Analisis Eksistensialisme dan Feminisme dalam The Second Sex Simone de Beauvoir: Kajian Filosofis yang Mendalam

Table of Contents

Tulisan ini menyajikan analisis mendalam, rinci, dan komprehensif mengenai isi buku seminal Simone de Beauvoir, The Second Sex (Le Deuxième Sexe), yang diterbitkan pada tahun 1949. Karya ini diakui secara luas sebagai salah satu pilar filsafat feminis abad ke-20 dan menjadi titik tolak inspirasi utama bagi feminisme gelombang kedua. Tujuan utama Beauvoir adalah mengurai bagaimana masyarakat memandang wanita dan menelusuri akar sejarah dan filosofis dari subordinasi mereka, untuk akhirnya merumuskan jalan menuju pembebasan otentik.

Beauvoir menulis karyanya selama kurang lebih 14 bulan antara tahun 1946 dan 1949. Karya ini disusun dalam dua volume utama: Facts and Myths (Fakta dan Mitos) dan Lived Experience (Pengalaman Hidup). Analisisnya menggabungkan sosiologi, antropologi, biologi, dan, yang paling penting, filsafat Eksistensialis, menjadikannya studi komprehensif tentang hubungan sosial antara jenis kelamin.

Bagian I: Fondasi Teoritis dan Kritik (Volume I: Fakta dan Mitos)

Volume pertama The Second Sex bertujuan untuk membongkar klaim-klaim yang menyatakan bahwa subordinasi wanita adalah takdir yang ditentukan oleh alam, biologi, atau esensi abadi. Beauvoir secara sistematis meninjau disiplin ilmu tradisional dan mitos-mitos yang membentuk konsep 'feminin sejati'.

1. Dasar Filosofis: Prinsip Subjek-Lain (The Other)

Inti dari tesis Beauvoir adalah kritik terhadap dinamika ontologis yang mendefinisikan wanita. Beauvoir mengajukan pertanyaan mendasar: "Apa itu wanita?". Ia berpendapat bahwa penindasan wanita berakar pada dinamika eksistensial Subjek-Lain.

Dalam konstruksi masyarakat patriarki, pria secara universal memposisikan dirinya sebagai Diri (the self)—esensial, absolut, dan Subjek. Sebaliknya, wanita didefinisikan secara relatif terhadap pria—sebagai Yang Lain (The Other)—inesensial, tidak lengkap, dan objek. Beauvoir secara lugas menyatakan, "Kemanusiaan adalah pria, dan pria mendefinisikan wanita bukan dirinya sendiri, melainkan sebagai relatif terhadapnya".

Penggunaan istilah The Other bertujuan untuk mendiagnosis posisi sekunder wanita dalam masyarakat. Meskipun secara filosofis (mengacu pada Hegel), wajar jika Subjek mendefinisikan dirinya melalui oposisi terhadap objek, Beauvoir menunjukkan bahwa asimetri dalam hubungan gender ini cacat karena pria telah memonopoli subjektivitas. Dengan secara eksklusif mendefinisikan wanita sebagai Yang Lain, kemanusiaan wanita ditolak secara efektif, memaksanya untuk memikirkan makna keberadaannya sebagai wanita sebelum ia dapat memahami dirinya sendiri.

1.1. Dualitas Eksistensial: Imanensi vs. Transendensi

Beauvoir menggunakan terminologi Eksistensialisme untuk menganalisis konsekuensi dari menjadi Yang Lain:

Beauvoir menggunakan terminologi Eksistensialisme untuk menganalisis konsekuensi dari menjadi Yang Lain
Transendensi adalah hak universal manusia untuk melampaui diri sendiri, terlibat dalam proyek-proyek yang dipilih secara bebas, tindakan, dan penciptaan. Imanensi adalah stagnasi, keterbatasan, dan pengulangan. Beauvoir berpendapat bahwa pria secara historis menolak peran Transenden bagi wanita, memenjarakan mereka dalam Imanensi—yaitu, keberadaan yang terbatas dan berulang.

