Analisis Mendalam Buku The Sublime Object of Ideology (1989) Karya Slavoj Žižek: Ideologi, Subjek, dan Kritik Psikoanalisis Lacanian

Table of Contents

Slavoj Žižek's The Sublime Object of Ideology (1989) adalah teks fundamental dalam teori kritis kontemporer, yang secara luas dianggap sebagai mahakarya dan landasan bagi seluruh bangunan teoretisnya. Buku ini merepresentasikan rekonstruksi radikal teori kritik ideologi, khususnya dengan menyintesiskan Marxisme strukturalis (Louis Althusser) dan Kritik Ekonomi-Politik (Karl Marx) dengan Psikoanalisis Lacanian (Jacques Lacan) dan Dialektika Idealistik (G.W.F. Hegel). Alih-alih menawarkan sekadar interpretasi eklektik, Žižek mengajukan ulang premis ideologi itu sendiri, memindahkannya dari ranah kesadaran palsu menuju ranah ontologi dan bawah sadar.

Bagian I: Pengantar: Mengapa Ideologi Tidak Pernah Mati

1.1. Tesis Radikal Žižek: Ideologi sebagai Struktur yang Menyangga Realitas

Žižek membuka The Sublime Object of Ideology dengan premis yang menantang pemahaman ideologi konvensional. Filsafat dan teori kritis tradisional, seperti yang dikembangkan oleh Marxisme klasik atau Mazhab Frankfurt, sering melihat ideologi sebagai semacam "kacamata" yang mendistorsi pandangan subjek terhadap realitas sosial dan ekonomi yang sebenarnya. Menurut model ini, tugas kritik ideologi adalah "melepas kacamata yang mendistorsi" agar subjek dapat melihat realitas "sebagaimana adanya"—yaitu, mengungkap konten yang tersembunyi (misalnya, eksploitasi kelas) di balik bentuk yang menipu (misalnya, kebebasan pasar).

Žižek menolak model sederhana ini. Tesisnya yang radikal adalah bahwa ideologi bukanlah ilusi yang menutupi realitas, tetapi struktur yang memungkinkan realitas itu sendiri untuk bereproduksi. Distorsi ideologis tidak hanya menutupi keadaan nyata segala sesuatu; distorsi itu justru "tertulis dalam esensi realitas sosial itu sendiri". Realitas itu sendiri tidak dapat mempertahankan diri tanpa mistifikasi ideologis ini.

Keberhasilan ideologi di era kontemporer, menurut Žižek, ditandai dengan kemampuannya hadir sebagai sesuatu yang "post-ideologis". Ideologi modern tidak lagi menuntut pengorbanan terang-terangan demi "Negara" atau "Partai," melainkan memanggil subjek sebagai subjek kenikmatan—"Realisasikan potensi sejatimu. Jadilah dirimu sendiri. Jalani kehidupan yang memuaskan". Dengan cara ini, ideologi memposisikan dirinya sebagai wacana tentang "Hal-hal yang terlalu sakral untuk dinodai oleh politik," seperti Keamanan Nasional atau konsep "Jalan Ketiga". Ideologi menjadi "Sublim" karena ia merujuk pada objek-objek luar biasa (Tuhan, Raja, Pemimpin) yang kehadirannya diyakini melampaui kritik dan analisis rasional.

Jika ideologi adalah struktur yang memungkinkan realitas sosial, maka kritik ideologi tidak lagi dapat menghasilkan pembebasan transparan atau pencerahan epistemologis. Upaya untuk menyingkirkan ideologi hanya akan mengungkap kekosongan, ketiadaan, atau Kenegatifan mendasar (the void/Lack) yang mendasari tatanan Simbolik. Kekosongan ini adalah Realitas traumatis (The Real) yang harus ditanggung oleh subjek. Oleh karena itu, tugas kritik beralih dari tugas epistemologis (mengungkap kebenaran) menjadi tugas etis-psikoanalitis (mengenali dan bernegosiasi dengan kegagalan ontologis yang melahirkan ideologi). Realitas yang "tanpa ideologi" bukanlah realitas yang harmonis, melainkan Real yang Mustahil dan traumatis.

