Analisis Buku One-Dimensional Man Karya Herbert Marcuse: Kritik Ideologi dan Masyarakat Industri Maju dalam Dialektika yang Terbungkam

Table of Contents

Buku One-Dimensional Man: Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society karya Herbert Marcuse
Tulisan ini menyajikan uraian mendalam, terperinci, dan komprehensif mengenai konten filosofis dan sosial-politik dari karya monumental Herbert Marcuse, One-Dimensional Man (1964). Analisis berfokus pada mekanisme yang digunakan oleh Masyarakat Industri Maju (Advanced Industrial Society - AIS) untuk menekan pemikiran kritis (negasi) dan mengintegrasikan individu, sehingga menghasilkan Manusia Satu Dimensi.

BAGIAN I: LANDASAN FILOSOFIS DAN STRUKTUR IDEOLOGI

1. Pengantar: Marcuse dan Paralisis Kritik

1.1 Konteks Historis dan Intelektual: Mazhab Frankfurt dan Kelahiran One-Dimensional Man

One-Dimensional Man: Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society, yang diterbitkan pada tahun 1964, segera memposisikan Herbert Marcuse sebagai salah satu pemikir radikal terkemuka di masanya. Karya ini dengan cepat menjadi "kitab ideologis" bagi New Left (Gerakan Kiri Baru) yang sedang tumbuh. Marcuse, sebagai salah satu pendiri utama Teori Kritis di Mazhab Frankfurt (bersama Max Horkheimer dan Theodor W. Adorno), mengembangkan gagasan ini pada periode puncak kemakmuran pasca-perang di Barat. Kondisi ini menciptakan masyarakat yang tampaknya stabil secara material namun represif secara ideologis.

Inti dari karya ini adalah kritik komprehensif Marcuse terhadap AIS, yang mencakup baik masyarakat kapitalis di Blok Barat maupun masyarakat komunis di Uni Soviet. Marcuse mendokumentasikan munculnya bentuk-bentuk represi sosial baru yang paralel di kedua sistem ini, serta penurunan drastis potensi revolusioner di Barat. Analisis Marcuse melampaui kritik ekonomi Marxis ortodoks. Ia melihat bahwa kontrol sosial total tidak lagi bergantung hanya pada kepemilikan alat produksi (kapitalisme vs. komunisme), tetapi pada administrasi teknis birokratis. Ini berarti bahwa kritik Marcuse bersifat universal, ditujukan kepada teknokrasi dan rasionalitas instrumental yang menjadi landasan ideologis bagi segala bentuk masyarakat industri maju, terlepas dari label politik yang dianutnya.

1.2 Garis Besar Argumen: Masyarakat Tanpa Oposisi (Society Without Opposition)

Tesis utama Marcuse adalah bahwa Masyarakat Industri Maju telah mencapai tingkat koordinasi sosial-teknis yang sangat efektif sehingga melumpuhkan semua oposisi internal, baik politik maupun budaya. Kehidupan di AIS dicirikan oleh sebuah "alam semesta satu dimensi" dalam pemikiran dan perilaku, di mana kemampuan untuk berpikir kritis dan bertindak oposisional secara bertahap menghilang.

Inti dari masyarakat satu dimensi adalah penekanan dimensi negatif atau dialektika negatif—kemampuan nalar manusia untuk berpikir kritis, menolak, atau membayangkan alternatif terhadap realitas yang ada (the established reality). Dalam masyarakat dua dimensi, nalar dapat membedakan antara apa yang ada (fakta empiris) dan apa yang seharusnya ada (potensi emansipatoris). Masyarakat AIS berhasil menyatukan kedua dimensi ini, menjadikan yang ada sebagai satu-satunya yang mungkin, sehingga menghilangkan rasionalitas untuk menolak atau melampaui sistem.

2. Masyarakat Industri Maju sebagai Totalitas Represif

2.1 Sifat Totaliter Non-Terroristik: Administrasi Total (Total Administration)

Marcuse berpendapat bahwa AIS adalah masyarakat totaliter, tetapi dengan cara yang baru. Totalitarianisme yang ia deskripsikan bukanlah koordinasi politik yang mengandalkan teror dan paksaan fisik. Sebaliknya, ini adalah koordinasi ekonomi-teknis non-teroristik yang beroperasi melalui manipulasi kepentingan dan kebutuhan individu (vested interests). Kontrol sosial ini sangat efektif sehingga menindas kebutuhan individu untuk liberasi, bahkan ketika lingkungan sosialnya "toleran, memberi penghargaan, dan nyaman".