Implikasi filosofisnya sangat besar: Kegagalan individu untuk mewujudkan eksistensinya melalui proyek-proyek bebas—terutama jika hal itu dipaksakan—merupakan penindasan yang di mata eksistensialis dianggap sebagai "kejahatan absolut". Status wanita sebagai Yang Lain adalah penolakan terhadap haknya untuk eksis sebagai entitas yang didefinisikan secara mandiri.

1.2. Orisinalitas Filsafat Beauvoir

Analisis Subjek-Lain ini sering kali dikaitkan dengan Eksistensialisme Jean-Paul Sartre. Namun, analisis historis menunjukkan bahwa Beauvoir telah meletakkan fondasi filosofis oposisi diri-lain dan eksplorasi hubungan antara cinta dan dominasi dalam buku hariannya pada tahun 1927, dua tahun sebelum bertemu Sartre. Oleh karena itu, tesis Beauvoir mengenai wanita sebagai Yang Lain bukan hanya aplikasi Eksistensialisme Sartrean, melainkan kontribusi orisinal terhadap fenomenologi hubungan interpersonal. Pandangan ini memperkuat posisi The Second Sex sebagai karya filosofi utama yang mandiri.

2. Kritik Terhadap Argumen Deterministik (Fakta)

Volume I secara sistematis mengkritik tiga disiplin ilmu yang gagal menjelaskan subordinasi wanita tanpa berasumsi bahwa subordinasi tersebut adalah takdir yang tak terhindarkan.

2.1. Tinjauan Biologis

Beauvoir menganalisis peran biologi, termasuk perbandingan fisiologis pria dan wanita, dan subordinasi wanita terhadap spesies dalam hal reproduksi (misalnya, peran ovum yang relatif pasif terhadap sperma).

Kritik utama Beauvoir adalah bahwa fakta biologis, meskipun tidak dapat disangkal, tidak dapat membenarkan inferioritas sosial. Beauvoir menekankan bahwa manusia adalah realitas historis, bukan sekadar spesies hewan. Kelemahan fisik wanita di masa lalu hanya menjadi kelemahan yang mencolok ketika teknologi (seperti senjata berat) menuntut kekuatan otot yang sedikit di luar kemampuan wanita. Namun, di era modern, kemajuan teknik seharusnya dapat menghapus ketidaksetaraan otot tersebut. Kesadaran wanita, oleh karena itu, mencerminkan situasi yang bergantung pada organisasi ekonomi dan teknis masyarakat, bukan pada anatomi telanjang.

2.2. Tinjauan Psikoanalisis (Freud)

Beauvoir mengkritik Psikoanalisis Freud karena berpusat pada organ pria (fallus), khususnya konsep castration anxiety dan penis envy. Ia berpendapat bahwa teori ini secara implisit menganggap inferioritas wanita sebagai hal yang sudah pasti, mendefinisikan anak perempuan berdasarkan kekurangan daripada memahami subjektivitas mereka.

Pandangan Beauvoir adalah bahwa semua justifikasi yang diberikan oleh pria untuk subordinasi wanita harus dicurigai karena "jelas didikte oleh kepentingan pria". Dengan berfokus pada kekurangan anatomis, Psikoanalisis menjadi alat untuk membenarkan dominasi pria.

2.3. Tinjauan Materialisme Historis (Marxisme)

Beauvoir mengakui Materialisme Historis (Marxisme) karena kontribusinya dalam menunjukkan bahwa kesadaran wanita sangat dipengaruhi oleh organisasi ekonomi masyarakat. Namun, ia menganggap teori ini terbatas.

Meskipun kekuatan ekonomi penting, Beauvoir berargumen bahwa Marxisme gagal menjelaskan mengapa wanita selalu menjadi "Yang Lain" secara universal, melampaui perubahan mode produksi spesifik dan struktur kelas. Penindasan wanita, dalam pandangan Beauvoir, mendahului pembentukan kelas sosial, menunjukkan bahwa akar masalahnya bersifat lebih fundamental dan ontologis, bukan semata-mata ekonomis.

Tinjauan Materialisme Historis (Marxisme)

3. Mitos dan Representasi: Konstruksi Femininitas Abadi

Setelah menyingkirkan determinisme ilmiah, Beauvoir membahas mitos yang mengikat wanita ke dalam Imanensi.