1.2. Žižek Tiga Serangkai: Mengapa Lacan, Marx, dan Hegel Harus Dibaca Bersama

Fondasi analitis The Sublime Object of Ideology terletak pada sintesis yang tidak lazim antara tiga pemikir besar: Jacques Lacan, Karl Marx, dan G.W.F. Hegel.
1. Lacan dan Psikoanalisis: Žižek, yang datang dari studi teori sosial Mazhab Frankfurt dan Marxisme, beralih ke teori psikoanalisis Jacques Lacan pada akhir tahun 1970-an. Lacan menyediakan kerangka kerja struktural yang berfokus pada peran bawah sadar dan jouissance (kenikmatan melampaui batas) dalam membentuk subjektivitas dan tatanan sosial. Žižek secara eksplisit berupaya merehabilitasi psikoanalisis dalam inti filosofisnya.
2. Marx dan Kritik Ekonomi: Marx menyediakan model untuk menganalisis bentuk komoditas (commodity form) dan gejalanya (symptom) dalam masyarakat kapitalis. Žižek berpendapat bahwa fokus Marx pada bentuk, bukan konten, sangat paralel dengan fokus Freud pada kerja mimpi (dream-work).
3. Hegel dan Dialektika Kenegatifan: Žižek secara konsisten kembali pada idealisme Jerman, khususnya Hegel. Ia menggunakan dialektika Hegel untuk menolak pembacaan Hegel sebagai seorang idealis yang mencapai "rekonsiliasi" total. Sebaliknya, ia menekankan Hegel tentang Kenegatifan (Negativity) dan kegagalan (failure). Kerangka Hegelian ini memungkinkan Žižek untuk memahami subjektivitas Lacanian—subjek yang dibatalkan ($$)—sebagai proses dialektis: "substansi direduksi menjadi kekosongan bentuk kosong dari kenegatifan yang berhubungan dengan diri sendiri".

Sintesis ini vital: Lacan memberi Žižek bahasa untuk ketidakmungkinan (The Real); Marx memberi Žižek objek material di mana ketidakmungkinan ini terukir (Komoditas); dan Hegel memberi Žižek ontologi filosofis di mana kegagalan dan kekosongan menjadi dasar bagi subjektivitas itu sendiri.

Bagian II: Tanda dan Gejala: Marx, Freud, dan Logika Bentuk

2.1. Penemuan Žižek: Marx sebagai Penemu Symptom

Salah satu klaim paling provokatif dalam buku ini adalah penerimaan Žižek terhadap pernyataan Lacan bahwa Karl Marx-lah yang menemukan konsep "gejala" (symptom). Gejala adalah konsep penting yang digunakan oleh Freud (dalam psikoanalisis) dan Marx (dalam kritik ekonomi politik).

Žižek menguraikan "homologi mendasar" antara prosedur interpretatif Marx (menganalisis dunia komoditas) dan prosedur Freud (menganalisis dunia bawah sadar dan mimpi). Dalam kedua kasus tersebut, analisis tidak boleh terperangkap dalam pencarian "isi laten" atau "inti tersembunyi."

Žižek mendesak pembaca untuk menghindari "fetisisme konten". Dalam Marxisme, ini berarti tidak hanya fokus pada kerja (konten) di balik komoditas, melainkan pada bentuk komoditas itu sendiri (mengapa kerja harus mengambil bentuk komoditas?). Demikian pula dalam Freud, analis harus menyelidiki kerja mimpi itu sendiri—mengapa pikiran atau hasrat harus mengambil bentuk mimpi (melalui kondensasi dan pergeseran), bukan hanya apa isi tertekan di baliknya. Inti rahasia yang harus diungkapkan, dengan demikian, adalah rahasia bentuk yang enigma itu sendiri.

2.2. Gejala sebagai Kontradiksi Konstitutif

Dalam konteks Žižekian, gejala tidak dipahami sebagai penyimpangan atau penyakit yang dapat disembuhkan, melainkan sebagai elemen yang secara paradoks menopang seluruh struktur.
Definisi Žižekian mengenai Gejala: Gejala adalah elemen partikular yang menumbangkan fondasi universalnya sendiri. Žižek merujuk pada deteksi Marx akan celah (fissure), asimetri, atau ketidakseimbangan "patologis" dalam masyarakat borjuis. Celah ini terlihat dalam kontradiksi antara prinsip universal hak dan kewajiban borjuis dengan eksploitasi kapitalis partikular yang diizinkannya.

Pentingnya di sini adalah bahwa ketidakseimbangan ini bukan merupakan tanda "realisasi yang tidak sempurna" dari prinsip-prinsip borjuis yang harus diperbaiki oleh perkembangan kapitalis lebih lanjut. Sebaliknya, ketidakseimbangan ini berfungsi sebagai momen konstitutif dari universalitas itu sendiri. Eksploitasi, atau ketidakmampuan untuk mencapai kesetaraan universal yang dijanjikan, adalah syarat yang memungkinkan universalitas borjuis itu dideklarasikan dan dipertahankan.

Pemahaman ini secara fundamental menolak pendekatan reformis atau evolusioner terhadap kritik sosial. Jika eksploitasi (gejala) adalah syarat konstitutif agar hak-hak universal dapat dideklarasikan, maka upaya untuk menghilangkan gejala tersebut akan menghancurkan fondasi universal—yaitu, kerangka ideologis yang memungkinkan masyarakat beroperasi. Kritik ideologi yang radikal harus menargetkan bentuk universal itu sendiri, bukan hanya penyimpangan kasualnya.

Bagian III: Fantasi dan Struktur yang Tidak Mungkin: Mekanisme Ideologi Žižekian

3.1. Dari Kesadaran Palsu menuju Fantasi Ideologis

Žižek membedakan kritiknya secara tajam dari model Marxis tradisional mengenai "kesadaran palsu," yang sering disimpulkan dengan frasa: "mereka tidak mengetahuinya, tetapi mereka melakukannya." Žižek berpendapat bahwa model ini tidak lagi memadai di dunia modern. Masyarakat kontemporer dicirikan oleh sinisme dan pengingkaran (disavowal).

Dalam sinisme, subjek sadar akan mekanisme ideologis. Subjek modern mungkin berkata, "Saya tahu betul saya dieksploitasi oleh sistem, tetapi saya akan tetap berpura-pura bahwa saya maju berdasarkan usaha saya sendiri" (model "Saya tahu, tetapi...").

Žižek menekankan bahwa ideologi tidak lagi sekadar alat hegemoni yang digunakan oleh kelas penguasa untuk mengontrol yang tertindas. Sebaliknya, ideologi Žižekian lebih spontan. Bahkan yang tertindas pun terlibat (complicit) dalam penundukan mereka sendiri dengan menginternalisasi dan mereproduksi ideologi tersebut. Žižek berfokus pada peran bawah sadar (unconscious) dan Tatanan Simbolik Lacanian dalam membentuk subjektivitas, berlawanan dengan fokus Marxis klasik pada struktur ekonomi objektif.

Keyakinan ideologis, dengan demikian, tidak terletak pada tingkat kognitif sadar, melainkan pada tingkat praktik dan aktivitas subjek. Aktivitas subjek itu sendiri "sudah mengumumkan keyakinan Anda sebelum Anda secara sadar percaya bahwa Anda percaya".

3.2. Fungsi Fantasi ($\Phi$) sebagai Penopang Kenyataan

Jika ideologi modern tidak didasarkan pada ketidaktahuan, lalu apa fungsinya? Di sinilah peran fantasi menjadi sentral.

Žižekian fantasi bukanlah ilusi seperti mimpi yang kita gunakan untuk melarikan diri dari kenyataan. Sebaliknya, fantasi ($a \diamond D$) adalah konstruksi yang mendukung dan menstabilkan realitas itu sendiri. Realitas sosial adalah tatanan Simbolik (bahasa, hukum, struktur sosial), tetapi Tatanan Simbolik selalu mengandung celah, kegagalan, atau Ketidakmungkinan Sentral. Žižek menyebut Tatanan Simbolik sebagai "Big Other" (grand Autre), yang menentukan kerangka hukum dan narasi universal. Namun, Big Other ini selalu dibatalkan ($\text{S}(\text{A})$), yang berarti ia tidak lengkap.