AIS mencapai tingkat administrasi total karena kemampuannya untuk mengintegrasikan dan menetralkan setiap kekuatan oposisi melalui penyediaan materi dan kenyamanan. Masyarakat menuntut kebutuhan yang sangat besar untuk produksi dan konsumsi limbah (waste) serta kebutuhan akan pekerjaan yang menumpulkan (stupefying work) yang tidak lagi merupakan kebutuhan nyata.

Keberhasilan material dan stabilitas sistem telah menghapus basis empiris untuk negasi. Ketika AIS menjadi lebih rasional, produktif, teknis, dan total dalam administrasi represifnya, sarana dan cara individu untuk mematahkan perbudakan mereka menjadi semakin tak terbayangkan. Teori kritis tradisional yang didasarkan pada kontradiksi sosial yang nyata (misalnya, kemiskinan Marxis) kehilangan dasar rasionalnya untuk melampaui masyarakat. Kesuksesan sistem ini dalam menciptakan kenyamanan material membuat individu yang teradministrasi tidak memiliki rationale untuk penolakan.

2.2 Rasionalitas Teknologi: Transisi dari Alat ke Ideologi

Salah satu konsep paling krusial dalam kritik Marcuse adalah Rasionalitas Teknologi. Teknologi dalam AIS tidak lagi dilihat sebagai alat netral yang dapat digunakan untuk tujuan baik atau buruk. Sebaliknya, teknologi telah diubah menjadi sebuah ideologi dan sistem Rasionalitas Teknologi yang bertujuan melumpuhkan nalar kritis manusia.

Rasionalitas ini adalah bentuk dominasi rasio instrumental—rasio yang hanya berfokus pada efisiensi dan perhitungan sarana-tujuan. Fungsi utama sistem ini adalah menyalurkan imajinasi manusia ke dalam instrumen "kemajuan" yang menguntungkan ideologi dominan. Manusia yang hidup di bawah sistem ini merasa dirinya bebas dan bahagia, tetapi tanpa disadari, mereka diperbudak dan diintimidasi oleh sistem rasionalitas teknologi tersebut. Pada dasarnya, teknologi berfungsi untuk menciptakan kebutuhan baru yang kemudian mengikat individu ke masyarakat, menjadikan kontrol sosial berlabuh pada kebutuhan yang ia produksi sendiri.

Studi Kasus Kontemporer: Algoritma, Big Data, dan Kontrol Perilaku
Meskipun Marcuse menulis pada awal 1960-an (sebelum percepatan teknologi digital), kritiknya terhadap Rasionalitas Teknologi menjadi jauh lebih tajam di abad ke-21. Dalam konteks modern, AIS telah menjadi lebih totaliter melalui teknologi pengawasan dan analisis data.

Di era Big Data, individu secara sukarela membagikan data pribadi yang sangat besar. Data ini digunakan oleh algoritma untuk memengaruhi pilihan konsumen dan afiliasi politik. Administrasi yang sebelumnya bersifat massal, kini menjadi administrasi yang dipersonalisasi. Algoritma (seperti pada platform media sosial) tidak hanya berfungsi sebagai alat teknis, tetapi juga sebagai agen ideologis yang memengaruhi pola pikir pengguna dengan mengedepankan konten yang mendorong konsumsi. Kontrol sosial ini menjadi sangat presisi: misalnya, algoritma machine learning pada platform seperti TikTok menganalisis preferensi pengguna untuk menampilkan iklan yang sangat personal, seringkali membuat pengguna membeli produk yang sebelumnya tidak mereka pertimbangkan atau butuhkan. Dengan demikian, teknologi membatasi kebebasan individu untuk membuat keputusan berdasarkan refleksi kritis, yang merupakan inti dari kritik Marcuse.

BAGIAN II: MEKANISME PENINDASAN DAN PENCIPTAAN KESADARAN SATU DIMENSI

3. Kritik terhadap Pola Pikir Positivisme dan Bahasa Fungsional

3.1 Penekanan Dialektika Negatif: Mengapa Positivisme Mendukung Status Quo

Dominasi ideologi dalam AIS diperkuat oleh pola pikir yang kaku, yaitu positivisme. Marcuse mengkritik pemikiran positivisme karena menekankan ciri empiris dan hanya mengakui hal-hal yang dapat dialami langsung atau diamati sebagai kenyataan. Konsekuensinya, positivisme menghilangkan kemampuan akal budi untuk berpikir secara abstrak.

Berpikir secara abstrak ini sangat penting karena dibutuhkan untuk menghasilkan pemikiran negasi atau oposisi yang terkandung dalam dialektika—kemampuan untuk membayangkan realitas yang berbeda dan lebih baik. Karena positivisme bersifat afirmatif dan konformis, ia secara otomatis melegitimasi dan mengafirmasi status quo. Dengan hanya berfokus pada fakta yang teramati dan fungsional, AIS berhasil menghapus dimensi kritis yang membedakan antara yang ada dan yang seharusnya ada, sehingga mendukung keberlangsungan pemikiran satu dimensi.

3.2 Bahasa Satu Dimensi: Fungsionalisasi dan Penghapusan Makna Oposisi

Kontrol kognitif diperkuat melalui rekayasa bahasa. Marcuse mengamati bahwa penggunaan bahasa dalam AIS tidak lagi menunjukkan adanya perbedaan makna yang mendalam. Bahasa telah dikonstruksi ulang sehingga menjadi bahasa fungsional, disingkat, dan disatukan (sering berupa jargon teknis dan manajerial). Tujuan dari konstruksi bahasa ini adalah untuk menciptakan bahasa yang absolut dan anti-oposisi.

Fungsionalisasi bahasa melumpuhkan pemikiran dialektis. Jika istilah-istilah yang secara historis memiliki makna kritis atau oposisional (seperti "kebebasan" atau "keadilan") direduksi menjadi jargon yang terikat pada konteks empiris dan fungsional (misalnya, kebebasan hanya berarti kebebasan memilih produk di pasar), maka kapasitas kognitif untuk membayangkan kebebasan yang transenden atau radikal akan musnah. Bahasa yang tidak fungsional dianggap tidak berarti oleh kaum positivis. Bahasa satu dimensi ini menjadi cermin dari pemikiran satu dimensi: bahasa tidak dapat lagi mengartikulasikan penolakan terhadap sistem.

4. Kontrol Melalui Kepuasan: Kebutuhan Palsu (False Needs) dan Euforia dalam Ketidakbahagiaan

4.1 Definisi Kebutuhan Sejati (True Needs) vs. Kebutuhan Palsu (False Needs)

Marcuse membuat perbedaan mendasar antara kebutuhan sejati (True Needs) dan kebutuhan palsu (False Needs). Kebutuhan palsu adalah kebutuhan yang ditimpakan (superimposed) kepada individu oleh kepentingan sosial tertentu yang bertujuan melanggengkan penindasan individu tersebut. Kebutuhan palsu melanggengkan kerja keras, agresi, kesengsaraan, dan ketidakadilan.

Yang paling berbahaya adalah bahwa kepuasan akan kebutuhan palsu mungkin sangat memuaskan bagi individu. Namun, kebahagiaan ini tidak boleh dipertahankan jika hal itu justru menghambat kemampuan individu (dirinya sendiri dan orang lain) untuk mengenali "penyakit secara keseluruhan" dari sistem dan mencari kesembuhan. Hasil dari kepuasan kebutuhan palsu adalah "euforia dalam ketidakbahagiaan".

Sebaliknya, kebutuhan sejati (meskipun tidak didefinisikan secara eksplisit) adalah kebutuhan yang muncul dari potensi kemanusiaan yang terbebas; yaitu, kebutuhan yang menuntut liberasi—pembebasan dari segala sesuatu yang nyaman, lumrah, dan dapat ditoleransi oleh sistem yang represif. Masalah mendasar dalam AIS adalah bahwa kepuasan materi melalui kebutuhan palsu melumpuhkan kesadaran akan kondisi perbudakan, padahal kesadaran akan perbudakan adalah syarat pertama bagi liberasi.

4.2 Manifestasi Kebutuhan Palsu dan Produksi Limbah

Kebutuhan palsu muncul dalam bentuk konsumerisme massal. Contoh konkretnya meliputi kebutuhan untuk bersantai, bersenang-senang, bertingkah laku, dan mengonsumsi sesuai dengan iklan. AIS dicirikan oleh pengalihan kebutuhan publik menuju pengeluaran jika produksinya berlebihan. Kontrol sosial menuntut kebutuhan yang sangat besar untuk produksi dan konsumsi limbah (waste).

Dalam masyarakat satu dimensi, produktivitas telah bergeser dari sekadar sarana untuk memenuhi kebutuhan menjadi tujuan itu sendiri. Kebutuhan untuk memproduksi limbah yang berlebihan bukan sekadar efek samping dari kapitalisme, tetapi merupakan fungsi strategis stabilisasi sistem. Konsumsi limbah memastikan bahwa produksi yang melimpah terus berjalan, menyerap tenaga kerja, dan mengarahkan energi individu ke pengeluaran. Hal ini secara efektif mencegah krisis kelebihan produksi dan menjaga kelas pekerja tetap terintegrasi secara pasif dalam siklus konsumsi-produksi.

4.3 Contoh Nyata Kontemporer: Iklan Media Sosial dan Manipulasi Hasrat Kekurangan

Di era digital, pembentukan kebutuhan palsu telah mencapai tingkat manipulasi yang canggih. Data dari Statista.com pada tahun 2024 menunjukkan bahwa pengeluaran global untuk iklan digital mencapai $626 miliar, dengan mayoritas investasi diarahkan ke media sosial. Kampanye pemasaran melalui influencer dan algoritma telah menciptakan "dinamika alienasi dan manipulasi" yang Marcuse kritisi.

Algoritma media sosial berfungsi sebagai agen ideologis, secara halus mengarahkan pengguna untuk membeli produk yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, memicu apa yang disebut "hasrat kekurangan". Hal ini meluas menjadi masalah sosial, memicu perilaku konsumtif, utang, dan tekanan psikologis untuk "selalu memiliki" apa yang sedang tren.

Fenomena ini menunjukkan bahwa pluralitas pilihan yang disajikan oleh teknologi modern hanyalah manifestasi palsu dari kebebasan. Pilihan individu didikte dan disaring oleh algoritma, dan tujuannya adalah agar pilihan tersebut diterima dan divalidasi oleh masyarakat, bukan berdasarkan refleksi kritis. Dalam ekosistem ini, pengguna tidak hanya menjadi konsumen tetapi juga produk—data mereka dijual kembali untuk menyempurnakan strategi pemasaran, mengikat mereka lebih erat pada sistem.

5. Desublimasi Represif (Repressive Desublimation): Netralisasi Energi Kritis

Untuk menjelaskan bagaimana AIS menumpulkan dimensi kedua pemikiran, Marcuse memperkenalkan istilah Desublimasi Represif. Konsep ini berakar pada teori psikoanalisis Freudian tentang sublimasi, di mana energi insting (libido) yang ditekan dialihkan menjadi kegiatan kreatif dan budaya tinggi (sublimasi).

Dalam masyarakat satu dimensi, sistem secara artifisial "melepaskan" atau "mendeblimasi" dorongan naluriah (seperti seksualitas dan agresi) dalam bentuk yang terinstitusionalisasi dan dikendalikan oleh otoritas sosial. Sistem menawarkan gratifikasi instan (instantaneous gratification), seperti seksualitas terbuka dalam iklan atau konsumsi kekerasan yang disetujui secara sosial.

Meskipun tampak membebaskan (desublimasi), pelepasan ini pada kenyataannya bersifat represif karena ia menghilangkan energi yang seharusnya tersedia untuk kritik sosial atau revolusi. Dengan memberikan kepuasan euforik yang cepat dan terkelola, desublimasi represif mencegah munculnya ketidakbahagiaan yang diperlukan untuk mendorong refleksi kritis dan oposisi. Individu merasa bebas karena dorongan mereka dilepaskan, namun pelepasan ini diarahkan untuk mendukung konsumerisme dan kepatuhan sistem.

Dampaknya juga terasa pada seni dan budaya tinggi. Seni, yang secara historis berfungsi sebagai ruang sublimasi untuk kritik dan negasi ("that which is not"), kini direduksi menjadi komoditas yang dimasukkan ke dalam masyarakat itu sendiri. Marcuse meringkasnya: "Musik jiwa juga merupakan musik pemasaran (The music of the soul is also the music of salesmanship)". Melalui komodifikasi, energi oposisional dari budaya tinggi dinetralkan.

Berikut adalah ringkasan perbandingan dimensi-dimensi Marcuse:
Table 1: Perbandingan Konseptual Dimensi Ganda (Dua Dimensi) vs. Dimensi Tunggal (Satu Dimensi) Marcuse

Buku One-Dimensional Man: Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society karya Herbert Marcuse

BAGIAN III: NASIB OPOSISI DAN KEMUNGKINAN PEMBEBASAN

6. Integrasi Kelas Pekerja dan Krisis Marxisme Ortodoks

6.1 Hilangnya Subjek Revolusioner: Mengapa Proletariat Berhenti Menjadi Agen Negasi

Salah satu kritik paling tajam Marcuse terhadap Marxisme ortodoks adalah analisisnya tentang integrasi kelas pekerja industri ke dalam AIS. Berbeda dengan prediksi Marxis, kelas pekerja di masyarakat industri maju tidak lagi menjadi kelas revolusioner yang teralienasi, melainkan menjadi kelas yang secara aktif mempertahankan sistem. Integrasi ini terjadi karena distribusi barang konsumsi (pemenuhan kebutuhan palsu) dan kenaikan standar hidup.

Integrasi ini secara efektif mempertanyakan postulat Marxis tradisional tentang proletariat sebagai agen revolusioner yang tak terhindarkan. Marcuse menunjukkan bahwa kapitalisme maju berhasil mengatasi kontradiksi internalnya melalui stabilisasi ekonomi, manajemen permintaan, dan teknologi. Kegagalan kontradiksi internal untuk menyebabkan krisis berarti bahwa kenyamanan dan keamanan material terbukti lebih unggul dalam menekan perlawanan daripada penindasan fisik. Stabilitas menjadi mekanisme represi yang paling sukses dalam sistem ini.

7. The Great Refusal (Penolakan Besar): Sumber Harapan yang Marginal

7.1 Definisi dan Fungsi The Great Refusal

Meskipun Marcuse menggambarkan AIS sebagai masyarakat yang tampaknya tidak dapat ditembus, ia tidak meninggalkan kemungkinan oposisi. Melawan iklim yang berlaku, Marcuse mempromosikan The Great Refusal (Penolakan Besar) sebagai satu-satunya oposisi yang memadai terhadap metode kontrol yang menyeluruh. The Great Refusal didefinisikan sebagai gerakan penolakan besar-besaran terhadap institusi, nilai, dan berbagai macam bentuk kenyamanan hidup dalam AIS. Ini adalah seruan untuk mempertahankan pemikiran negatif (dialektika) sebagai kekuatan yang mengganggu realitas yang sepenuhnya teradministrasi.

7.2 Agen Revolusioner Baru: Kaum Marginal dan Intelektual

Karena kelas pekerja telah terintegrasi, Marcuse mencari agen revolusioner baru di antara kekuatan non-terintegrasi. Secara khusus, ia memperjuangkan: minoritas, orang luar (outsiders), pengangguran, dan intelektual radikal, termasuk mahasiswa, yang dianggap belum sepenuhnya terkontaminasi oleh sistem yang mengatur. Kelompok ini dianggap masih memiliki akses ke pemikiran negatif dan dialektis yang dihilangkan oleh Rasionalitas Teknologi.

Secara historis, gagasan Marcuse ini terbukti sangat berpengaruh, menjadi "simbol sastra utama bagi Kiri Baru" dan memicu gerakan mahasiswa radikal pada tahun 1960-an. Gerakan-gerakan ini merealisasikan The Great Refusal dengan menolak nilai-nilai budaya dan kepuasan material yang ditawarkan oleh masyarakat yang mereka anggap represif.

7.3 Jalan Menuju Pembebasan: Rasionalitas Non-Represif

Jalan keluar dari dimensi tunggal, menurut Marcuse, adalah menghilangkan ciri represif dari sains dan teknologi. Solusi ini mencakup dua cara: mengurangi kekuasaan dan mengurangi perkembangan secara berlebihan.

Marcuse mencari bentuk teknologi baru yang menerapkan teknis secara membebaskan (liberatory), bukan menindas, untuk memungkinkan potensi sejati manusia. Namun, inti dari pembebasan adalah kesadaran. Kebebasan penuh hanya dapat dicapai ketika individu dibebaskan dari manipulasi kesadarannya. Pembebasan, seperti yang ditekankan Marcuse, bergantung pada kesadaran akan perbudakan.

Argumen Marcuse didasarkan pada penilaian moral bahwa kehidupan manusia layak dijalani atau seharusnya dijadikan layak dijalani (can be and ought to be made worth living). Penilaian filosofis ini adalah apriori dari semua teori sosial kritis. The Great Refusal berfungsi untuk mempertahankan penilaian moral ini, menolak determinisme teknologi dan positivistik yang menyatakan bahwa realitas yang ada adalah realitas yang tak terhindarkan dan terbaik.

KESIMPULAN: RELEVANSI ABAD KE-21 DAN KEWAJIBAN NEGASI

Buku One-Dimensional Man bukan hanya sebuah diagnosis kritis tentang masyarakat pada tahun 1960-an, tetapi sebuah seruan untuk mempertahankan kemampuan berpikir kritis. Marcuse berhasil mendemonstrasikan bahwa penindasan di masyarakat industri maju telah bertransformasi dari penindasan fisik-ekonomi menjadi penindasan melalui kenyamanan dan integrasi ideologis. Mekanisme utama represi—Rasionalitas Teknologi, Pembentukan Kebutuhan Palsu, dan Desublimasi Represif—telah menetralkan potensi oposisi dengan sangat efisien.

Di abad ke-21, karya Marcuse memperoleh relevansi yang mendalam. Rasionalitas Teknologi telah bermetamorfosis menjadi sistem pengawasan algoritmik dan personalisasi data yang jauh lebih invasif daripada media massa yang Marcuse amati. Sementara itu, Kebutuhan Palsu terus diciptakan dan dipersonalisasi melalui platform digital, menciptakan ilusi kebebasan dalam kerangka konsumerisme yang terkontrol.

Pesan akhir dari One-Dimensional Man adalah bahwa satu-satunya cara untuk mematahkan dimensi tunggal adalah dengan mengembalikan dimensi kedua: kemampuan untuk menolak, bernegasi, dan membayangkan utopia. Meskipun Marcuse menempatkan harapan pada kaum marginal dan intelektual (The Great Refusal), tugas kritis tetap terletak pada mempertahankan pemikiran negatif—menolak menerima yang ada sebagai yang tak terhindarkan, dan terus-menerus mencari pembebasan yang sejati dari administrasi total kehidupan.

Sumber:

A Critical Pragmatism: Marcuse, Adorno, and Peirce on the Artificial Stagnation of Individual and Social Development in Advanced Industrial Societies. (2009). KRITIKE: An Online Journal of Philosophy. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://www.kritike.org/journal/issue_6/smith_december2009.pdf

DIALEKTIKA PROGRESIF; “ONE DIMENSIONAL MAN”, DESUBLIMASI REPRESIF: Kritik Herbert Marcuse atas Masyarakat Industri Modern. (n.d.). Repository UMJ. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://repository.umj.ac.id/20430/

Dialektika Progresif; “One Dimensional Man”, Desublimasi Represif: Kritik Herbert Marcuse atas Masyarakat Industri Modern. (2024). ResearchGate. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://www.researchgate.net/publication/379463184_Dialektika_Progresif_One_Dimensional_Man_Desublimasi_Represif_Kritik_Herbert_Marcuse_Atas_Masyarakat_Industri_Modern

Fenomena Jual Beli Online dari Tinjauan Herbert Marcuse. (n.d.). Jurnal Guruku. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://e-journal.poltek-kampar.ac.id/index.php/GURUKU/article/download/1231/1144/5265

Gagasan Herbert Marcuse Kel 1 | PDF | Filsafat | Sejarah. (n.d.). Scribd. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://id.scribd.com/document/711459969/Gagasan-Herbert-Marcuse-Kel-1

Herbert Marcuse One-dimensional Society Advanced Industrial .... (n.d.). Colby College. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://personal.colby.edu/~jpgordon/MarcuseReadings.pdf

KOMUNIKASI POLITIK PADA KONFLIK INTERNAL PARTAI DEMOKRASI INDONESIA (PDI) ERA REZIM ORDE BARU (Studi Sejarah tentang Peristiwa...). (n.d.). Repository Ubhara Jaya. Diakses Oktober 26, 2025, dari http://repository.ubharajaya.ac.id/14077/1/BUKTI%20_DISERTASI_2.pdf

Manipulasi kebutuhan pada iklan media sosial: Perspektif teori kritis Herbert Marcuse. (2025, Oktober 16). Kompasiana.com. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://www.kompasiana.com/husainalfatih/675994c734777c39c17201b3/manipulasi-kebutuhan-pada-iklan-media-sosial-perspektif-teori-kritis-herbert-marcuse

Marcuse, H. (1991). One-dimensional man: Studies in the ideology of advanced industrial society (2nd ed.). Boston, MA: Beacon Press. (Original work published 1964).

Marcuse, H. (2000). Manusia satu dimensi (Terj.). Yogyakarta: Bentang Pustaka. (Karya asli diterbitkan tahun 1964).

Marcuse and “Technological Rationality.” (2019, April 23). The Junction. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://thejunction.space/2019/04/23/marcuse-and-technological-rationality/

Manusia satu dimensi menurut Herbert Marcuse. (n.d.). ETD UGM. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/40431

Manusia Satu Dimensi Menurut Herbert Marcuse. (n.d.). Jurnal Seri Mitra (Refleksi Ilmiah Pastoral)Open Journal Systems. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://journal.stfsp.ac.id/index.php/jb/article/view/403

One-Dimensional Man. (n.d.). Wikipedia. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://en.wikipedia.org/wiki/One-Dimensional_Man

One-Dimensional Man - Herbert Marcuse Official Website. (n.d.). Diakses Oktober 26, 2025, dari https://www.marcuse.org/herbert/publications/1960s/1965-one-dimensional-man.html

One-Dimensional Man - Libcom.org. (2002). Diakses Oktober 26, 2025, dari https://files.libcom.org/files/Marcuse,%20H%20-%20One-Dimensional%20Man,%202nd%20edn.%20(Routledge,%202002).pdf

One-dimensional man: Studies in the ideology of advanced industrial society - Herbert Marcuse. (n.d.). Libcom.org. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://libcom.org/article/one-dimensional-man-studies-ideology-advanced-industrial-society-herbert-marcuse

One-Dimensional Man, Introduction - Herbert Marcuse. (n.d.). Diakses Oktober 26, 2025, dari https://www.marcuse.org/herbert/pubs/64onedim/odmintro.html

One-Dimensional Man: Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society by Herbert Marcuse, 1964. (n.d.). Marxists Internet Archive. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://www.marxists.org/ebooks/marcuse/one-dimensional-man.pdf

“One-Dimensional Man” by Herbert Marcuse. (n.d.). StudyCorgi. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://studycorgi.com/one-dimensional-man-by-herbert-marcuse/

On Herbert Marcuse’s “One-Dimensional Man.” (2020, Januari 10). Revolution and Ideology (Medium). Diakses Oktober 26, 2025, dari https://medium.com/revolution-and-ideology/on-herbert-marcuses-one-dimensional-man-9dea4672fa89

Repressive desublimation. (n.d.). Wikipedia. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://en.wikipedia.org/wiki/Repressive_desublimation

Seri Mitra. (n.d.). Open Journal Systems. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://journal.stfsp.ac.id/index.php/jb/article/download/403/150/1598

Technology, Technological Domination, and the Great Refusal: Marcuse’s Critique of the Advanced Industrial Society. (2010, Juni). KRITIKE: An Online Journal of Philosophy. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://www.kritike.org/journal/issue_7/ocay_june2010.pdf

Unraveling societal dynamics from Marcuse to the digital age. (2024). DergiPark. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://dergipark.org.tr/en/download/article-file/4558972

What does Marcuse mean by this statement in “One-Dimensional Man”? (2024, Desember 5). Reddit. Diakses Oktober 26, 2025, dari https://www.reddit.com/r/CriticalTheory/comments/1arqsiu/what_does_marcuse_mean_by_this_statement_in/

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment