IKN dalam Pandangan Dekonstruksi Derrida: Analisis Filsafat Différance atas Wacana Pemindahan Ibu Kota Indonesia

Table of Contents

I. Pendahuluan Filosofis: IKN sebagai Teks Logosenstrisme

Proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur merupakan salah satu kebijakan paling ambisius dalam sejarah modern Indonesia. Proyek ini tidak hanya melibatkan pergeseran infrastruktur fisik dan pusat pemerintahan, tetapi juga mentransformasikan narasi identitas nasional, ekonomi, dan masa depan ekologis. Dalam diskursus resmi, IKN diposisikan sebagai solusi mutlak terhadap permasalahan Jakarta, mengklaim dirinya sebagai ‘kota modern berstandar internasional’, ‘pusat inovasi hijau’, dan ‘simbol identitas nasional’. Klaim-klaim ini berfungsi sebagai fondasi presence—kehadiran yang murni, terencana, dan tak terelakkan—yang dijamin oleh perangkat hukum (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022) dan retorika politik yang visioner.

Dalam analisis ini, wacana IKN didekati sebagai sebuah teks logosenstrisme yang berusaha menegaskan makna yang stabil, terpusat, dan hadir secara sempurna. Untuk mengungkap hierarki yang terselubung di balik klaim ini, laporan ini menggunakan strategi dekonstruksi yang dikembangkan oleh filsuf Prancis Jacques Derrida, khususnya konsep-konsep kunci dari Of Grammatology. Dekonstruksi berfungsi sebagai alat untuk membaca bagaimana sebuah teks, dalam upaya untuk menegakkan dirinya sebagai murni (misalnya, murni hijau, murni adil, murni finansial), secara inheren harus mengandalkan dan sekaligus menekan elemen-elemen yang dianggapnya derivatif, inferior, atau ‘kotor’—yaitu, trace dan différance.

Metodologi dekonstruksi berupaya melampaui kritik biner sederhana. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi oposisi hierarkis yang menopang narasi kekuasaan, membalikkan dominasi tersebut, dan yang terpenting, mendestabilisasi struktur tersebut secara keseluruhan untuk menunjukkan bahwa dominan dan subordinat saling membutuhkan dan tidak pernah murni.

Analisis mendalam ini akan berpusat pada tiga set oposisi biner kunci dalam diskursus IKN:
1. Pusat (Rasionalitas, Kontrol) vs. Pinggiran (Lokalitas, Jejak yang Dihapus): Mengungkap kekerasan spasial.
2. Kepastian (Finansial, Temporal) vs. Différance (Penundaan, Risiko Fiskal): Mengungkap utang politik dan ekonomi.
3. Alam/Green (Kemurnian Etis) vs. Kehancuran/Eksploitasi (Kontaminasi): Mengungkap kontradiksi ekologis.

II. Landasan Teoritis: Logosenstrisme, Différance, dan Archê-Writing

A. Kritik Derrida terhadap Metafisika Kehadiran

Logosenstrisme merujuk pada kecenderungan peradaban, khususnya dalam tradisi metafisika Barat, untuk memprioritaskan logos (rasio, akal, makna mutlak) dan phone (suara atau ucapan sebagai penanda kebenaran yang langsung dan hadir). Dalam kerangka ini, tulisan (writing) sering dianggap sebagai turunan yang terkontaminasi, hanya salinan dari ucapan murni.

Wacana IKN sangat berakar pada logosenstrisme spasial. Retorika resmi tentang 'visioner', 'smart city', dan 'transformasi pembangunan Indonesia berdimensi jangka panjang' adalah upaya untuk menegakkan logos proyek tersebut sebagai makna yang stabil dan rasional yang tidak dapat digoyahkan. IKN mencoba mematenkan makna kebangsaan dan ruang masa depan Indonesia dalam satu tanda murni: Nusantara. Pemberian nama "Nusantara" adalah tindakan archê-writing politik yang berusaha menyatukan ruang (kepulauan Indonesia) dan waktu (masa depan 2045) dalam satu lokasi fisik yang baru dibangun, menolak keanekaragaman historis dan spasial yang mendahuluinya.

B. Mekanisme Oposisi Biner dan Hierarki Kekuasaan

Oposisi biner (misalnya, baik/buruk, solusi/masalah, pusat/pinggiran) merupakan fondasi pemikiran logosenstrisme. Dalam setiap oposisi, satu elemen (misalnya, Pusat) selalu diprioritaskan sebagai dominan, superior, atau murni, sementara yang lain (Pinggiran) didegradasi sebagai derivatif, inferior, atau terkontaminasi. Strategi dekonstruksi pertama-tama mengidentifikasi oposisi ini, kemudian membalikkan hierarkinya (menunjukkan bagaimana Pinggiran menopang Pusat), dan akhirnya mendestabilisasi pasangan tersebut.

C. Konsep Kunci: Différance

Konsep sentral Derrida adalah différance, sebuah neologisme yang menggabungkan dua makna simultan yang tak terpisahkan:
1. Perbedaan (Spacing): Makna dari sebuah penanda (misalnya, IKN) dihasilkan hanya melalui perbedaan spasial dan konseptualnya dari penanda lain (misalnya, Jakarta yang macet dan tidak berkelanjutan).
2. Penundaan (Deferral): Kehadiran atau makna yang dijanjikan (misalnya, Kepastian finansial, IKN yang sempurna) selalu ditunda ke masa depan dan tidak pernah hadir sepenuhnya di masa kini.

Dalam proyek IKN, différance adalah struktur yang memungkinkan klaim presence politik di masa kini. Proyek ini harus terus-menerus menunda pertanyaan mengenai risiko fiskal, mengabaikan tuntutan masyarakat adat, atau menangguhkan kesiapan infrastruktur, demi mengklaim keberhasilan pembangunan fisik saat ini.

D. Jejak (Trace) dan Archê-Writing

Trace (jejak) adalah sisa yang telah dihapus atau ditahan, yang diperlukan agar sesuatu yang "hadir" dapat hadir. Derrida berpendapat bahwa trace adalah fondasi dari semua makna. Dalam konteks IKN, masyarakat adat, korban lingkungan, dan risiko fiskal adalah trace yang secara sistematis harus dihapus atau diabaikan agar proyek IKN dapat dipresentasikan sebagai keberadaan yang murni dan tanpa masalah.

Archê-Writing (tulisan asal) adalah konsep yang menunjukkan bahwa tulisan (dalam arti formal dan struktural) secara filosofis mendahului dan menentukan ucapan. Dalam politik, dekret, undang-undang, dan klaim formal negara adalah archê-writing yang menindas sejarah lisan atau hak-hak adat yang tidak terdaftar, menciptakan ruang kosong bagi presence IKN.

III. Dekonstruksi Oposisi Biner I: Pusat (Syaraf) vs. Pinggiran (Jejak yang Dihapus)

Wacana resmi IKN menegakkan hierarki spasial yang jelas, yang memposisikan IKN sebagai Pusat Rasionalitas dan kontrol. Otorita IKN menggambarkan dirinya sebagai 'syaraf' (nervous system) yang berfungsi sebagai pusat pemerintah dan inovasi hijau, sementara kota-kota mitra seperti Balikpapan dan Samarinda direduksi menjadi 'otot' (simpul logistik) dan 'jantung' (sejarah/dukungan). Oposisi ini mereplikasi dikotomi tradisional antara mind (syaraf, yang berpikir dan memerintah) dan body (otot/jantung, yang bekerja dan menopang).

A. Kekerasan Archê-Writing dan Penghapusan Sejarah

Hierarki ini memuncak dalam hubungan Pusat dengan masyarakat adat di wilayah Penajam Paser Utara. Dalam visi IKN yang mengklaim diri 'inklusif', kelompok-kelompok pinggiran justru menjadi trace yang harus dihapus.

Klaim kedaulatan negara atas tanah melalui instrumen hukum formal menunjukkan kekerasan archê-writing. Darmawi, seorang pemimpin adat, terkejut melihat plang bertuliskan "Lahan Mabes Polri" di wilayah adat Maridan yang memiliki sejarah peradaban dan makam tua. Penanda legal tertulis (plang dan surat Otorita IKN) menjadi archê-writing yang secara fundamental dan kekal menentukan siapa yang berhak atas tanah, menghapus sejarah adat (lisan atau speech) seolah-olah sejarah tersebut tidak pernah hadir. Kepemilikan formal IKN adalah tindakan kekerasan fondasional yang menuntut penggusuran trace budaya yang tidak terdaftar.

Selain penghapusan historis, terdapat penghapusan fisik. Situs-situs suci suku Balik Sepaku, seperti Batu Tukar Nondoi dan Batu Badok, dihancurkan oleh pembangunan Dam Intake Sepaku. Situs-situs budaya ini tidak diakui sebagai warisan yang harus dipertahankan, melainkan sebagai trace yang menjadi hambatan proyek, dan karenanya diubah menjadi ketiadaan yang hanya dapat dikenali dalam memori komunitas yang terpinggirkan.

B. Pembalikan Hierarki: Ketergantungan Pusat pada Jejak

Dekonstruksi menunjukkan bahwa klaim IKN sebagai pure presence tidak berkelanjutan tanpa eksploitasi dan ketergantungan pada Pinggiran. 'Syaraf' IKN tidak dapat berfungsi tanpa 'otot' logistik Balikpapan dan dukungan finansial yang besar. Ketergantungan ini berarti IKN tidaklah murni atau berdaulat, melainkan sebuah struktur yang secara terus-menerus bergantung pada yang lain, yang harus tetap berbeda dan terdegradasi agar Pusat dapat mengklaim keunikannya.

Lebih lanjut, janji IKN sebagai 'kota dunia untuk semua' menjadi retorika yang terdistorsi. Masyarakat lokal yang mencoba bersuara, seperti yang dikeluhkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI), justru dianggap sebagai kelompok yang "menjegal kebijakan negara" atau "pembangkang". Ini menunjukkan bahwa inklusivitas IKN hanya berlaku untuk subjek tertentu (investor, ASN, warga modern) dan secara inheren mengeksklusi jejak keberadaan Masyarakat Adat yang menolak logika pembangunan tersebut.

Tabel Oposisi Biner Spasial dalam Wacana IKN

Tabel Oposisi Biner Spasial dalam Wacana IKN

IV. Dekonstruksi Oposisi Biner II: Kepastian (Finansial) vs. Différance (Penundaan Fiskal)

Narasi IKN menjamin kehadiran finansial yang kokoh, dengan klaim bahwa sebagian besar pembiayaan akan berasal dari investasi swasta (domestik maupun asing, yang dibuktikan dengan 350 Letter of Intent) dan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), sehingga memitigasi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kepastian finansial ini adalah janji presence yang menjamin proyek akan selesai dan berkelanjutan.

A. Différance Finansial: Penundaan Kepastian

Realitas pendanaan menunjukkan struktur yang didirikan di atas différance (penundaan). Realisasi investasi swasta masih jauh dari harapan, yang pada gilirannya memaksa APBN untuk menjadi sumber pendanaan utama. Estimasi biaya mencapai Rp 466 triliun, dan DPR RI telah mengingatkan Menkeu untuk berhati-hati dalam alokasi APBN guna menjaga keberlanjutan fiskal.

Penambahan anggaran, misalnya sebesar Rp 48,8 triliun, memicu pertanyaan kritis tentang transparansi sumber dana. Pertanyaan mengenai apakah dana ini berasal dari APBN, investasi, atau utang, menunjukkan bahwa kepastian finansial IKN terus-menerus di-defer ke masa depan. Ketiadaan dana investasi swasta saat ini diisi oleh trace (beban fiskal publik) yang tidak transparan. Proyek ini selalu berada dalam kondisi "menunggu" kepastian finansial, menjadikannya risiko fiskal yang tidak pernah sepenuhnya hadir atau absent, melainkan tertunda.

Fenomena ini menunjukkan bahwa IKN adalah proyek yang didirikan di atas utang (fiskal dan politik) yang di-defer dari satu masa pemerintahan ke masa pemerintahan berikutnya. Pemerintahan baru, yang menunjukkan kehati-hatian dengan melakukan penyesuaian nomenklatur kementerian sebelum mengambil keputusan strategis, secara tidak langsung menghadapi différance ini—warisan ketidakstabilan finansial yang harus mereka tangani.

B. Différance Temporal: Kecepatan dan Ketidaksiapan

Dimensi différance juga bekerja secara temporal. Pemerintah mendorong proyek dengan kecepatan yang dianggap "terlalu dipaksakan dan terlalu terburu-buru". Upaya untuk mengklaim presence segera ini (Istana Presiden dan Bendungan Sepaku Semoi mencapai 100% di Batch 1) didorong oleh kebutuhan signifier politik.

Keinginan logosenstrisme untuk mencapai kehadiran fisik secara cepat hanya menghasilkan ketidakmatangan perencanaan, termasuk ketidaksiapan infrastruktur dasar seperti air, listrik, dan perumahan bagi ASN. Kritik menunjukkan bahwa membangun ekosistem sosial, ekonomi, dan politik membutuhkan waktu yang panjang, bukan sekadar hitungan bulan. Oleh karena itu, IKN yang ideal (sebagai liveable dan smart city) adalah janji yang diletakkan di masa depan yang jauh (2045), yang hanya dapat diakses melalui penundaan dan pengabaian kebutuhan matang di masa kini. Urgensi politik ('secepat kilat') memprioritaskan bentuk fisik (infrastruktur) di atas isi (ekosistem sosial, keberlanjutan fiskal), menjadikannya upaya menutupi différance yang inheren.

Manifestasi Différance (Penundaan dan Perbedaan) dalam Proyek IKN

Manifestasi Différance (Penundaan dan Perbedaan) dalam Proyek IKN

V. Dekonstruksi Oposisi Biner III: Alam/Green vs. Kehancuran/Eksploitasi

IKN secara tegas diposisikan sebagai proyek yang berfondasi pada kemurnian etis dan ekologis, mengklaim diri sebagai Green City dan Forest City, berkomitmen pada prinsip pembangunan berkelanjutan (SDGs). Klaim logos ini berusaha menjanjikan kemurnian etis, bahkan dengan melibatkan pakar internasional (seperti Prof Toda Tatsuki) yang menekankan pentingnya konstruksi ramah lingkungan dan pengelolaan limbah.

A. Spacing antara Retorika dan Praktik Lingkungan

Dekonstruksi menunjukkan adanya jarak (spacing) yang tidak terhindarkan antara klaim green (signified) dan praktik pembangunan (signifier). Kehancuran ekologis justru menjadi trace yang tak terhindarkan dari upaya menegakkan kemurnian hijau tersebut.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tekad forest city adalah retorika belaka yang tidak dibarengi dengan upaya melindungi hutan alam yang tersisa. Proyek ini terbukti mengancam keanekaragaman hayati dan telah membabat habis lebih dari empat hektar mangrove di hulu Teluk Balikpapan. Kerusakan ini mengganggu ekosistem fauna penting seperti pesut, duyung, dan buaya muara. Kerusakan ekologi ini adalah trace yang secara sistematis harus disangkal oleh narasi green agar klaim keberlanjutan dapat dipertahankan.

Visi Green City IKN berfungsi sebagai hantu (specter): ia hadir sebagai janji etis, tetapi keberadaannya saat ini (dan ke depan) menghasilkan kehancuran ekologis yang nyata. Hantu etis ini beroperasi untuk membenarkan tindakan ekonomi yang sangat materialistik, dengan memberikan izin penguasaan lahan hingga 190 tahun bagi investor.

B. IKN sebagai Supplement Eksploitasi yang Berulang (Iterability)

IKN dipresentasikan sebagai supplement (tambahan) yang seharusnya memperbaiki masalah lingkungan dan ketidakadilan masa lalu (Jakarta yang macet, Kalimantan yang dieksploitasi). Namun, analisis kritis menunjukkan bahwa IKN tidak memulai pembangunannya di atas lahan yang murni. Kalimantan Timur telah lama dieksploitasi oleh perusahaan kayu, sawit, dan program transmigrasi.

Proyek IKN dibangun di atas logika kekerasan yang sama—penguasaan lahan, privatisasi keuntungan, dan marginalisasi masyarakat lokal. Seruan masyarakat sipil "Indonesia is Not For Sale" membalikkan narasi resmi: IKN bukan kota untuk semua, melainkan "karpet merah untuk oligarki" yang memperoleh pengampunan dosa dan bonus berbisnis.

Fenomena ini mencerminkan konsep iterability Derrida. Tindakan membangun IKN—yang seharusnya menjadi solusi dan kemajuan—justru mengulang kembali trace eksploitasi historis yang sudah ada, melanggengkan praktik kolonial dengan cara modern. Kebanggaan nasionalisme dan kebangsaan dijebak pada "kemegahan infrastruktur semata," yang secara efektif menunda fokus dari konflik agraria, dampak ekologis, dan pembebanan fiskal riil.

Dekonstruksi Wacana "Green City" IKN

Dekonstruksi Wacana "Green City" IKN

VI. Kesimpulan Dekonstruktif dan Implikasi Politik

Analisis dekonstruktif terhadap wacana IKN menunjukkan bahwa proyek ini adalah sebuah structure yang ditetapkan di atas différance yang tidak dapat dihapus. Logosenstrisme IKN berusaha mati-matian untuk mengklaim presence murni—sebagai pusat yang berdaulat, sebagai proyek yang pasti secara finansial, dan sebagai kota yang murni secara ekologis. Namun, setiap klaim tersebut secara inheren bergantung pada upaya terus-menerus untuk menahan, menunda, dan menghapus trace yang bersifat kontradiktif.

A. IKN: Struktur yang Tidak Stabil

Struktur wacana IKN menunjukkan bahwa legitimasi proyek ini tidak berasal dari kekuatan internalnya sendiri, tetapi dari kekerasan fonasional—tindakan kekuasaan yang secara otoritatif menetapkan hukum (archê-writing) untuk menciptakan ruang kosong.
1. Pusat vs. Pinggiran: Keputusan untuk menempatkan IKN sebagai 'syaraf' memerlukan penggusuran dan penghapusan trace historis Masyarakat Adat, mengubah mereka dari subjek berhak menjadi objek yang harus dipindahkan, yang keberadaannya secara mendasar dianggap menghambat kemajuan.
2. Kepastian vs. Différance: Klaim kepastian finansial adalah deferral yang terus-menerus. Ketergantungan pada APBN dan ketidakjelasan transparansi dana publik mengungkapkan bahwa IKN adalah sebuah utang politik dan fiskal yang dipaksakan ke masa depan dan dibebankan kepada publik.
3. Green vs. Destruction: Klaim 'Green City' adalah supplement yang kontradiktif. Proses supplementasi (pembangunan infrastruktur) menghasilkan kehancuran ekologis yang nyata, menegaskan bahwa logika ekonomi eksploitatif yang berusaha diperbaiki justru diulang di lokasi baru.

B. Implikasi Bagi Kebijakan Publik

Dekonstruksi wacana IKN menstabilkan klaim kekuasaan yang didasarkan pada logika Kehadiran yang murni. Wacana IKN yang cenderung menutup telinga terhadap kritikan dan mengedepankan ilusi kemegahan infrastruktur adalah mekanisme logosenstrisme politik untuk menolak kompleksitas dan kontradiksi.

Pengakuan terhadap différance dalam politik pembangunan sangatlah penting. Kebijakan publik seharusnya tidak beroperasi di bawah klaim Kepastian yang mutlak. Sebaliknya, perencanaan yang bertanggung jawab harus mengakui bahwa setiap proyek besar secara inheren melibatkan trace kekerasan, risiko, dan ketidakpastian. Dengan mengakui différance (ketidakpastian dan perbedaan) sejak awal, transparansi yang lebih besar mengenai risiko fiskal, pengakuan hak-hak trace (masyarakat adat, lingkungan), dan perencanaan yang tidak terburu-buru dapat dipromosikan, daripada mencoba menghapusnya melalui retorika kekuasaan yang logosenstrisme. Kegagalan IKN terletak pada klaimnya akan presence murni; keberlanjutan yang sesungguhnya hanya mungkin jika ketidaksempurnaan dan trace dari yang dikorbankan diakui secara fundamental.

Referensi:

AMAN. (2025, November 12). Masyarakat adat di Penajam Paser Utara tergusur oleh pembangunan IKN. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. https://www.aman.or.id/story/masyarakat-adat-di-penajam-paser-utara-tergusur-oleh-pembangunan-ikn

Analisis politik faktor keberhasilan kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. (2025, November 12). ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication/376056205_Analisis_Politik_Faktor_Keberhasilan_Kebijakan_Pemindahan_Ibu_Kota_Negara_IKN_di_Era_Pemerintahan_Presiden_Joko_Widodo

AQUA365 # Situs slot gacor hari ini mudah menang SLOT777. (2025, November 12). Paramadina Policy. https://policy.paramadina.ac.id/pemicu-problem-komunikasi-politik-pendanaan-ikn/

Bingung pilih logo IKN Nusantara? Simak arti dan makna kelima logonya. (2025, November 12). YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=fliTi1YFaQ4

Cita-cita bersama mewujudkan Ibu Kota Nusantara. (2025, November 12). Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN). https://ikn.go.id/storage/pedoman-nusantara/4/capaian_oikn_2023.pdf

Dampak pembangunan IKN jadi ancaman kelestarian Teluk Balikpapan. (2025, November 12). Aliansi Jurnalis Independen (AJI). https://aji.or.id/informasi/dampak-pembangunan-ikn-jadi-ancaman-kelestarian-teluk-balikpapan

Dekonstruksi cara pikir oposisi biner: Mengapa perlu? (2025, November 12). Universitas Bangka Belitung. https://www.ubb.ac.id/artikel/667/Dekonstruksi

Derrida, J. (2016). Of grammatology (G. C. Spivak, Trans.; 40th anniversary ed.). Johns Hopkins University Press. (Original work published 1967)

Differance | Literary theory and criticism class notes. (2025, November 12). Fiveable. https://fiveable.me/literary-theory-criticism/unit-3/differance/study-guide/R48fBHTe2Hka79mc

IKN: Ketidakpastian, penundaan, dan beban bagi pemerintahan baru. (2025, November 12). Teropong Senayan. https://www.teropongsenayan.com/134257-ikn-ketidakpastian-penundaan-dan-beban-bagi-pemerintahan-baru

IKN dan problem lingkungan hidup. (2025, November 12). Rmol.id. https://rmol.id/publika/read/2022/06/06/536044/ikn-dan-problem-lingkungan-hidup

Indonesia is not for sale: Seruan masyarakat sipil dan warga korban IKN di HUT RI ke-79. (2025, November 12). WALHI. https://www.walhi.or.id/indonesia-is-not-for-sale-seruan-masyarakat-sipil-dan-warga-korban-ikn-di-hut-ri-ke-79

Jacques Derrida - "Differance". (2025, November 12). Sites at Gettysburg College. https://mforbes.sites.gettysburg.edu/cims226/wp-content/uploads/2018/09/Week-5a-Jacques-Derrida.pdf

Kebijakan pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) perspektif pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. (2025, November 12). Rumah Jurnal Fakultas Hukum Universitas Kuningan. https://journal.fhukum.uniku.ac.id/savana/article/download/193/49

Metafora tentang Ibu Kota Nusantara (IKN) dalam pidato-pidato Jokowi. (2025, November 12). Conference Proceedings Universitas Muhammadiyah Purwokerto. https://conferenceproceedings.ump.ac.id/pssh/article/view/1304

Peta jalan pendidikan wujudkan visi IKN kota dunia untuk semua. (2025, November 12). Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN). https://ikn.go.id/peta-jalan-pendidikan-wujudkan-visi-ikn-kota-dunia-untuk-semua

Pro dan kontra skema pembiayaan Ibu Kota Negara di tengah resiliensi ekonomi dan fiskal. (2025, November 12). DPR RI Pusat Kajian (P3DI). https://berkas.dpr.go.id/pusaka/files/info_singkat/Info%20Singkat-XIV-3-I-P3DI-Februari-2022-216.pdf

Respons masukan RUU perubahan atas UU 3/2022 tentang IKN: Jaminan keberlanjutan, aspek lingkungan hidup & good governance. (2025, November 12). Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN). https://ikn.go.id/jaminan-keberlanjutan-aspek-lingkungan-hidup-good-governance

Tentang IKN. (2025, November 12). Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN). https://www.ikn.go.id/tentang-ikn

Ulik konsepsi pembangunan berkelanjutan untuk IKN Nusantara. (2025, November 12). ITS News. https://www.its.ac.id/news/2022/10/22/ulik-konsepsi-pembangunan-berkelanjutan-untuk-ikn-nusantara/

Wujud dekonstruksi Jacques Derrida dalam Carita Calin karya Aprilia Fatmawati. (2025, November 12). Universitas Sebelas Maret (UNS) Journals. https://jurnal.uns.ac.id/hsb/article/download/76843/48323

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment