Efek Golem dalam Psikologi Pendidikan

Table of Contents

Efek Golem dalam Psikologi Pendidikan
Mengenal Efek Golem

Efek Golem adalah fenomena psikologis di mana ekspektasi rendah terhadap individu – baik dari guru maupun dari orang itu sendiri – menyebabkan penurunan kinerja dan motivasi. Dalam konteks pendidikan, hal ini berarti jika guru menganggap seorang siswa kurang mampu, perlakuan guru dan sikap siswa berubah sehingga prestasi siswa tersebut makin rendah. 

Secara harfiah dinyatakan bahwa “ramalan yang menyebabkan orang berperilaku dengan cara yang negatif untuk memenuhi ekspektasi yang rendah disebut dengan Efek Golem”. Istilah “Golem” diambil dari makhluk mitologi Yahudi dan digunakan oleh Babad, Inbar, dan Rosenthal (1982) untuk menggambarkan sisi negatif dari ramalan swawujud (self-fulfilling prophecy) dalam pendidikan. 

Baca Juga: Self-Fulfilling Prophecy (Ramalan yang Terpenuhi dengan Sendirinya) Robert K. Merton dan Relevansinya

Efek Golem dianggap sebagai kebalikan (negative corollary) dari Efek Pygmalion, yang merupakan harapan positif yang meningkatkan prestasi siswa.

Latar Belakang Teoritis

Konsep Efek Golem berakar pada gagasan ramalan swawujud yang diperkenalkan oleh sosiolog Robert K. Merton, yaitu keyakinan yang menjadi kenyataan karena bertindak seolah-olah itu benar. Dalam pendidikan, Rosenthal dan Jacobson (1968) membuktikan bahwa ekspektasi guru memengaruhi prestasi siswa (Efek Pygmalion). 

Babad, Inbar, dan Rosenthal (1982) melanjutkan kajian ini dengan menyoroti efek ekspektasi rendah. Mereka menunjukkan bahwa guru dengan bias negatif memperlakukan siswa yang dianggap kurang mampu secara berbeda, dan siswa tersebut akhirnya berprestasi lebih buruk. 

Secara teori motivasi, Efek Golem dapat dijelaskan melalui Teori Ekspektansi Victor Vroom. Teori ini menyatakan bahwa semakin rendah ekspektasi keberhasilan yang diharapkan, semakin rendah upaya yang dikerahkan. Dengan ekspektasi rendah dari guru, siswa cenderung tidak berusaha maksimal karena sekadar memenuhi target minimum, sehingga hasilnya buruk.

Proses inilah yang menghasilkan ramalan swawujud negatif: siswa menampilkan perilaku sesuai label buruknya, dan saat prestasi rendah terjadi, ekspektasi negatif pun terkonfirmasi.

Mekanisme Terjadinya Efek Golem

Secara garis besar, mekanisme efek Golem di kelas melibatkan beberapa langkah berikut: 
1. Label Negatif Awal
Guru mengembangkan ekspektasi rendah terhadap siswa tertentu (misalnya menganggap siswa “kurang pintar” atau “sulit diajak belajar”). Ekspektasi ini bisa muncul dari stereotip, pengalaman sebelumnya, atau bias pribadi. 

2. Perilaku Guru yang Berbeda
Guru dengan ekspektasi rendah cenderung memberikan perhatian, dukungan, dan umpan balik yang lebih sedikit kepada siswa tersebut. Komunikasi nonverbal (bahasa tubuh, ekspresi) guru pun bisa memberi sinyal ketidakpercayaan. Sebaliknya, guru mungkin lebih sabar dan antusias kepada siswa yang dianggap berprestasi. 

3. Pembatasan Kesempatan
Siswa berlabel rendah kerap tidak mendapat tantangan atau kesempatan yang sama. Misalnya, guru jarang menantang mereka dengan tugas tingkat tinggi atau jarang memuji kemajuan kecil mereka. Sebaliknya, siswa berlabel tinggi mendapat penguatan positif lebih banyak. 

4. Reaksi Siswa
Merasakan perlakuan negatif ini, siswa yang diekspektasi rendah mulai kehilangan motivasi dan percaya diri. Mereka kurang berani bertanya atau bereksperimen karena khawatir gagal. Siswa tersebut cenderung pasif dan malas berusaha, sejalan dengan ekspektasi guru. 

5. Penurunan Kinerja
Akibatnya, prestasi akademik siswa itu menurun. Nilai ulangan, tugas, atau partisipasi kelasnya menjadi rendah. Kondisi ini memperkuat pemikiran guru semula bahwa siswa memang tidak mampu (ramalan terpenuhi). 

6. Siklus Negatif Berulang
Pola ini terus berulang sebagai sirkulasi negatif: ekspektasi rendah → perlakuan negatif → motivasi rendah → hasil buruk → ekspektasi rendah yang terkonfirmasi. Dengan kata lain, “harapan negatif menimbulkan performa rendah”.

7. Pengaruh pada Perilaku dan Performa Siswa
Efek Golem menimbulkan berbagai konsekuensi negatif pada siswa. Mereka umumnya menunjukkan perilaku sesuai label negatif: cepat menyerah, kurang berinisiatif, dan tidak antusias belajar. Secara emosional, siswa bisa kehilangan kepercayaan diri dan harga diri karena merasa dicap tidak mampu. Hasil akademik siswa-siswa ini pun cenderung menurun secara nyata. 

Sebagaimana dijelaskan dalam literatur, siswa yang mengalami ekspektasi negatif mungkin terperosok dalam siklus tanpa akhir di mana harapan rendah memicu prestasi rendah, yang kemudian makin menguatkan ekspektasi negatif tersebut. Dalam praktik, efek ini terlihat saat guru memberikan sedikit dukungan kepada siswa “berlabel jelek”, sehingga motivasi belajar dan nilai mereka menyusut. 

Ringkasnya, efek ini menghambat perkembangan potensi siswa: prestasi mereka stagnan atau merosot dan mereka cenderung menyerah lebih mudah dibanding siswa yang mendapatkan harapan positif.

Contoh Nyata dalam Pendidikan

Kasus efek Golem dapat dilihat dari berbagai studi dan contoh di lapangan. Misalnya, penelitian klasik Babad, Inbar, dan Rosenthal (1982) di kelas – meskipun fokus utamanya pada ekspektasi guru – menemukan manifestasi kuat dari Efek Golem. 

Guru yang terbiasa bias memperlakukan siswa ber-ekspektasi rendah secara berbeda (lebih dogmatis dan kurang mendukung), dan akibatnya siswa-siswa tersebut menunjukkan performa yang lebih buruk dibanding siswa ber-ekspektasi tinggi. Hasil ini membuktikan bahwa ekspektasi guru memang dapat merendahkan hasil belajar siswa. 

Secara anekdotal, bisa dibayangkan misalnya seorang siswa SD yang selalu digolongkan “belum pintar” oleh gurunya; akhinya guru tersebut jarang mengajak siswa itu bicara atau memberi tugas sulit. Siswa tersebut lama-kelamaan merasa tidak dihargai dan keinginannya untuk belajar pun berkurang. Nilai Ulangan Matematika dan Bahasa Indonesia-nya akhirnya turun drastis.

Contoh lain, sebuah artikel populer menyebutkan bahwa perlakuan negatif dan minimnya dukungan akan menggerus motivasi. Jika seseorang terus-menerus diberi kesan bahwa ia “tidak diharapkan sukses”, performanya cenderung menurun karena kehilangan motivasi dan percaya diri. 

Kasus nyata lain bisa berupa studi kasus guru yang menyadari turun-naiknya prestasi anak yang selalu mendapat label buruk: ketika sekolah mencoba memberikan perhatian ekstra, nilai anak itu pun akhirnya membaik. 

Secara luas, penelitian meta juga menunjukkan bahwa efek ekspektasi (baik positif maupun negatif) memiliki pengaruh signifikan; para peneliti seperti Jussim & Harber menemukan bahwa bias harapan guru dapat memprediksi perubahan prestasi siswa, terutama jika harapan itu tidak akurat.

Kesimpulan

Efek Golem merupakan ilustrasi penting bagaimana ekspektasi negatif guru atau pendidik dapat menghambat pencapaian siswa. Secara teoritis, fenomena ini berakar pada konsep self-fulfilling prophecy dan teori ekspektansi, serta menjadi cerminan kebalikan dari Efek Pygmalion. 

Dalam praktiknya, efek Golem menyebabkan siswa berperilaku dan berprestasi sesuai label negatif yang dikenakan, sehingga potensi mereka tidak berkembang dengan optimal. Oleh karena itu, dalam konteks pendidikan penting bagi guru untuk menyadari ekspektasi yang diberikan kepada setiap siswa. 

Mengganti ekspektasi rendah dengan dukungan yang positif dapat menghindarkan siswa dari lingkaran negatif efek Golem, dan sebaliknya membantu memaksimalkan kemampuan semua siswa.

Referensi 

  1. Wikipedia contributors. (n.d.). Golem effect. In Wikipedia. Retrieved September 25, 2025, from https://en.wikipedia.org/wiki/Golem_effect

  2. Universitas Medan Area. (2018). [PDF document]. Repositori UMA. https://repositori.uma.ac.id/bitstream/123456789/8581/1/118600026.pdf

  3. SimplyPsychology. (n.d.). Golem effect. https://www.simplypsychology.org/golem-effect.html

  4. Manado Post. (2025, June). Rahasia kesuksesan: Bagaimana ekspektasi sederhana bisa meningkatkan prestasi! https://manadopost.jawapos.com/lifestyle-teknologi/285218219/rahasia-kesuksesan-bagaimana-ekspektasi-sederhana-bisa-meningkatkan-prestasi

  5. Smile Consulting Indonesia. (2025, June). Efek Pygmalion: Ketika harapan mengubah hasil. https://smileconsultingindonesia.com/article/read/2025/6/efek-pygmalion-ketika-harapan-mengubah-hasil

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment