor sosial untuk mengorganisir dan menyuarakan kepentingan mereka. Hal ini menunjukkan pentingnya peran agen dalam dinamika sosial, sebuah poin yang sangat relevan di era modern di mana aktivisme akar rumput dan mobilisasi sosial bergantung pada upaya sadar dan terorganisir.
Bagian III: Dinamika dan Konsekuensi Konflik
3.1 Intensitas dan Kekerasan Konflik
Dalam analisisnya, Dahrendorf membedakan antara intensitas dan kekerasan konflik. Intensitas mengacu pada tingkat keterlibatan dan investasi (emosional, waktu, dan sumber daya) yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkonflik. Semakin besar investasi ini, semakin intens konflik tersebut. Sementara itu, kekerasan mengacu pada metode dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan konflik, mulai dari negosiasi damai, unjuk rasa, pemogokan, hingga tindakan fisik dan perusakan.
Dahrendorf berargumen bahwa konflik dapat memiliki intensitas tinggi tanpa harus diwarnai dengan kekerasan fisik, terutama di masyarakat yang telah mengembangkan mekanisme regulasi konflik yang mapan seperti serikat pekerja dan negosiasi kolektif.
3.2 Konflik sebagai Pemicu Perubahan Sosial
Salah satu kontribusi Dahrendorf yang paling signifikan adalah pandangannya tentang konflik sebagai kekuatan yang konstruktif. Berbeda dengan pandangan fungsionalis yang menganggap konflik sebagai disfungsi atau "penyakit" dalam sistem sosial, Dahrendorf memposisikannya sebagai "mesin" atau "pengungkit" perubahan dan perkembangan sosial.
Ketika kelompok konflik muncul dan bertindak, mereka secara fundamental mengubah struktur sosial yang ada. Dahrendorf mengaitkan tingkat intensitas dan kekerasan konflik dengan hasil perubahan yang terjadi: semakin intens dan penuh kekerasan suatu konflik, semakin radikal dan mendadak perubahan struktural yang diakibatkannya.
Pandangan ini mengubah cara masyarakat memandang konflik, dari "sesuatu yang buruk yang harus dihindari" menjadi "elemen dinamis dan diperlukan." Konflik, dalam perspektif ini, bukanlah ancaman bagi stabilitas, melainkan mekanisme yang menyoroti batasan-batasan struktur yang ada dan membuka jalan bagi reorganisasi sosial yang lebih efektif dan adil. Hal ini memberikan legitimasi teoretis untuk gerakan sosial dan upaya-upaya perubahan, karena mereka tidak dilihat sebagai ancaman terhadap keteraturan, melainkan sebagai bagian integral dari proses menuju keteraturan yang lebih baik.
Bagian IV: Relevansi Kontemporer dan Kritik
4.1 Kritik terhadap Teori Dahrendorf
Meskipun teori Dahrendorf menawarkan kerangka analisis yang kuat, ia tidak lepas dari kritik. Salah satu kritik utama adalah bahwa teorinya, meskipun mengklaim sebagai antitesis fungsionalisme struktural, secara ironis memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan yang ia kritik tajam. Dengan memusatkan perhatian pada struktur otoritas yang melembaga dan peran sosial, Dahrendorf dinilai terlalu dekat dengan model fungsionalis yang menganalisis masyarakat berdasarkan sistem peran dan posisi. Pendekatan ini berisiko mengabaikan faktor-faktor material dan ekonomi yang, meskipun tidak lagi menjadi satu-satunya sumber konflik, tetap memainkan peran krusial di era modern.
Selain itu, Dahrendorf dikritik karena teorinya terlalu bersifat makroskopik dan kurang menawarkan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana pemikiran dan tindakan individu memengaruhi konflik. Ia cenderung berfokus pada "posisi" dan "peran" daripada psikologi individu yang menempatinya, sebuah keterbatasan yang diakui oleh beberapa sosiolog lainnya.
4.2 Relevansi di Era Pasca-Industri dan Digital
Meskipun Dahrendorf merumuskan teorinya di tengah-tengah masyarakat industri, kerangka konseptualnya terbukti sangat relevan dan dapat diterapkan untuk menganalisis dinamika konflik di era pasca-industri dan digital. Di era ini, sumber-sumber otoritas menjadi lebih terdiversifikasi dan kompleks. Otoritas tidak lagi hanya berada di tangan pemilik modal atau birokrat, tetapi juga dipegang oleh "penguasa" data, pemilik platform media sosial, atau perusahaan teknologi yang mengendalikan infrastruktur digital.
Teori Dahrendorf memungkinkan analisis konflik antara entitas-entitas baru ini. Misalnya, konflik antara pengguna atau kreator konten dengan platform media sosial dapat dianalisis sebagai pertentangan antara kelompok bawahan (subordinat) dan kelompok dominan (superordinat) yang memegang otoritas atas data, algoritma, dan regulasi platform. Contoh nyata dapat dilihat dalam konflik-konflik antara kelompok buruh dan manajemen di era digital, seperti yang tercermin dalam kasus-kasus industrial modern di mana serikat pekerja bernegosiasi dengan manajer yang tidak selalu merupakan pemilik perusahaan.
Studi kasus publik, seperti konflik antara konsumen dan korporasi, juga dapat dijelaskan melalui lensa Dahrendorf. Kasus Prita Mulyasari vs. RS Omni di Indonesia, misalnya, berawal dari kepentingan laten (kelompok semu) yang kemudian terorganisir menjadi gerakan sosial terstruktur (kelompok kepentingan) yang menantang otoritas korporasi dan hukum. Ini menunjukkan bagaimana teori Dahrendorf, dengan penekanannya pada otoritas yang dinamis dan pembentukan kelompok, menawarkan lensa yang kuat untuk memahami dinamika konflik yang berkembang di luar batas-batas industrial tradisional dan menjangkau ranah sosial, politik, dan bahkan digital.
Bagian V: Kesimpulan
Dalam buku Class and Class Conflict in Industrial Society, Ralf Dahrendorf memberikan kontribusi yang abadi pada teori sosiologi. Dengan secara cermat dan dialektis menginstrumentalisasi kembali teori Marx, ia berhasil menggeser fokus analisis konflik dari basis ekonomi (properti) ke basis struktural (otoritas). Konsep Asosiasi yang Terkoordinasi secara Imperatif (ICA) menjadi unit analisisnya yang memungkinkan penerapannya pada berbagai organisasi sosial yang hierarkis, dari pabrik hingga negara.
Dahrendorf juga merumuskan proses yang jelas tentang bagaimana kelompok semu dengan kepentingan laten dapat bermobilisasi menjadi kelompok kepentingan yang terorganisir, sebuah proses yang bergantung pada kondisi teknis, politik, dan sosial. Kontribusi paling fundamentalnya adalah pandangan bahwa konflik bukanlah gejala disfungsi, melainkan elemen yang melekat dan diperlukan untuk perubahan dan perkembangan sosial. Ia memandang konflik sebagai "pengungkit" yang dapat menghasilkan reorganisasi sosial yang lebih baik.
Meskipun Dahrendorf dikritik karena kedekatannya dengan fungsionalisme struktural dan kurangnya perhatian pada tingkat analisis individual, teorinya tetap relevan. Fleksibilitasnya dalam mendefinisikan otoritas memungkinkan kita untuk menganalisis konflik dalam masyarakat modern yang kompleks, pluralistis, dan multi-hierarkis—bahkan di era digital di mana sumber otoritas terus berevolusi. Sebagai sebuah sintesis yang brilian, karya Dahrendorf mengajarkan bahwa untuk memahami masyarakat secara utuh, kita tidak dapat hanya melihat satu sisi, melainkan harus menganalisis interaksi yang dinamis dan esensial antara konsensus dan konflik.
Karya yang dikutip:
Archive.org. (1959). Class and class conflict in industrial society (R. Dahrendorf). Free Press. Diakses 26 September 2025, dari https://archive.org
CCNET Vidyasagar University. (n.d.). Ralf Dahrendorf: Tenets of conflict and consensus. CCNET Learning Management System. Diakses 26 September 2025, dari https://ccnet.vidyasagar.ac.in
Dahrendorf, R. (1959). Class and class conflict in industrial society. London: Routledge & Kegan Paul.
Dahrendorf, R. (2023). Class and class conflict in industrial society. New York, NY: Taylor & Francis.
DergiPark. (2019). Karl Marx and Ralf Dahrendorf: A comparative study. Dergipark.org.tr. Diakses 26 September 2025, dari https://dergipark.org.tr
Digilib UINSA. (n.d.). BAB II: Konflik dalam kacamata Ralf Dahrendorf. Digilib.uinsa.ac.id. Diakses 26 September 2025, dari https://digilib.uinsa.ac.id
Digilib UINSA. (n.d.). BAB II: Konflik dalam perspektif Dahrendorf. Digilib.uinsa.ac.id. Diakses 26 September 2025, dari https://digilib.uinsa.ac.id
D.umn.edu. (n.d.). Class and class conflict in industrial society. University of Minnesota Duluth. Diakses 26 September 2025, dari https://d.umn.edu
EBSCO. (n.d.). Conflict theory. EBSCO Research Starters. Diakses 26 September 2025, dari https://www.ebsco.com
Ejournal FISIP Unjani. (2020). Relevansi teori Karl Marx dan Ralf Dahrendorf dalam implementasi omnibus law cipta lapangan. E-Journal FISIP Unjani. Diakses 26 September 2025, dari https://ejournal.fisip.unjani.ac.id
Ejournal Undiksha. (n.d.). Teori konflik sosiologi modern terhadap …. Ejournal.undiksha.ac.id. Diakses 26 September 2025, dari https://ejournal.undiksha.ac.id
Hawaii.edu. (n.d.). Marxism and class conflict. University of Hawaii System. Diakses 26 September 2025, dari https://hawaii.edu
Journal UIN Walisongo. (2016). Konflik Prita vs. RS Omni: Pembacaan teori Dahrendorf (The dialectical conflict theory). Jurnal UIN Walisongo. https://journal.walisongo.ac.id
Journal UNUGIRI. (2021). Teori konflik dialektika Ralf Dahrendorf. UNUGIRI Journal. https://journal.unugiri.ac.id
Kompasiana. (2019, Maret 14). Mengapa ada konflik? Ralf Dahrendorf membicarakannya. Kompasiana.com. https://www.kompasiana.com
Kompasiana. (2020, Januari 21). Perspektif teori konflik menurut Ralf Dahrendorf (Hal. 2). Kompasiana.com. https://www.kompasiana.com
Kompasiana. (2020, Januari 22). Teori konflik menurut Ralf Dahrendorf (Hal. 1). Kompasiana.com. https://www.kompasiana.com
Media Neliti. (2017). Konflik industri dalam hubungan buruh. Neliti.com. https://media.neliti.com
Quizlet. (n.d.). Chapter 4: Conflict theory, Ralf Dahrendorf [Flashcards]. Quizlet.com. Diakses 26 September 2025, dari https://quizlet.com
ResearchGate. (2018). Ralf Dahrendorf [PDF]. ResearchGate. https://www.researchgate.net
ResearchGate. (2019). Teori konflik dialektika Ralf Dahrendorf [PDF]. ResearchGate. https://www.researchgate.net
Scribd. (n.d.). Dahrendorf’s conflict theory [PDF]. Scribd.com. Diakses 26 September 2025, dari https://fr.scribd.com
SlideShare. (n.d.). Conflict theory of Ralph Dahrendorf [PowerPoint slides]. Slideshare.net. Diakses 26 September 2025, dari https://www.slideshare.net
Sociology Lens. (n.d.). Class and class conflict in industrial society – Lewis Coser & Ralf Dahrendorf. Sociologylens.in. Diakses 26 September 2025, dari https://www.sociologylens.in
SPADA UNS. (n.d.). Ralf Dahrendorf. Spada.uns.ac.id. Diakses 26 September 2025, dari https://spada.uns.ac.id
Taylor & Francis. (n.d.). Class and class conflict in industrial society. Taylorfrancis.com. Diakses 26 September 2025, dari https://www.taylorfrancis.com
Untersoziologen. (n.d.). Ralf Dahrendorf. Untersoziologen.com. Diakses 26 September 2025, dari https://www.untersoziologen.com
Unimal Repository. (n.d.). Buku ajar. Repository.unimal.ac.id. Diakses 26 September 2025, dari https://repository.unimal.ac.id
Wikipedia. (n.d.). Ralf Dahrendorf. In Wikipedia. Diakses 26 September 2025, dari https://en.wikipedia.org/wiki/Ralf_Dahrendorf
ZORA – University of Zurich. (n.d.). Conflict theory. Zurich Open Repository and Archive (ZORA). Zora.uzh.ch
%20Ralf%20Dahrendorf.png)

Post a Comment