3.1. Pembongkaran Mitos Femininitas Abadi (The Eternal Feminine)

Beauvoir secara rinci membongkar apa yang ia sebut sebagai "femininitas abadi," yaitu "esensi yang samar dan mendasar" dari femininitas. Mitos ini mencakup berbagai ideal yang tidak realistis—seperti kesucian ibu atau kemurnian perawan. Mitos ini diciptakan dan dipertahankan untuk menolak individualitas wanita, menjebaknya dalam cita-cita yang mustahil diwujudkan.

Beauvoir menegaskan bahwa tidak ada "maskulin abadi," demikian pula tidak ada "feminin abadi." Yang ada hanyalah pengalaman, bukan esensi. Semua makhluk memiliki hak eksistensial untuk mendefinisikan keberadaan mereka sendiri alih-alih terperangkap dalam konsep abstrak "feminitas".

3.2. Asal-Usul Mitos: Rasa Takut Pria

Mitos femininitas abadi, menurut Beauvoir, berasal dari ketidaknyamanan dan rasa takut pria. Pria, sebagai penulis sejarah manusia, merasa bingung dan takut terhadap proses biologis kelahiran dan keniscayaan kematian. Mereka memproyeksikan misteri-misteri ini kepada wanita, mengidentifikasinya dengan rahim, dan menjadikannya simbol kehidupan sekaligus kematian. Mitos ini mengemas proses-proses yang menakutkan ini di bawah satu citra yang meremehkan, yang secara efektif merampas individualitas wanita.

3.3. Keterlibatan Wanita dalam Penindasan Diri

Mitos ini berhasil karena wanita sendiri sebagian bertanggung jawab atas status Yang Lain. Beauvoir menyatakan bahwa wanita memfasilitasi penindasan mereka sendiri dengan menolak mengambil tanggung jawab atas eksistensi unik mereka. Dalam konteks Eksistensialisme, hal ini merupakan tindakan bad faith (niat buruk). Wanita sering diserahkan peran oleh pria untuk menjadi hakim nilai-nilai, yang meskipun memberikan kekuasaan moral pasif, tetap menjebak mereka dalam peran non-produktif Imanensi.

Bagian II: Pengalaman Hidup dan Jalan Menuju Pembebasan (Volume II: Pengalaman Hidup)

Volume kedua beralih ke realitas konkret dari "situasi" wanita. Beauvoir secara detail menelusuri bagaimana wanita dipaksa melepaskan haknya untuk Transendensi dan menerima keterbatasan. Intinya, karakter wanita (kepasifan, inaktivitas, kurangnya prestasi) adalah konsekuensi dari subordinasinya, bukan penyebabnya.

4. Transformasi Menuju Yang Lain: Pembentukan Wanita

Tesis fundamental Beauvoir dalam bagian ini adalah: "Seseorang tidak dilahirkan sebagai perempuan, melainkan menjadi perempuan" (On ne naît pas femme, on le devient). Feminitas adalah konstruksi sosial dan historis yang dipaksakan.

4.1. Sosialisasi ke Imanensi

Beauvoir menelusuri tahapan pembentukan wanita, dari masa kanak-kanak hingga masa muda. Pada setiap tahap, seorang gadis dikondisikan oleh proses eksternal untuk menerima kepasifan, ketergantungan, dan keberadaan di dalam (immanence). Masyarakat bekerja sama untuk merampas subjektivitasnya, memaksanya menjadi objek.

4.2. Inisiasi Seksual dan Keterbatasan

Dalam interaksi romantis dan seksual, wanita sering terpaksa memainkan peran yang terbatas. Norma-norma sosial mengharuskan wanita untuk menjadi objek yang pasif dan menawan. Wanita yang terlalu berani atau mengambil inisiatif dianggap menakutkan oleh pria, yang cemburu pada peran mereka. Akibatnya, wanita harus menjadi "benda pasif, janji penyerahan". Ini tercermin dalam upaya wanita untuk menarik perhatian lawan jenis dengan menggunakan penampilan atau tubuh mereka, karena mereka hanya dapat menawarkan diri, bukan kebebasan berproyek.

5. Situasi Konkret Wanita Dewasa: Peran Imanen

Beauvoir menganalisis berbagai "situasi" atau peran yang mengikat wanita dewasa ke dalam Imanensi, termasuk pernikahan, keibuan, dan peran inautentik lainnya.

5.1. Peran Istri Borjuis dan Penjara Ketergantungan

Wanita borjuis melakukan fungsi utama sebagai istri, ibu, dan penghibur. Peran-peran ini, meskipun tampaknya terhormat, secara fundamental mengarah pada Imanensi dan frustrasi yang mendalam karena wanita tetap inesensial dan tidak lengkap.

Beauvoir sangat kritis terhadap lembaga pernikahan yang ia pandang sebagai "penjara" yang "membunuh cinta". Meskipun wanita modern telah memperoleh hak-hak sipil (seperti hak pilih atau penghapusan kewajiban kepatuhan dalam hukum Prancis), kebebasan sipil ini tetap "teoritis" selama tidak disertai oleh kebebasan ekonomi. Wanita yang didukung oleh pria (istri borjuis) tetap terikat dalam kondisi perbudakan.

5.2. Keibuan: Ambivalensi dan Ketidakbebasan

Keibuan adalah salah satu fungsi yang paling kompleks. Beauvoir berupaya mendemistifikasi peran ini dengan menyajikan pengalaman kehamilan dan pengasuhan anak dengan segala kesulitan dan ambivalensinya.

Dalam kerangka filosofisnya, Beauvoir cenderung menafsirkan keibuan sebagai keterikatan pada Imanensi (ketidakbebasan), karena secara tradisional peran ini mengikat wanita pada tugas yang berulang dan terbatas, menghambat Transendensi melalui proyek-proyek kreatif yang otentik. Namun, analisisnya yang mendalam juga secara implisit mengakui bahwa keibuan dapat mengungkapkan ambiguitas mendasar manusia dan akar jasmaniah dari agensi bebas, serta peran penting hubungan dengan orang lain dalam eksistensi.

Faktanya, Beauvoir berpendapat bahwa keibuan dapat diintegrasikan ke dalam Transendensi melalui transformasi sosial, mengutip ideal Soviet sebagai contoh di mana wanita diharapkan berkontribusi pada masyarakat dan menerima dukungan pemerintah untuk perawatan anak.

5.3. Opsi Inautentik dan Pelarian

Wanita yang menolak Imanensi pernikahan sering mencari peran inautentik. Beauvoir mengulas peran seperti narsisisme, mistisisme, dan pelacur. Prostitusi dilihat sebagai situasi yang simetris dengan pernikahan dalam hal ekonomi, di mana wanita menawarkan dirinya. Perbedaan utamanya adalah "harga dan durasi kontrak". Dalam semua kasus inautentik ini, wanita gagal mencapai otonomi sejati karena mereka tetap bergantung pada keberadaan pria.

6. Proposisi Pembebasan Otentik dan Kebutuhan akan Transendensi

Beauvoir menawarkan resolusi eksistensial bagi subordinasi wanita. Wanita harus menyadari bahwa situasinya adalah yang dikenakan padanya, bukan nasibnya, dan berupaya melepaskan diri dari status Yang Lain.

6.1. Menjadi Subjek yang Bebas

Pembebasan otentik memerlukan penegasan kembali kebebasan eksistensial. Kebebasan, dalam pengertian Beauvoir, berarti bebas dari paksaan fisik, mental, moral, dan terbebas dari inautentisitas. Wanita harus mengatasi kekuatan lingkungan dan secara sadar menuntut haknya untuk menjadi Subjek, mendefinisikan ulang dirinya dan menghapuskan peran-peran terbatas seperti istri, ibu, atau pelacur. Upaya ini adalah aspirasi untuk mendapatkan keanggotaan penuh dalam ras manusia.

6.2. Pilar Praktis: Kemandirian Ekonomi

Beauvoir memberikan solusi paling praktis dan mendasar untuk Transendensi wanita: wanita harus bekerja. Kunci pembebasan wanita adalah kekuatan ekonomi.

Beauvoir secara tegas menyatakan bahwa kemandirian ekonomi adalah prasyarat untuk kebebasan praktis. Kebebasan sipil, seperti hak memilih, tetap "teoritis" selama wanita tidak memiliki kebebasan ekonomi. Wanita yang didukung oleh pria berada dalam kondisi perbudakan. Hanya melalui pekerjaan bergaji, wanita telah menempuh sebagian besar jarak yang memisahkannya dari pria. Begitu wanita berhenti menjadi "parasit," sistem yang didasarkan pada ketergantungannya akan runtuh. Dengan demikian, kemandirian ekonomi menghilangkan kebutuhan akan mediator maskulin antara wanita dan alam semesta. Data aktual menunjukkan bahwa keberhasilan seorang wanita untuk mencapai kebebasan sangat bergantung pada kemandirian ekonomi dan sosialnya.

6.3. Transformasi Sosial dan Peran Intelektual

Selain kemandirian ekonomi, Beauvoir menyarankan agar wanita harus menjadi seorang intelektual dan aktif bekerja untuk mencapai transformasi sosial. Awalnya, Beauvoir skeptis bahwa gerakan feminis otonom diperlukan, percaya bahwa revolusi sosialis mungkin cukup. Namun, ia kemudian merevisi pandangannya, secara publik menyatakan pada tahun 1972 bahwa revolusi sosialis saja tidak cukup, dan bahwa pembebasan wanita membutuhkan gerakan feminis yang tegas dan independen. Ini menegaskan perlunya keterlibatan aktif dalam bidang intelektual dan sosial untuk mengubah struktur yang mempertahankan Yang Lain.

7. Kesimpulan dan Relevansi Abadi

The Second Sex adalah studi mendalam yang mengubah penindasan wanita dari isu politik menjadi masalah metafisik dan moral. Beauvoir berhasil menunjukkan bahwa subordinasi wanita bukanlah takdir melainkan produk dari konstruksi historis dan sosial—sebuah "situasi" yang dipaksakan.

Analisis Beauvoir yang berfokus pada dinamika Yang Lain dan penolakan Transendensi memberikan kerangka kerja analitis yang tahan lama untuk memahami ketidaksetaraan. Dengan secara sistematis menolak justifikasi yang ditawarkan oleh biologi, psikoanalisis, dan materialisme reduksionis, Beauvoir memfokuskan perdebatan pada pilihan eksistensial dan moral.

Kontribusi paling penting dari The Second Sex pada ranah praktis adalah penekanan tak tergoyahkan pada kemandirian ekonomi. Bagi Beauvoir, pekerjaan adalah satu-satunya jaminan kebebasan praktis dan merupakan cara nyata bagi wanita untuk mengambil kembali peran Subjek dan bergerak menuju Transendensi. Konsepsi pembebasan ini, yang menggabungkan tuntutan Eksistensialisme filosofis dengan tuntutan material, terus memberikan relevansi yang kuat bagi perjuangan feminis kontemporer dalam mencapai kesetaraan otentik dan keanggotaan penuh dalam ras manusia.

Referensi:

1. Beauvoir, S. de. (2019). The second sex (T. B. Febriantoro & N. Juliastuti, Trans.). Narasi.

2. Beauvoir and the ambiguities of motherhood. (n.d.). ResearchGate. https://www.researchgate.net/publication/318769612_Beauvoir_and_the_Ambiguities_of_Motherhood

3. Eksistensi untuk perempuan: Study komparasi Simone de Beauvoir dan Nawal el Saadawi. (n.d.). http://digilib.uinsa.ac.id/21203/

4. Immanence, transcendence and the female experience: Simone de Beauvoir on motherhood and women's role in society. (n.d.). EdSpace.
https://edspace.american.edu/cv0844a/wp-content/uploads/sites/1671/2021/04/Chaitanya-Venkateswaran-Final-Draft.docx

5. Is The second sex Beauvoir's application of Sartrean existentialism? (n.d.). 20th World Congress of Philosophy.
https://www.bu.edu/wcp/Papers/Gend/GendSimo.htm

6. MerdekainThisEconomy: Agustus dan tubuh perempuan yang merdeka sehari. (n.d.). Magdalene.co.
https://magdalene.co/story/agustus-dan-tubuh-perempuan-yang-merdeka-sehari/

7. PERAN WANITA UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH DALAM PEMIKIRAN ISLAM KLASIK DAN KONTEMPORER. (n.d.). Al-Hukuma.
https://jurnalfsh.uinsa.ac.id/index.php/alhukuma/article/view/1311/1004

8. Perempuan merdeka dalam perspektif feminisme eksistensialis Simone de Beauvoir. (n.d.). ResearchGate.
https://www.researchgate.net/publication/364987222_PEREMPUAN_MERDEKA_DALAM_PERSPEKTIF_FEMINISME_EKSISTENSIALIS_SIMONE_DE_BEAUVOIR

9. Simone de Beauvoir — Wikipedia. (n.d.). Wikipedia.
https://en.wikipedia.org/wiki/Simone_de_Beauvoir

10. Simone de Beauvoir on emancipating women. (n.d.). New Learning Online.
https://newlearningonline.com/new-learning/chapter-5/supproting-materials/simone-de-beauvoir-on-emancipating-women

11. Simone de Beauvoir on woman as other. (n.d.). That-Which.
https://that-which.com/simone-de-beauvoir-on-woman-as-other/

12. Simone de Beauvoir, The second sex, 1949. (n.d.). New University in Exile Consortium.
https://newuniversityinexileconsortium.org/wp-content/uploads/2021/07/Simone-de-Beauvoir-The-Second-Sex-Jonathan-Cape-1956.pdf

13. Simone de Beauvoir’s The second sex. (2020). Reddit.
https://www.reddit.com/r/feminisms/comments/galxls/simone_de_beauvoirs_the_second_sex/

14. The second sex — BookXcess. (n.d.). BookXcess.
https://www.bookxcess.com/products/the-second-sex

15. The second sex — Shakespeare & Company. (n.d.). Shakespeare & Company.
https://www.shakespeareandcompany.com/books/the-second-sex-2

16. The second sex — Wikipedia. (n.d.). Wikipedia.
https://en.wikipedia.org/wiki/The_Second_Sex

17. The second sex (extended excerpt). (n.d.). Wikipedia.
https://en.wikipedia.org/wiki/The_Second_Sex#:~:text=She%20argues%20that%20man%20is,up%20to%20the%20human%20being.

18. The second sex definition — AP European History key term. (n.d.). Fiveable.
https://fiveable.me/key-terms/ap-euro/the-second-sex

19. The othering of woman: Simone de Beauvoir’s analysis of Sigmund Freud’s psychoanalytic theory. (n.d.). Quest Journals.
https://www.questjournals.org/jrhss/papers/vol10-issue2/Ser-1/H10024547.pdf

20. The second sex summary. (n.d.). SparkNotes.
https://www.sparknotes.com/philosophy/secondsex/summary/

21. The second sex motifs. (n.d.). SparkNotes.
https://www.sparknotes.com/philosophy/secondsex/motifs/

22. The second sex themes. (n.d.). SparkNotes.
https://www.sparknotes.com/philosophy/secondsex/themes/

23. The second sex: The point of view of historical materialism. (n.d.). Marxists Internet Archive.
https://www.marxists.org/reference/subject/ethics/de-beauvoir/2nd-sex/ch03.htm

24. The second sex: Woman as other. (n.d.). Marxists Internet Archive.
https://www.marxists.org/reference/subject/ethics/de-beauvoir/2nd-sex/introduction.htm

25. The second sex — Full book PDF. (n.d.). Simon Fraser University.
https://www.sfu.ca/~decaste/OISE/page2/files/deBeauvoirIntro.pdf

26. Universitas Indonesia Library — Hasil pencarian. (n.d.). Perpustakaan UI.
https://www.lib.ui.ac.id/hasilcari?method=similar&query=20411544&lokasi=lokal

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment