Filsafat Kehidupan Wilhelm Dilthey
Table of Contents
Wilhelm Dilthey |
Nama yang paling cocok bagi pemikiran Dilthey sebagai keseluruhan adalah filsafat kehidupan (philosophie des lebens). Dengan kehidupan dimaksudkannya bukan saja kehidupan biologis, tetapi seluruh kehidupan manusiawi yang kita alami menurut kompleksitasnya yang amat kaya. Kehidupan itu terdiri dari banyak individu yang secara bersama-sama membentuk kehidupan umat manusia sebagai realitas sosial dan realitas historis. Semua produk manusiawi: dari mulai emosi-emosi, pikiran-pikiran, dan tindakan-tindakan individual sampai dengan lembaga-lembaga sosial, agama-agama, kesenian-kesenian, kesusastraan, ilmu pengetahuan dan filsafat termasuk kehidupan itu sendiri.
Tetapi kalau kehidupan dimengerti dengan cara begitu luas, bukankah harus disimpulkan bahwa filsafat selalu sama dengan filsafat kehidupan? Memang, tetapi bagi Dilthey filsafat kehidupan memiliki arti lebih khusus lagi. Ia berpendapat bahwa kehidupan merupakan satu-satunya objek bagi filsafat, karena tidak ada sesuatu di bawah atau di seberang kehidupan. Dilthey menolak setiap bentuk transendensi. Filsafat sendiri pun termasuk kehidupan itu dan hanya dapat mengertinya dari dalam.
Demikian Dilthey berpendapat bahwa pemikiran tidak mempunyai titik tolak dan tidak mempunyai norma-norma absolut di luar pengalaman tentang kehidupan. Penilaian-penilaian dan prinsip-prinsip moral bagi Dilthey tidak pernah merupakan buah hasil pemikiran murni, tetapi selalu berasal dari individu-individu tertentu yang hidup dalam zaman tertentu dan di tempat yang tertentu pula, pendeknya berasal dari suatu keadaan historis. Dari sebab itu semua pemikiran dan penilaian mau tidak mau selalu ditandai relativitas.
Sekalipun Dilthey sangat mementingkan pengalaman (kontak langsung dengan kehidupan), pemikirannya tidak boleh ditafsirkan secara positivistis. Malah, Dilthey mengkritik para positivis, karena mereka mengerti pengalaman dengan cara terlalu sempit. Oleh mereka pengalaman disamakan dengan pencerapan-pencerapan dan kesan-kesan inderawi, sedangkan Dilthey mempunyai konsepsi sangat kaya tentang pengalaman (misalnya, mendengarkan musik tidak pernah dapat diasalkan pada sejumlah pencerapan).
Bagi Dilthey pengalaman tidak sama dengan sejumlah fakta yang kacau balau tanpa hubungan satu sama lain. Jika kita menghadapi pengalaman, maka pengalaman itu sudah mempunyai struktur dan makna. Secara spontan manusia menggunakan prinsip-prinsip untuk mengatur pengalamannya. Oleh Dilthey prinsip-prinsip ini disebut kategori-kategori kehidupan. Kata kategori ini mengingatkan kita pada Kant. Kant menggunakan istilah ini untuk menunjukkan prinsip-prinsip akal budi yang mengatur data-data inderawi, seperti misalnya kausalitas. Bedanya, bagi Kant kategori-kategori ini terbatas pada pengalaman tentang dunia jasmani saja, Tetapi bagi Dilthey kategori-kategori ini diperluas sampai berlaku bagi pengalaman hidup.
Dilthey mengerti kategori-kategori sebagai cara untuk menginterpretasikan kejadian-kejadian dan unsur-unsur pengalaman lainnya menurut kerangka tertentu. Di mana kemudian Dilthey sendiri menyusun suatu daftar kategori-kategori, tetapi menurutnya daftar tersebut tidak pernah lengkap, sebab kategori-kategori berasal dari generalisasi empiris dan tidak bisa ditentukan secara apriori. Di antara kategori-kategori tersebut pantas disebut secara eksplisit tiga kategori berikut: Nilai, yang memungkinkan kita mengalami waktu sekarang. Maksud, yang mengizinkan kita untuk mengarahkan diri ke masa depan. Dan, Makna, yang membuat kita mengingat kembali masa lampau. Dalam karangan-karangan dikemudian hari Dilthey secara khusus memusatkan perhatiannya pada makna dan masalah pokok bagi Dilthey menjadi bagaimana mungkin pengalaman yang bermakna?
Dalam hidup sehari-hari kategori-kategori tersebut berfungsi tanpa disadari oleh subjek yang bersangkutan. Misalnya, secara langsung kita menilai suatu pemandangan alam sebagai indah. Tetapi berdasarkan kategori-kategori tersebut kita dapat menyusun dan menginterpretasikan pengalaman kita secara sadar dan eksplisit. Agama, mitos, kesusastraan, dan karya seni dapat dianggap sebagai interpretasi-interpretasi serupa itu. Begitu pun dengan prinsip-prinsip moral, adat istiadat, undang-undang dan lain sebagainya mengungkapkan secara eksplisit penilaian-penilaian dan maksud-maksud kita.
Usaha Dilthey untuk menerangkan metode dan status Geisteswissenschaften berkaitan erat dengan konsepsinya tentang filsafat sebagai filsafat kehidupan. Sudah kita lihat bahwa Windelband menaruh perhatian khusus akan pembedaan antara ilmu pengetahuan nomotetis dan ilmu pengetahuan ideografis. Dilthey memperluas perbedaan itu menjadi pembedaan antara Naturwissenschaften dan Geisteswissenschaften: ilmu pengetahuan alam dengan ilmu pengetahuan budaya. Tidak ada yang lebih teliti dan mendalam mempelajari kekhususan ilmu pengetahuan budaya daripada Dilthey. Yang digolongkan dalam ilmu pengetahuan budaya itu ialah ilmu sejarah, ekonomi, ilmu hukum dan politik, ilmu agama, ilmu kesusastraan, psikologi, dan sebagainya. Dilthey ingin membuat untuk ilmu pengetahuan budaya apa yang dibuat oleh Kant bagi ilmu pengetahuan alam. Seperti Kant menulis kritik atas rasio murni, Dilthey mau menyusun suatu kritik atas rasio historis. Jadi, dalam hal ini pun pemikirannya cukup dekat dengan pemikiran neokantian.
Menurut pendapat Dilthey, ilmu pengetahuan budaya mempunyai suatu metode tersendiri, yang tidak dapat diasalkan dari metode ilmu pengetahuan alam. Yang khusus bagi ilmu pengetahuan budaya ialah bahwa dalam ilmu pengetahuan itu dipraktekan apa yang disebutnya verstehen (mengerti), sedangkan ilmu pengetahuan alam berdasarkan erklaren (menjelaskan). Erklaren berarti menjelaskan suatu kejadian atas dasar penyebab atau dengan kata lain atas dasar suatu hukum alam yang umum. Bertentangan dengan benda-benda alam, maka produk-produk manusiawi hanya bisa didekati dengan verstehen. Suatu karya seni, misalnya, dapat dimengerti dengan menempatkannya dalam zaman historisnya atau dalam kehidupan seniman bersangkutan. Verstehen ialah menemukan makna suatu produk manusiawi, yang hanya dapat dilakukan dengan menempatkannya dalam konteksnya.
Menurut Dilthey beberapa syarat harus dipenuhi dulu, supaya pengertian tadi dapat dijalankan dengan semestinya. Pertama, kita harus membiasakan diri dengan proses-proses psikis yang memungkinkan suatu makna. Untuk mengerti cinta, misalnya, perlu kita sendiri mempunyai pengalaman tentang cinta. Syarat ini untuk sebagian sudah dipenuhi karena kita semua adalah manusia. Tetapi hal tersebut belum cukup, kita harus memperdalam juga studi biografi dan psikologi deskriptif. Dilthey sendiri menggunakan amat banyak waktu dan energi untuk memenuhi syarat ini. Syarat kedua adalah pengetahuan tentang konteks. Suatu kata hanya dapat dimengerti dalam kalimat, bahkan dalam konteks lebih luas. Dan suatu tindakan hanya dapat dimengerti dalam situasi menyeluruh. Oleh karena itu konteks yang bersangkutan harus diselidiki secara sistematis. Akhirnya, syarat ketiga ialah bahwa kita mempunyai pengetahuan tentang sistem sosial dan kultural yang menentukan gejala yang kita pelajari. Misalnya, untuk mengerti suatu kalimat perlu kita ketahui bahasa bersangkutan; untuk mengerti suatu permainan perlu kita ketahui aturan-aturannya.
Dilthey memperlihatkan juga bahwa pengertian ini hanya dapat maju menurut gerak lingkaran. Dipandang sepintas lalu, rupanya lingkaran ini mengakibatkan kemacetan, tetapi pada kenyataannya inilah satu-satunya jalan untuk menghasilkan kemajuan. Misalnya, untuk mengerti suatu kata harus kita mengerti bahasa bersangkutan dan untuk mengerti bahasa itu kita harus mengerti kata-kata yang membentuk bahasa tersebut. Kesulitan ini dapat diatasi, karena dengan mempelajari kata demi kata kita dapat mencapai pengertian tentang bahasa, dan sebaliknya, dengan mengerti lebih baik bahasa sebagai keseluruhan maka pengertian kita tentang kata-kata satu per satu bertambah pula. Dalam ilmu pengetahuan budaya tidak ada kemungkinan lain daripada menempuh cara kerja tersebut di atas.
Ket. klik warna biru untuk link
Download di Sini
Sumber.
Bertens, Kees. 2002. Filsafat Barat Kontemporer: Inggris-Jerman. Jakarta. Gramedia.
Baca Juga
1. Wilhelm Dilthey. Biografi
2. Dilthey, Gadamer, dan Hermeneutika
Post a Comment