Fantasi ideologis berfungsi untuk menambal kekosongan yang melekat pada Simbolik, yaitu titik kegagalan Simbolisasi. Fantasi menempatkan sebuah objek—yang disebut objet petit a—ke dalam celah tersebut. Objet petit a (objek kecil-a) adalah kekosongan murni (pure void) yang berfungsi sebagai penyebab hasrat (object cause of desire). Objek ini tidak benar-benar ada, tetapi kehadirannya dirasakan melalui serangkaian efek yang selalu terdistorsi atau tersinggung.

Dengan mengisi kekosongan ini, fantasi ideologis memberikan koherensi semu pada realitas sosial, menjadikannya tampak utuh dan dapat ditoleransi. Tanpa fantasi ini, subjek akan menghadapi Realitas traumatis yang Mustahil dan tidak tersimbolkan.

3.3. Sinisme, Disavowal, dan Jouissance

Sinisme menjadi bentuk ideologi tertinggi di era modern karena memungkinkan subjek untuk berpartisipasi dalam sistem sambil mempertahankan jarak mental. Pengikut tidak perlu menganggap ideologi—apakah itu neoliberalisme atau totaliterisme—terlalu serius; ini hanya "lelucon" atau "omongan ruang ganti".

Žižek menghubungkan dinamika sinis ini dengan konsep jouissance (kenikmatan melampaui batas). Ia berpendapat bahwa di bawah tekanan tak tertahankan untuk "menikmati" (yang merupakan tuntutan ideologi kontemporer), muncul kondisi yang memungkinkan bagi pemimpin totaliter. Pemimpin menawarkan jalan keluar melalui penolakan terhadap kenikmatan—tetapi penolakan terhadap kenikmatan itu sendiri secara paradoks menjadi sumber jouissance bagi subjek.

Model ideologi Žižekian memperluas analisis Marxis dengan mengintegrasikan struktur psikis Lacanian.
Perbandingan Model Ideologi Klasik vs. Žižekian

The Sublime Object of Ideology (1989) Karya Slavoj Žižek

Bagian IV: Objek Agung Ideologi (The Sublime Object): Objet Petit a dan Real

4.1. Tiga Register Lacanian dalam Analisis Sosial

Kerangka Lacanian tentang Simbolik, Imajiner, dan Real merupakan fondasi ontologis yang diterapkan Žižek pada teori ideologi.
1. Imajiner (Imaginary): Register relasi dualitas, bersifat komplementer. Secara ideologis, Imajiner adalah ruang identifikasi ego yang harmonis, sering kali diwujudkan dalam fantasi hubungan yang sepenuhnya terealisasi di mana setiap kutub mengisi kekurangan yang lain.
2. Simbolik (Symbolic): Tatanan bahasa, hukum, dan struktur sosial (Big Other). Ia dicirikan oleh diferensial (perbedaan). Simbolik adalah tatanan yang membentuk kesadaran Imajiner, dan tatanan ini sendiri bersifat tak sadar (unconscious).
3. Real (The Real): Register Ketidakmungkinan (impossible). Real adalah tanpa celah (fissure), dan menolak simbolisasi. Realitas dipahami sebagai ketidakmungkinan yang harus ditangkap melalui efek-efeknya yang traumatis.

Ideologi Žižekian muncul dari kegagalan Tatanan Simbolik untuk sepenuhnya merepresentasikan dirinya sendiri atau Realitas (The Real). Tatanan Simbolik tidak pernah lengkap ($\text{S}(\text{A})$). Kekurangan ini membuka kekosongan. Realitas (Trauma, Jouissance) adalah manifestasi dari kekosongan ini. Ideologi masuk melalui Fantasi untuk memberikan 'objek'—Objek Sublim—yang menutup kekurangan ini, memungkinkan realitas sosial tampak utuh dan stabil.

4.2. Objet Petit a sebagai Objek Sublim Ideologi

Inti dari judul buku ini, The Sublime Object of Ideology, mengacu langsung pada objet petit a Lacanian. Žižek mendefinisikan objet petit a sebagai objek yang mustahil (tidak ada), kekosongan murni (pure void) yang berfungsi sebagai objek penyebab hasrat subjek. Objek ini adalah kekosongan yang dienkapsulasi oleh ideologi untuk menstabilkan hasrat.

Objek ini menjadi "Sublim" karena ia melampaui batas representasi. Ideologi selalu berputar di sekitar objek sublim—"Hal Luar Biasa" (extraordinary Things) seperti Tuhan, Pemimpin, atau Raja—yang di mata subjek, tidak dapat dijelaskan sepenuhnya. Ideologi menopang dirinya dengan mengklaim bahwa ketidakmampuan subjek untuk memahami sepenuhnya hakikat keyakinan mereka (misalnya, apa itu Bangsa atau itu Kebebasan) adalah bukti betapa Transenden atau Agungnya objek tersebut. Dengan kata lain, misteri dan ketidakmampuan simbolisasi berfungsi sebagai penguat ideologi, bukan sebagai kelemahan.

4.3. Trauma, Jouissance, dan Kemustahilan Real

Jouissance adalah kenikmatan yang mustahil (does not exist), melampaui prinsip kesenangan Freudian, tetapi menghasilkan serangkaian efek traumatis. Žižek menekankan bahwa trauma bukanlah peristiwa masa lalu yang literal, tetapi konstruksi fantasi yang secara retroaktif mengisi kekosongan dalam struktur simbolik (void in a symbolic structure). Trauma adalah efek yang diproduksi oleh kegagalan struktur simbolik itu sendiri untuk menopang diri.

Paradoks Real dan jouissance terlihat dalam fakta bahwa ada pelarangan terhadap sesuatu yang secara intrinsik sudah mustahil (misalnya, larangan inses). Ideologi totaliter, misalnya, sering kali memposisikan objeknya (kekuasaan mutlak atau tujuan revolusioner) sebagai sesuatu yang dijanjikan, tetapi hanya bisa dicapai melalui pengorbanan yang menyakitkan, di mana rasa sakit ini disublimasikan menjadi jouissance politis.

Tabel Esensial: Register Lacanian dan Fungsi Ideologisnya

The Sublime Object of Ideology (1989) Karya Slavoj Žižek

Bagian V: Intervensi Hegelian: Subjek sebagai Kenegatifan Kosong

5.1. Rehabilitasi Dialektika Hegel

Žižek mengaitkan psikoanalisis dan kritik ideologi dengan dialektika Hegel, menolak interpretasi yang melihat Hegel semata-mata sebagai filsuf "rekonsiliasi" idealis. Sebaliknya, ia mencari inti subversif dari dialektika Hegel yang fokus pada Kenegatifan.

Dialektika Žižekian bukan "sublasi progresif" (progressive sublation atau Aufhebung) di mana semua realitas diserap secara harmonis ke dalam Konsep. Sebaliknya, ini adalah pengakuan sistematis atas "kemustahilan radikal." Momen konklusif bukanlah sintesis harmonis, tetapi "sublasi dari sublasi," yaitu tindakan abrograsi atau pelepasan (release).

5.2. Subjek sebagai Substansi yang Dibatalkan ($$)

Definisi Žižekian tentang subjek ($), yang diambil dari Lacan, secara intrinsik Hegelian. Subjek bukanlah entitas substansial Cartesian yang utuh, melainkan ketiadaan, kekosongan. Subjek didefinisikan sebagai "substansi yang diabrogasi/dibersihkan, substansi yang direduksi menjadi kekosongan bentuk kosong dari kenegatifan yang berhubungan dengan diri sendiri".

Subjek adalah kekosongan (void) dalam struktur simbolik yang menandai "kemustahilan sentral". Žižek berpendapat bahwa kita dapat mengukir kekosongan subjek ini melalui kegagalan representasi simbolik subjek. Subjek diproduksi justru oleh kegagalan sistem Simbolik untuk menopangnya. Transfer dari substansi ($S$) ke subjek ($) adalah pergeseran dari entitas yang diasumsikan utuh menjadi entitas yang ditandai oleh kekurangan (lack).

Karena subjek pada intinya adalah kenegatifan kosong, ideologi mengambil peran ganda: ia menyediakan jaring pengaman ontologis. Ideologi menawarkan objek-objek (Objek Sublim) dan identitas Imajiner yang menambal kekurangan mendasar yang dialami subjek. Subjek Žižekian tidak memiliki ideologi; subjek adalah titik yang membutuhkan fantasi ideologis agar dapat beroperasi dalam realitas sosial yang koheren.

5.3. Konsep Refleksi Determinat (Determinate Reflection)

Rahasia proses dialektis Žižekian diuraikan melalui trias Hegelian tentang refleksi (positing, eksternal, dan determinat). Žižek menekankan pada "refleksi determinat" atau "refleksi berganda" (redoubled reflection).

Refleksi berganda ini adalah proses di mana entitas yang dibentuk oleh sebuah sistem ternyata secara retroaktif menjadi kondisi bagi sistem itu sendiri. Contoh utama dari logika paradoksal ini adalah monarki atau raja paradoksal. Meskipun kekuasaan raja tampak memancar secara transenden, pada saat yang sama, kekuasaan itu bergantung pada performa dan keyakinan subjek (detail ini dianalisis lebih lanjut di Bagian VI). Logika ini menunjukkan bahwa fondasi suatu sistem tidak pernah berada di luar sistem itu sendiri, melainkan secara internal terbatalkan.

Bagian VI: Contoh Nyata (Exemplary Case Studies)

6.1. Logika Performatif Kekuasaan: Raja dan Das Kapital

Untuk mengilustrasikan fungsi ideologis, Žižek merujuk pada analisis Marx tentang Raja dalam Das Kapital, yang memiliki resonansi dengan fetisisme komoditas.
1. Performatifitas Kekuasaan: Seorang Raja adalah Raja hanya karena subjek-subjeknya secara loyal berpikir dan bertindak seperti dia Raja (contoh yang dikaitkan dengan tragedi Raja Lear). Ketika subjek menyatakan "Raja adalah Raja!", ini pada dasarnya adalah pernyataan performatif yang menegaskan kembali rezim tersebut.
2. Ilusi Kebenaran yang Lebih Dalam: Namun, performatifitas ini tidak dapat bertahan hanya sebagai tindakan kehendak kosong. Agar subjek mau bertindak secara loyal, mereka harus meyakini bahwa kingship adalah "Kebenaran yang lebih dalam" (deeper Truth) tentang dunia, sebuah substansi yang transenden, tentang mana mereka tidak dapat melakukan apa-apa.

Ideologi dengan demikian beroperasi melalui ilusi fetis: ia adalah pernyataan performatif yang menghasilkan efek politik (menegakkan monarki), tetapi ia harus tampak sebagai deskripsi objektif tentang realitas. Mirip dengan fetisisme komoditas, di mana hubungan sosial muncul sebagai kualitas mistis dalam benda, fetisisme kekuasaan terjadi ketika performatifitas subjek (yang menciptakan kekuasaan) disalahpahami sebagai pengakuan terhadap Substansi Kekuasaan yang transenden (Big Other).

6.2. Ideologi Totaliter dan Pengorbanan (Stalinisme)

Žižek menerapkan kerangka ini pada analisis ideologi totaliter, khususnya Stalinisme. Dalam ideologi Stalinisme, "Partai" mengambil status Objek Sublim politik.

Propaganda Stalinis mengklaim telah mengakhiri perjuangan kelas, tetapi Žižek berpendapat bahwa perjuangan itu tidak hilang; ia hanya dipindahkan (displaced). Perjuangan bergeser dari konflik antar kelas (borjuis vs. proletar) menjadi konflik antara Partai (yang mewakili "Rakyat" atau Keseluruhan) melawan musuh internal, yang diideologikan sebagai "pengkhianat" atau "musuh rakyat". Gejala (ketidakmungkinan internal rezim untuk mencapai harmoni total) secara internal diidentifikasi, dimusnahkan, dan disalahkan pada objek yang diusir ini, sehingga mempertahankan ilusi koherensi ideologi.

6.3. Film sebagai Kritik Ideologi: Analisis They Live (1988)

Žižek sering menggunakan analisis film, dan The Sublime Object of Ideology meletakkan dasar untuk analisis budaya ini. Film John Carpenter, They Live, sering digunakan untuk membalikkan pemahaman konvensional tentang kritik ideologi.

Secara tradisional, ideologi adalah kacamata yang mendistorsi, dan kritik adalah tindakan melepasnya. Namun, dalam They Live, kacamata khusus memungkinkan pemakainya untuk melihat realitas sosial yang telanjang: pesan-pesan imperatif seperti "KONSUMSI," "PATUHI," dan "JANGAN PERTANYAKAN OTORITAS" terukir di papan iklan dan uang kertas. Diktator tersembunyi beroperasi dalam wujud demokrasi yang tampak bebas.

Pesan pesimistis dari analisis ini adalah bahwa ideologi bukanlah sesuatu yang dipaksakan dari luar; ideologi adalah "hubungan spontan kita terhadap dunia sosial". Subjek tidak hanya ditipu; subjek, dalam arti tertentu, menikmati ideologinya—menikmati ketertundukan dan partisipasinya, yang sekali lagi merupakan manifestasi dari jouissance ideologis.

Bagian VII: Kesimpulan dan Warisan Akademik

7.1. Kontribusi Utama dan Kritik

The Sublime Object of Ideology berhasil merekonstruksi teori kritis. Melalui kerangka psikoanalisis Lacanian, buku ini bergeser dari upaya mengungkap ilusi kognitif ke analisis struktural tentang bagaimana fantasi menyangga kekosongan fundamental dalam tatanan sosial.

Kontribusi utamanya meliputi:
1. Redefinisi Ideologi: Ideologi dipahami sebagai fantasi yang menstabilkan Realitas, bukan sebagai kesadaran palsu.
2. Sintesis Radikal: Integrasi yang ketat dan filosofis antara Marx, Freud, dan Hegel.
3. Sentralitas Bentuk: Penekanan pada analisis bentuk (komoditas, mimpi) sebagai kunci untuk mengungkap Gejala.

Meskipun dampaknya besar, The Sublime Object of Ideology dan karya-karya Žižek selanjutnya dikritik karena gayanya yang sangat padat dan sering kali paradoks. Kritikus akademis menuduhnya terlalu eklektik dan terkadang kurang memiliki kekakuan atau kekonsistenan sistematis (systematic rigor). Žižek sendiri, melalui kata pengantar Ernesto Laclau untuk buku ini, menyiratkan bahwa struktur yang non-linear dan berulang-ulang ini mungkin merupakan kesetiaan pada efek retroaktif dalam psikoanalisis Lacanian—di mana pemahaman di masa kini secara retroaktif mengubah makna peristiwa sebelumnya.

7.2. Warisan Ontologis dan Etis

Warisan buku ini melampaui kritik ideologi politik. Dengan mendefinisikan subjek sebagai Kenegatifan kosong ($) dan ideologi sebagai Fantasi yang menambal kekosongan Real, Žižek menempatkan dasar ontologis yang baru untuk teori sosial.

Buku ini mengajukan implikasi etis yang mendalam: kritik ideologi tidak berakhir dengan politik yang optimis atau pencapaian Utopia yang transparan. Mengingat bahwa ideologi adalah fantasi yang menstabilkan kenyataan dengan menutupi Real yang traumatis, proyek kritik ideologi Žižekian bergeser ke etika psikoanalisis, yaitu "melintasi fantasi" (traversing the fantasy). Melintasi fantasi berarti menghadapi kekosongan Real secara langsung.

Tugas etis ini adalah untuk menahan Realitas yang Mustahil—sebuah tugas yang ditandai oleh pesimisme filosofis namun radikal, selaras dengan definisi subjek Hegelian sebagai Kenegatifan yang berhubungan dengan diri sendiri. Buku ini, oleh karena itu, menjadi alat kunci untuk menganalisis tidak hanya politik totalitarianisme dan kapitalisme, tetapi juga dinamika hasrat, trauma, dan jouissance dalam budaya populer dan estetika kontemporer.

Sumber:

AltExploit. (2017, September). The Sublime Object of Ideology – Second Edition (The Essential Žižek) [PDF]. WordPress. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://altexploit.wordpress.com/wp-content/uploads/2017/09/slavoj-zizek-the-sublime-object-of-ideology-second-edition-the-essential-zizek-2009.pdf

Bloomsbury Publishing. (t.t.). Žižek’s The Sublime Object of Ideology: A Reader’s Guide. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://www.bloomsbury.com/us/%C5%BEi%C5%BEeks-the-sublime-object-of-ideology-9781350425651/

Britannica. (t.t.). The Sublime Object of Ideology | work of Žižek. Encyclopaedia Britannica. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://www.britannica.com/topic/The-Sublime-Object-of-Ideology

International Journal of Žižek Studies. (t.t.). The Absolute Not Only as Substance, But Also as Subject: The Non-sublated Dialectics. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://zizekstudies.org/index.php/IJZS/article/download/1097/1153

International Journal of Žižek Studies. (t.t.). The Sublime Gesture of Ideology: An Adornian Response to Žižek. Diakses 26 Oktober 2025, dari http://zizekstudies.org/index.php/IJZS/article/viewFile/979/977

Internet Encyclopedia of Philosophy. (t.t.). Slavoj Žižek (1949—). Diakses 26 Oktober 2025, dari https://iep.utm.edu/zizek/

Lacan.com. (t.t.). The Lacanian Real: Television Slavoj Žižek – The Symptom 9. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://www.lacan.com/symptom/the-lacanian.html

Reddit. (t.t.). ELI5: Žižek’s definition of Marx’s Symptom : r/askphilosophy. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://www.reddit.com/r/askphilosophy/comments/1tf8dx/eli5_zizeks_definition_of_marxs_symptom/

Reddit. (t.t.). Slavoj Žižek: The Pervert’s Guide to Ideology [Film] : r/philosophy. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://www.reddit.com/r/philosophy/comments/2ykgb2/slavoj_%C5%BEi%C5%BEek_the_perverts_guide_to_ideology_film/

Reddit. (t.t.). Summary of The Sublime Object of Ideology - “How did Marx Invent the Symptom” : r/zizek. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://www.reddit.com/r/zizek/comments/zr2x4u/summary_of_the_sublime_object_of_ideology_how_did/

Reddit. (t.t.). What are the main differences between the Žižekian and classically-Marxist critique of ideology? : r/zizek. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://www.reddit.com/r/zizek/comments/11s3zt8/what_are_the_main_differences_between_the/

Sabzian. (t.t.). They Live. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://www.sabzian.be/film/they-live

SoBrief. (t.t.). The Sublime Object of Ideology | Summary, Quotes, FAQ, Audio. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://sobrief.com/books/the-sublime-object-of-ideology

The Achievers Journal. (2020). Slavoj Žižek: A Critical Examination of His Philosophy and Influence. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://theachieversjournal.org/wp/2020/

Vanderbilt University. (t.t.). Term Crossing: Žižek and Commodity-Form. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://www.vanderbilt.edu/AnS/english/Clayton/engl337a/clemons/term-commodity-form98.html

Wikipedia. (t.t.). The Real. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://en.wikipedia.org/wiki/The_Real

Wikipedia. (t.t.). The Sublime Object of Ideology. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://en.wikipedia.org/wiki/The_Sublime_Object_of_Ideology

YouTube. (t.t.). Slavoj Žižek - The Sublime Object of Ideology [Video]. Diakses 26 Oktober 2025, dari https://www.youtube.com/watch?v=9_-hm4suqBg

Žižek, S. (2008). The Sublime Object of Ideology. London & New York: Verso Books.

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment