Ringkasan Materi TKA Sosiologi SMA 2025: Interaksi Sosial, Sosialisasi, dan Agen Sosialisasi

Table of Contents

📘 Kisi-Kisi TKA Sosiologi SMA 2025 (Resmi – Perka BSKAP No. 045)

Pembahasan Kompetensi 2:

Kompetensi Utama: 

Interaksi Sosial & Sosialisasi

Indikator / Cakupan Materi

- Bentuk interaksi sosial (asosiatif & disosiatif)
- Proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian
- Agen sosialisasi (keluarga, sekolah, media, teman sebaya)

Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antarindividu atau kelompok dalam masyarakat[1]. Dengan interaksi, orang saling berkomunikasi, bekerja sama, atau bahkan bersaing. Bentuk-bentuk interaksi sosial dibagi menjadi dua kategori utama: asosiatif (yang mempererat ikatan sosial) dan disosiatif (yang berpotensi memecah persatuan)[2][3].

Interaksi asosiatif adalah pola hubungan yang mengarah pada kesatuan dan kerjasama[2]. Bentuknya meliputi kerjasama, asimilasi, akulturasi, dan berbagai bentuk damai lainnya. Sebagai contoh, kerja sama terjadi ketika murid-murid saling berbagi tugas untuk menyelesaikan proyek kelompok[4]. Bentuk-bentuk interaksi asosiatif dijelaskan sebagai berikut:
1. Kerja Sama: Usaha bersama antarindividu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama[4]. Misalnya, sekumpulan tetangga membersihkan sampah di jalan secara bersama-sama (gotong royong)[5].
2. Asimilasi: Perpaduan dua kebudayaan menjadi kebudayaan baru yang melebur ciri lama[6][7]. Contohnya, musik dangdut di Indonesia yang merupakan campuran budaya Melayu, Arab, dan India[6].
3. Akulturasi: Adopsi unsur budaya baru tanpa menghilangkan budaya asli[8]. Misalnya, pembangunan Masjid Kudus dengan arsitektur Hindu-Jawa yang disesuaikan dengan agama Islam.

Dengan kata lain, interaksi asosiatif menggambarkan situasi masyarakat yang tertib, penuh persatuan, dan menguatkan nilai-nilai bersama[9]. Proses ini menimbulkan kondisi sosial yang harmonis dan saling mendukung.

Interaksi disosiatif adalah pola hubungan yang lebih mengarah pada perpecahan atau persaingan[10]. Contohnya adalah persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Misalnya, dua siswa berlomba menjadi juara kelas (persaingan) atau tim sepakbola yang bertanding untuk menang tanpa saling mengganggu secara curang[3]. Bentuk-bentuk interaksi disosiatif dijelaskan sebagai berikut:
1. Persaingan (Kompetisi): Proses sosial di mana individu/kelompok berlomba meraih keuntungan tanpa kekerasan[3]. Contohnya, kompetisi matematik antar teman sekelas untuk mendapatkan nilai terbaik.
2. Kontravensi: Perasaan tidak suka atau cemburu yang disembunyikan[11]. Misalnya, siswa yang diam-diam iri saat temannya selalu mendapat pujian dari guru. Meskipun kontravensi tidak selalu terlihat, ia bisa menjadi bibit konflik jika tidak diatasi.
3. Pertentangan (Konflik): Benturan kepentingan yang disertai paksaan atau kekerasan[12]. Contohnya, perkelahian antara sekelompok pemuda karena perbedaan pendapat yang memicu gesekan fisik. Konflik biasanya muncul karena adanya perbedaan paham, kepentingan, atau budaya[12].

Bentuk disosiatif sering kali bersifat negatif, tetapi dalam situasi tertentu konflik yang terkontrol bisa mendorong perubahan positif (misalnya debat sehat membawa perubahan kebijakan sekolah). Namun, intinya ketiga bentuk di atas menunjukkan bagaimana interaksi yang tidak harmonis dapat mengganggu stabilitas sosial[12].

Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian

Sosialisasi adalah proses dimana individu belajar nilai, norma, dan perilaku yang diharapkan dalam masyarakat[13]. Proses ini dimulai sejak lahir dan berlangsung sepanjang hidup[13]. Melalui sosialisasi, kita belajar berinteraksi dengan orang lain dan memahami peran kita dalam masyarakat. Dengan kata lain, sosialisasi membentuk kepribadian seseorang: nilai-nilai yang diinternalisasi menjadi bagian dari diri dan cara kita bersikap.

Proses sosialisasi biasanya dibagi tahapannya: sosialisasi primer (waktu kanak-kanak, terutama di keluarga) dan sosialisasi sekunder (masa remaja dan dewasa, seperti di sekolah atau lingkungan kerja)[14]. Misalnya, seorang anak kecil belajar berbicara dan sopan santun di rumah (sosialisasi primer), kemudian belajar disiplin dan kerjasama di sekolah (sosialisasi sekunder). Kadang perlu resosialisasi jika seseorang memasuki lingkungan baru, misalnya pindah sekolah atau bekerja di kota baru[14].

Sosialisasi memiliki dampak besar pada pembentukan kepribadian. Melalui sosialisasi, individu:
1. Membentuk identitas diri: Mengetahui siapa dirinya dan apa yang diyakini[15]. Contohnya, seorang siswa mulai menyadari bakat dan minatnya dalam kegiatan seni setelah diajarkan nilai kreatif oleh keluarganya.
2. Keterampilan sosial: Belajar cara berinteraksi yang tepat dengan orang lain[15]. Misalnya, belajar kerja kelompok di sekolah mengajarkan siswa cara berkomunikasi dan bekerjasama.
3. Pemahaman norma sosial: Mengerti aturan dan norma masyarakat[15]. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang disiplin misalnya akan belajar menghormati peraturan sebagai bagian dari kepribadiannya.
4. Kesiapan adaptif: Mampu menyesuaikan diri dengan perubahan sosial[15]. Misalnya, dengan sosialisasi media, remaja bisa lebih cepat mengikuti perkembangan teknologi zaman sekarang.

Dengan kata lain, sosialisasi adalah fondasi karakter seseorang. Seorang remaja, misalnya, menjadi pribadi yang ramah atau pemalu tergantung bagaimana keluarga, sekolah, teman, dan media membentuk nilai serta kepercayaan dirinya sejak kecil[13][15].

Agen Sosialisasi

Agen sosialisasi adalah pihak yang mengajarkan nilai dan norma kepada individu[16]. Empat agen utama sosialisasi yang mempengaruhi pembentukan kepribadian adalah:
1. Keluarga: Agen sosialisasi pertama dan paling utama[16][17]. Di sini anak belajar norma dasar melalui kebiasaan dan aturan keluarga. Misalnya, orang tua mengajari sopan santun ketika bertemu tamu, atau kebiasaan mengucapkan salam sebelum makan. Interaksi sehari-hari di keluarga (nasihat, teguran, pujian) sangat memengaruhi pola perilaku dan sikap anak[17].
2. Sekolah: Lingkungan sosialisasi formal berikutnya[16][18]. Di sekolah, individu belajar disiplin (mengikuti jadwal pelajaran), tanggung jawab, dan nilai kebersamaan dengan teman sebaya. Guru dan staf sekolah tidak hanya mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga menanamkan kemandirian dan prestasi[18]. Sebagai contoh, ulangan yang adil mengajarkan kejujuran, sedangkan tugas kelompok mengajarkan kerjasama.
3. Teman Sebaya (Kelompok Permainan): Kelompok sebaya mulai berpengaruh sejak masa anak-anak hingga remaja[19]. Saat masih kecil, anak-anak bermain bersama (game stage) dan mempelajari aturan bermain, keadilan, serta solidaritas[19]. Di masa remaja, teman sebaya memberikan dukungan sosial dan membantu membentuk identitas kelompok, misalnya tren gaya berpakaian atau hobi bersama[19]. Misalnya, seorang siswa belajar bekerja sama dari kegiatan osis di sekolah atau mengikuti teman saat memilih ekstrakurikuler.
4. Media Massa: Televisi, internet, dan media sosial juga adalah agen sosialisasi yang kuat[16][20]. Media menyebarkan informasi dan nilai budaya secara cepat. Konten positif di media (seperti program edukasi) dapat menambah wawasan anak, namun konten negatif (misalnya kekerasan atau hoaks) bisa memberikan pengaruh buruk jika tidak diwaspadai. Media menjangkau banyak orang sekaligus, sehingga perlu bimbingan orang tua agar remaja kritis menyikapi apa yang dilihat di gadget atau televisi[20].

Keempat agen di atas biasanya saling terhubung. Misalnya, keluarga mengawasi tayangan media agar sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan di rumah[20]. Sinergi antar-agen ini penting agar sosialisasi berjalan konsisten.

Contoh Soal Kontekstual

1. Kasus Remaja dan Media Sosial: Seorang siswa SMA sering mengikuti tren fashion dan kebiasaan baru lewat video TikTok. Agensi sosialisasi mana yang paling dominan mempengaruhi perilakunya? (Jawab: Media massa, karena informasi dan norma baru diperoleh dari konten di media sosial.)
2. Kasus Anak dan Sekolah: Seorang murid rajin membantu teman mengerjakan tugas kelompok di sekolah. Agen sosialisasi utama yang mendukung perilaku ini adalah keluarga atau sekolah? (Jawab: Sekolah, karena kerjasama tim dalam tugas kelompok dipelajari melalui aktivitas di sekolah dan teman sebaya.)

Contoh soal seperti ini membantu kita memahami bagaimana agen-agen sosialisasi memengaruhi situasi nyata. Dengan membaca konteks kasus di atas, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi agen sosialisasi yang terlibat sesuai indikator resmi TKA Sosiologi 2025.

Referensi: 
Materi di atas disusun berdasarkan kerangka kisi-kisi TKA Sosiologi SMA 2025 (Permendikbudristek No.045/H/AN/2025) dan sumber-sumber sosiologi terkini[2][12][13][17]

[1] Contoh Proses Sosial dan Interaksi Sosial dalam Masyarakat | kumparan.com
https://kumparan.com/sejarah-dan-sosial/contoh-proses-sosial-dan-interaksi-sosial-dalam-masyarakat-21E6GyvcnE8

[2] [5] [6] [10] Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial: Asosiatif, Disosiatif, Akomodatif | Sosiologi Kelas 7
https://www.ruangguru.com/blog/apa-saja-bentuk-bentuk-interaksi-sosial

[3] [11] [12] 3 Bentuk Interaksi Sosial Disosiatif: Pengertian dan Contoh
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5971990/3-bentuk-interaksi-sosial-disosiatif-pengertian-dan-contoh

[4] [7] [8] [9] Interaksi Sosial Asosiatif: Pengertian, Bentuk dan Contohnya
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7079532/interaksi-sosial-asosiatif-pengertian-bentuk-dan-contohnya

[13] [14] [15] Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian: Proses Membentuk Diri dalam Masyarakat – Universitas Islam An Nur Lampung
https://an-nur.ac.id/sosialisasi-dan-pembentukan-kepribadian-2/

[16] Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian: Membangun Fondasi Karakter yang Kuat - Penerimaan Mahasiswa Baru Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
https://pmb.itats.ac.id/sosialisasi-dan-pembentukan-kepribadian-membangun-fondasi-karakter-yang-kuat/

[17] [18] [19] [20] 5 Jenis Agen Sosialisasi, Dari Keluarga hingga Sekolah
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6464829/5-jenis-agen-sosialisasi-dari-keluarga-hingga-sekolah

Lihat Juga:

Paket 100 Soal Latihan TKA Sosiologi SMA 2025 Lengkap Sesuai Kisi-Kisi Resmi 

Ringkasan Materi 8 Kompetensi & 100 Latihan Soal TKA Sosiologi SMA 2025 (Resmi Perka BSKAP No. 045) 

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment