Makna Ontologi Kreatif dan Proyek Otonomi Sosial dalam Buku L'Institution Imaginaire de la Société Cornelius Castoriadis (1975)

Table of Contents

L'Institution Imaginaire de la Société Cornelius Castoriadis (1975)
Bab I: Kritik Fondasional terhadap Rasionalitas Deterministik dan Penolakan Marxisme Ortodoks

Buku monumental Cornelius Castoriadis, L'Institution Imaginaire de la Société (1975), tidak hanya menyajikan teori masyarakat yang baru, tetapi juga secara fundamental mengubah ontologi realitas sosial-historis. Karya ini bermula dari kritik mendalam terhadap fondasi filosofis yang mendasari pemikiran Barat, termasuk Marxisme ortodoks. Castoriadis bertujuan untuk membersihkan landasan ontologis agar proyek emansipasi politik (otonomi) dapat ditegakkan.

1.1. Latar Belakang Intelektual dan Pergeseran dari Marxisme

Cornelius Castoriadis (1922–1997) adalah seorang ekonom, psikoanalis, filsuf, dan pemikir sosial yang memimpin serta mendirikan jurnal revolusioner Prancis, Socialisme ou Barbarie, dari tahun 1949 hingga 1966. Pengalaman di jurnal tersebut menjadi titik tolak bagi serangkaian kritik internal yang menyeluruh terhadap tradisi Marxis.

Kritik Castoriadis terhadap Marxisme ortodoks tidak terbatas pada aspek ekonomi-politik semata, melainkan merupakan penolakan ontologis yang lebih fundamental. Ia menolak definisi sosialisme yang berbasis negara, seperti nasionalisasi, dan sebaliknya, ia menganjurkan manajemen diri pekerja (worker's self-management), yang kemudian diperluas menjadi proyek otonomi manusia secara keseluruhan. Dalam pandangannya, Marxisme ortodoks, dengan berpegangan pada teleologi sejarah dan determinisme ekonomi, telah menutup mata terhadap elemen kreasi dan indeterminasi yang sebenarnya menjadi ciri sejarah manusia. Jika Marxisme percaya pada "keharusan sejarah" atau tujuan akhir sejarah, maka secara inheren ia menolak kemungkinan penciptaan radikal oleh manusia itu sendiri.

1.2. Eksklusivitas Logika Ensidiс (Ensembliste-identitaire)

Masalah utama dalam tradisi deterministik—termasuk Marxisme ortodoks dan sains positivistik—adalah dominasi Logika Himpunan-Identitas, atau yang disebut Castoriadis sebagai Logika Ensidiс (ensembliste-identitaire).

Logika Ensidiс didefinisikan sebagai mode pemikiran yang berakar pada gagasan bahwa semua aspek keberadaan adalah diferensiasi spesifik dari elemen asli yang telah ditentukan, menekankan kesatuan, identitas, atau esensi. Pemikiran ini secara mendasar bersifat heteronom karena memaksakan mitos bahwa keberadaan sepenuhnya ditentukan—bahwa segala sesuatu dapat dijelaskan dalam istilah kausal, seolah-olah semuanya sudah ada sejak Big Bang. Logika ini menolak kemungkinan adanya kesenjangan (gaps), permainan (play), dan indeterminasi dalam keberadaan, sehingga secara efektif meniadakan potensi penciptaan manusia yang sebenarnya.

Penolakan Logika Ensidiс ini sangat penting bagi proyek Castoriadis. Jika politik didasarkan pada Logika Ensidiс—di mana terdapat "keharusan absolut," "alasan yang memaksa," atau "rasionalitas imperatif"—maka potensi otonomi akan hancur (spells doom). Kritik ini mengarah pada simpulan bahwa masyarakat tidak dapat dipahami sebagai sistem tertutup yang dapat diprediksi atau dikuasai secara teknokratis (model "insinyur" yang mencoba mengontrol realitas). Sebaliknya, politik harus beralih dari dominasi dan kontrol rasionalistik menuju "politik bricoleur"—pendekatan yang berfokus pada kebutuhan yang berfluktuasi pada situasi saat ini, ketergantungan pada sejarah dan institusi, dan mempromosikan apa yang "masuk akal" tanpa mengklaim validitas universal.

Bab II: Ontologi Fondasional: Chaos, Magma, dan Keberadaan Sosial

Untuk mendefinisikan kembali bagaimana masyarakat muncul, Castoriadis harus terlebih dahulu mendefinisikan ulang keberadaan itu sendiri. Ia menolak konsep totalitas yang stabil dan menggantinya dengan ontologi yang berbasis pada Chaos dan Magma, yang menjamin ruang bagi penciptaan yang tak terbatas.

2.1. Tesis Chaos atau Abyss: Menolak Totalitas

Castoriadis berpendapat bahwa apa yang ada (What is) bukanlah totalitas atau sistem totalitas. Realitas fundamental adalah Chaos, atau Abyss, atau Tanpa-Fondasi (Without-Foundation). Definisi ini secara radikal menolak asumsi deterministik bahwa segala sesuatu telah terstruktur secara kaku sejak awal.

Meskipun fundamental, Chaos tidak berarti nihilisme total; ia "terstratifikasi dengan cara yang tidak teratur (non-regular manner)". Stratifikasi yang tidak teratur ini merupakan pengakuan bahwa realitas, termasuk realitas sosial, tidak mengikuti hukum yang seragam atau dapat diprediksi sepenuhnya.

2.2. Konsep Magma: Struktur Sui Generis Realitas

Struktur realitas ini ia sebut sebagai Magma. Magma adalah bentuk keberadaan sui generis—ia terdiri dari unsur-unsur yang padat, lambat, dan lamban, serta unsur-unsur lain yang cair, cepat, dan singkat. Semua magmas berada dalam gerakan konstan, berinteraksi dan melipat satu sama lain, namun tidak ada satu magma pun yang dapat direduksi sepenuhnya ke magma yang lain.

Masyarakat sendiri adalah Magma of Magmas. Ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak dapat dipahami sebagai "keseluruhan elemen yang dapat ditentukan, jelas berbeda, dan terdefinisi dengan baik". Signifikasi imajiner sosial (Bab III) adalah salah satu magma utama yang terkandung di dalam magma sosial yang lebih besar.

Penggunaan terminologi "Magma" dan "Volcano" secara sinergis menjelaskan dinamika antara bentuk sosial yang mapan dan kekuatan penciptaan. Magma mewakili bentuk yang terinstitusi, terstratifikasi, dan perlahan bergerak (Société Instituée), sementara "Imajinasi Radikal" (Bab III) ia ibaratkan sebagai volcano yang memiliki daya ledak tak terduga (Société Instituante). Meskipun bentuk-bentuk yang stabil "hampir tidak pernah sepenuhnya mengeras," realitas senantiasa "ditembus oleh bukaan-bukaan vulkanik". Oleh karena itu, Castoriadis menyajikan realitas yang stabil tetapi terus-menerus terbuka terhadap kreasi baru dan keretakan ontologis, menolak pandangan strukturalis yang kaku dan pandangan nihilistik yang sepenuhnya cair.

2.3. Penciptaan sebagai Keniscayaan Ontologis

Dari ontologi Chaos dan Magma, muncul kesimpulan ontologis mendasar bahwa penciptaan (Creation) adalah keniscayaan dan diinginkan (inevitable and desirable). Kreasi radikal adalah bentuk kreasi yang tidak dapat direduksi pada apa yang sudah ada sebelumnya.

Jika keberadaan pada dasarnya adalah Magma yang tidak ditentukan, maka Politik menjadi domain unik di mana otonomi—penciptaan sadar—dapat terwujud. Dengan demikian, Castoriadis menempatkan kreasi di inti studi sosial. Ia menyatakan bahwa "Ilmu umum tentang manusia, penelitian yang membahas genus homo, adalah tepatnya ini: penelitian yang membahas kondisi dan bentuk penciptaan manusia".

Bab III: Teori Imajinasi Radikal dan Signifikasi Imajiner Sosial (SIS)

Konsep sentral dalam The Imaginary Institution of Society adalah Signifikasi Imajiner Sosial (SIS), yang menjelaskan mekanisme kolektif penciptaan makna dan institusi. SIS adalah jembatan antara Imajinasi Radikal di tingkat individu dan institusi di tingkat kolektif.

3.1. Redefinisi Imajinasi: Sumber Ontologis

Castoriadis secara radikal mendefinisikan ulang imajinasi. Ia bukan sekadar fakultas mental yang menyimpan dan menggabungkan gambar yang tersedia, melainkan sumber ontologis keberadaan, yang ia sebut Imajinasi Radikal.

Imajinasi Radikal mendahului semua perbedaan antara "nyata" dan "fiktif." Mengimajinasikan sesuatu bukan hanya mengulang bentuk yang sudah ada, tetapi digambarkan sebagai "letusan, kemunculan, penciptaan, [...] ledakan, perpecahan, keretakan—keretakan apa yang demikian adanya". Inilah kekuatan menginstitusi (instituting force) yang terus-menerus meletus ke dalam realitas yang telah terinstitusi.

3.2. Definisi dan Karakteristik Signifikasi Imajiner Sosial (SIS)

Signifikasi Imajiner Sosial adalah realitas yang diciptakan oleh Imajinasi Radikal masyarakat dan kemudian disahkan secara sosial. SIS adalah jaringan simbolik yang disetujui secara sosial, yang memberikan persepsi konstitutif dan institusional yang mengakar kuat, tak terbantahkan, dan tidak perlu dipertanyakan lagi, yang pada akhirnya menciptakan pola eksistensi sosial.

Castoriadis menekankan bahwa SIS bukanlah refleksi atau "gambar dari" realitas yang sudah ada, melainkan penciptaan sosok/bentuk/gambar yang tak henti-hentinya dan pada dasarnya belum ditentukan (secara sosial-historis dan psikis). Meskipun disebut "Imajiner," SIS sangat nyata dan efisien karena memiliki efek nyata di dunia. Kepercayaan pada SIS adalah yang menciptakan dan mempertahankan struktur sosial. Realitas bagi manusia adalah jaringan kompleks dari hubungan yang ditentukan oleh ciptaan sosial-historis dan institusi imajiner ini.

SIS bersifat magmatik, artinya ia mencakup tidak hanya makna yang diwujudkan dalam institusi, tetapi juga surplus yang tidak dapat direduksi ke kesadaran atau fungsionalitas alam/biologis. SIS sangat mirip dengan apa yang Castoriadis sebut doxa, yaitu standar kebenaran yang diterima dalam komunitas tertentu. Karena standar yang digunakan untuk memisahkan yang benar dari yang salah adalah ciptaan manusia dan dapat berubah, SIS tidak hanya mengatur perilaku, tetapi juga mengatur epistemologi, menuntut masyarakat otonom untuk mempertanyakan standar pengetahuannya sendiri.

3.3. Contoh Nyata SIS dalam Sejarah

SIS berfungsi sebagai fondasi tak terlihat yang memungkinkan masyarakat beroperasi. Castoriadis memberikan banyak contoh signifikasi ini, yang melampaui definisi material atau biologis semata:

  • Institusi Kuno: Contoh SIS meliputi polis (kota-negara), warga negara (citizen), serta konsep pria/wanita/anak sebagaimana ditentukan dalam masyarakat tertentu, melampaui definisi anatomis murni. Polis Yunani kuno adalah kasus penting dari penciptaan kategori sosial-politik baru, yaitu warga negara, dan hukum yang mengaturnya, yang merupakan proyek otonomi.
  • Institusi Modern: SIS modern yang mendominasi mencakup commodity, money, capital, dan interest rate. Signifikasi ini menciptakan realitas sosial-ekonomi kapitalistik yang dianggap sebagai 'kenyataan' yang tidak dipertanyakan, memaksa kita untuk melihat nilai dan interaksi sosial melalui lensa ini.
  • Contoh Spesifik—Imajiner Zionis: Studi kontemporer menggunakan konsep Castoriadis untuk merujuk pada Imajiner Zionis sebagai SIS yang meresap—berakar kuat, yang berasumsi tentang ketidakberbantahannya sendiri, dan mendahului kemungkinan pandangan kritis eksternal. Imajiner ini, yang berakar pada Romantisisme abad ke-19 dan episteme kolonial-pemukim, tidak hanya menjelaskan bagaimana segala sesuatunya ada secara faktual tetapi juga bagaimana segala sesuatunya seharusnya (normatif), membentuk tatanan sosial-ekonomi yang ingin dibangun oleh gerakan tersebut.


Tabel berikut menyarikan kerangka kerja ontologis yang mendasari analisis Castoriadis tentang masyarakat.
Kerangka Kerja Ontologis Castoriadis: Magma, Chaos, dan Logika

L'Institution Imaginaire de la Société Cornelius Castoriadis (1975)

Bab IV: Institusi: Dinamika Menginstitusi (Instituante) dan Diinstitusikan (Instituée)

Castoriadis membagi masyarakat menjadi dua sisi yang saling terkait dan tegang: kekuatan yang menciptakan (instituante) dan bentuk yang diciptakan (instituée). Dualitas ini adalah kunci untuk memahami bagaimana perubahan sosial radikal dimungkinkan dalam struktur yang relatif stabil.

4.1. Pemisahan Dualitas Sosial

  • Masyarakat Diinstitusikan (Société Instituée): Ini adalah aspek masyarakat yang ter-sedimentasi, yaitu struktur, aturan, norma, dan signifikasi yang sudah mapan. Ini adalah produk yang terlihat dari kreasi historis.
  • Masyarakat Menginstitusi (Société Instituante): Ini adalah kekuatan kreatif yang "menciptakan masyarakat dan sejarah." Ia diidentifikasi sebagai imajiner sosial dalam arti radikal. Kekuatan ini adalah proses yang mendalam, anonim, kolektif, dan berkelanjutan, yang terus-menerus bekerja di bawah permukaan Société Instituée.

4.2. Peran Kekuatan Anonim Kolektif (Collectif Anonyme) dan Pouvoir Instituant

Castoriadis menggunakan konsep nomos Yunani (yang berarti baik hukum formal maupun kebiasaan/adat) dalam istilah "institusi." Namun, terdapat perbedaan krusial antara kekuatan yang menginstitusi (pouvoir instituant) dan keputusan kolektif (décision collective).

Institusi sejati, dalam pengertian sosiologis Mauss dan Fauconnet, adalah praktik atau ide mapan yang merupakan hasil kerja masyarakat sebagai multiplisitas—sering disebut sebagai "kolektif anonim". Ini adalah pouvoir instituant (kekuatan menginstitusi). Kekuatan ini berbeda dari penetapan aturan atau hukum formal oleh keputusan kolektif (misalnya, badan legislatif).

Keputusan kolektif hanya memiliki kekuatan normatif, yaitu kemampuan untuk menghasilkan kewajiban. Namun, kekuatan normatif ini tidak tumpang tindih dengan kekuatan menginstitusi. Sebuah keputusan kolektif (hukum yang baru disahkan) hanya rentan untuk menjadi institusi, tetapi tidak menginstitusikannya dengan sendirinya. Agar suatu hukum benar-benar memperoleh status institusi, ia harus secara progresif dijadikan referensi dan panduan yang diterima oleh collectif anonyme.

Hal ini terbukti dari fakta bahwa sebuah undang-undang yang ditentukan oleh keputusan kolektif dapat menjadi usang: undang-undang tersebut tidak lagi dihormati dan pelanggarannya tidak lagi dikenai sanksi. Jika kekuatan menginstitusi yang sesungguhnya berada di lapisan makna kolektif yang dalam (magma of significations), bukan pada undang-undang formal, maka intervensi politik harus menargetkan SIS (Bab III) dan bukan hanya perubahan hukum di parlemen.

4.3. Fungsi Institusi dan Kecenderungan Penutupan

Institusi memiliki fungsi penting. Institusi menjamin pelestarian kemanusiaan sebagai spesies dan diperlukan untuk mencegah kekacauan dan disintegrasi sosial. Institusi mengkonsolidasikan signifikasi yang konstitutif dari "keberadaan-bersama" (being-with).

Namun, institusi secara inheren cenderung untuk menutup diri (closure). Mereka cenderung menetapkan cara kerja mereka sebagai hukum yang tak terubahkan (immutable laws) dan menyajikan diri mereka sebagai keharusan dan realitas yang tidak dapat diubah. Ini terlihat jelas dalam bagaimana agama, ideologi, mitologi, atau bahkan ilmu pengetahuan tertentu memproklamirkan diri sebagai representasi Kebenaran yang Absolut.

Tugas politik dan konseptual yang esensial adalah menemukan cara untuk menjaga institusi tetap terbuka (held open) dan tidak menutup diri. Tugas ini selalu spesifik dan situasional. Institusi harus didorong untuk mengakui asal usulnya sebagai ciptaan, bukan keharusan, sehingga terhindar dari klaim kebenaran di luar jangkauan kritik. Semua bentuk pelupaan yang dilembagakan terhadap fakta bahwa realitas itu diciptakan harus digagalkan.

Bab V: Psiko-Sosial: Psike, Sosialisasi, dan Surplus Kreatif

Castoriadis mengintegrasikan psikoanalisis dan teori sosial, khususnya pasca-1970 ketika ia sendiri menjadi psikoanalis. Ia menjelaskan bagaimana individu terbentuk oleh masyarakat, namun pada saat yang sama, memuat potensi radikal untuk melampaui dan mengubah masyarakat itu.

5.1. Psike sebagai Imajinasi Radikal Individu

Bagi Castoriadis, psike adalah penciptaan tatanan baru, yang mengotonomi dirinya dari fungsionalitas biologisnya. Physis (hakikat) bagi manusia adalah imajinasi radikal psike di tingkat individu. Psike adalah physei (secara alami) pencari makna (meaning-seeking).

Subjektivitas jauh dari "hanya logis." Ia memiliki potensi kreatif yang merupakan sumber inovasi, memungkinkannya untuk memunculkan sosok-sosok keberadaan yang dapat dipikirkan (thinkable figures of Being/being). Potensi kreatif ini adalah jantung Imajinasi Radikal di tingkat individu. Jika digabungkan dengan bahasa dan pemahaman (yang merupakan ciptaan sosial-historis), Imajinasi Radikal dapat menciptakan pengetahuan dan bukan hanya fantasi.

5.2. Sosialisasi sebagai Proses Pembatasan

Realitas eksternal bagi psike adalah dunia sosial, yang dilembagakan melalui institusi. Sosialisasi adalah proses di mana masyarakat memaksa psike untuk membatasi pencarian maknanya pada signifikasi imajiner dan norma-norma yang tersedia secara sosial. Institusi menjamin bahwa signifikasi ini dikonsolidasikan untuk mempertahankan kohesi sosial. Proses ini menciptakan individu yang tersosialisasi, yaitu individu yang perilakunya dan harapannya diatur oleh pemahaman "faktual" dan "normatif" tentang bagaimana segala sesuatu ada dan bagaimana seharusnya.

5.3. Surplus Subjektivitas dan Potensi Otonomi

Poin krusial Castoriadis adalah bahwa sosialisasi tidak pernah berhasil sepenuhnya dalam membatasi psike. Selalu ada celah, potensi kreatif yang tidak dapat sepenuhnya disalurkan. Potensi untuk otonomi, filosofi, dan demokrasi muncul dari dua surplus yang berkonflik dengan interpretasi dunia yang mapan:
1. Surplus Signifikasi Imajiner: Makna kolektif yang tidak terinstitusi secara formal (sisa magma).
2. Surplus Subjektivitas: Potensi radikal psike individu yang tidak dapat disalurkan melalui proses sosialisasi yang ada.

Potensi otonomi ini dimungkinkan oleh hubungan sentrifugal psike terhadap masyarakat yang sudah mapan. Dengan mengidentifikasi surplus psike ini sebagai sumber otonomi, Castoriadis menghubungkan praksis psikoanalitik (menggali lapisan tak sadar yang tertekan) dengan praksis politik (mengungkap dan mengkritik SIS yang tak dipertanyakan). Karena individu selalu memegang potensi kreasi radikal (volcano) yang melampaui yang diizinkan oleh institusi (magma), revolusi dan perubahan radikal selalu memungkinkan.

Bab VI: Proyek Otonomi Sosial dan Politik

Puncak dari teori ontologis dan psiko-sosial Castoriadis adalah proyek politik otonomi, yang ia pandang sebagai satu-satunya alternatif yang layak untuk kondisi historis heteronomi.

6.1. Otonomi vs. Heteronomi: Definisi Politik

Heteronomi adalah kondisi di mana masyarakat menginstitusikan diri mereka dan signifikasi sentralnya sebagai hal yang tidak dapat dicapai dan tidak dapat diubah, menempatkan asal-usul hukum mereka di luar masyarakat itu sendiri. Contoh sumber heteronom meliputi dewa, keharusan sejarah (seperti dalam Marxisme deterministik), pasar kapitalis, atau "hukum alam" yang dipaksakan.

Otonomi, sebaliknya, adalah proyek politik di mana masyarakat secara eksplisit menyadari dan mengakui bahwa tidak ada batasan eksternal terhadap kekuatan menginstitusinya. Ini melibatkan penanganan penciptaan dunia manusia secara sadar—termasuk bahasa, norma, nilai, realitas, dan cara hidup—oleh masyarakat itu sendiri.

6.2. Demokrasi sebagai Penginstitusian Diri Eksplisit

Castoriadis mendefinisikan demokrasi bukan sekadar sebagai serangkaian proses pengambilan keputusan, melainkan sebagai rezim penginstitusian diri eksplisit melalui reflektifitas dan pembatasan diri (self-limitation). Bagi Castoriadis, demokrasi sejati harus berupa demokrasi langsung, di mana warga negara mampu memerintah dan diperintah, dan mengakui bahwa hukum mereka adalah ciptaan manusia.

Pentingnya Pembatasan Diri (Self-Limitation): Otonomi sosial tidak berarti anarki atau nihilisme. Castoriadis berpendapat bahwa batas satu-satunya bagi komunitas demokratis yang otonom adalah batasan yang berasal dari pembatasan diri kolektif melalui penetapan hukum bersama secara sadar. Jika masyarakat menolak batasan eksternal (heteronomi), ia harus menerima batasan internal yang dibuat sendiri. Mekanisme pembatasan diri ini adalah yang mencegah masyarakat jatuh ke dalam kekacauan atau bertindak secara berlebihan, sambil tetap mempertahankan kesadaran bahwa hukum yang ada dapat dipertanyakan dan diubah.

Otonomi sosial muncul ketika "interogasi eksplisit dan tak terbatas meledak di tempat kejadian," yang menargetkan tidak hanya fakta, tetapi juga signifikasi imajiner sosial dan dasarnya yang mungkin. Otonomi adalah eidos sosial-historis baru—sikap reflektifitas yang terus-menerus bertanya mengapa masyarakat bertindak dengan cara tertentu, dan siap untuk mengubah jawabannya.

6.3. Studi Kasus Otonomi: Polis Yunani Kuno

Castoriadis menemukan model sejarah dari proyek otonomi dalam Polis Athena. Polis adalah masyarakat yang secara eksplisit mulai menyadari bahwa hukum (nomos) mereka adalah hasil dari penciptaan mereka sendiri, bukan dikte ilahi. Demokrasi Athena, seperti yang diwakili misalnya dalam Pidato Pemakaman Pericles, adalah penginstitusian diri yang merupakan penciptaan radikal.

Meskipun demikian, Castoriadis tidak mengabaikan batasan model Polis, seperti tidak dimasukkannya wanita, metics, dan budak. Namun, sebagai titik balik historis yang menciptakan eidos reflektifitas baru, Polis tetap menjadi referensi vital bagi proyek otonomi.

6.4. Intervensi Politik dalam Magma SIS

Karena masyarakat adalah Magma yang tidak ditentukan, politik yang efektif harus beroperasi sebagai seni bricoleur, bukan sebagai ilmu insinyur yang mengontrol totalitas.

Intervensi politik harus terjadi dalam magma signifikasi imajiner sosial, atau tidak mengintervensi sama sekali. Hal ini memerlukan pemahaman bahwa intervensi harus berpusat pada kebutuhan yang berfluktuasi saat ini, tergantung pada sejarah dan institusi yang ada, dan mempromosikan apa yang masuk akal.

Tidak ada jaminan bahwa intervensi akan mengarah pada keadaan yang lebih baik, karena kreasi radikal selalu membawa risiko. Namun, Castoriadis menegaskan bahwa tidak ada alternatif selain mencoba meraih otonomi dan campur tangan, karena kegagalan berarti "jatuh mangsa tindakan dan pemikiran heteronom dalam segala jenis".

Tabel berikut meringkas perbedaan mendasar antara kondisi masyarakat otonom dan heteronom.
Perbandingan Proyek Politik: Otonomi vs. Heteronomi

L'Institution Imaginaire de la Société Cornelius Castoriadis (1975)

Bab VII: Implikasi, Relevansi Kontemporer, dan Kesimpulan

Kontribusi Castoriadis dalam The Imaginary Institution of Society terletak pada penyediaan kerangka ontologis yang membebaskan bagi filsafat sosial dan politik, menempatkan kreasi di pusat sejarah.

7.1. Kritik atas Distingsi Pouvoir Instituant dan Décision Collective

Salah satu diskusi penting seputar karya Castoriadis adalah kritik internal mengenai batasan kekuatan politik formal. Philippe Urfalino, misalnya, berargumen bahwa Castoriadis mungkin terlalu banyak mengatributkan kekuatan menginstitusi (pouvoir instituant) kepada keputusan kolektif (décision collective), khususnya dalam konteks demokrasi langsung.

Menurut kritik ini, meskipun keputusan kolektif dapat membuat undang-undang, yang memiliki kekuatan normatif, kekuatan untuk benar-benar menginstitusikannya berada pada kerja anonim masyarakat sebagai multiplisitas. Jika kekuatan menginstitusi tidak sama dengan keputusan formal, maka mengaitkan kekuatan penuh kepada demokrasi langsung (yang menghasilkan keputusan kolektif) bisa menyesatkan. Institusi yang sesungguhnya harus dibangun secara progresif melalui praktik yang diterima oleh collectif anonyme. Diskusi ini berfungsi untuk memperingatkan bahwa otonomi politik tidak hanya dicapai melalui perubahan hukum, tetapi juga melalui pergeseran yang jauh lebih sulit dalam magma of social imaginary significations.

7.2. Warisan Castoriadis bagi Teori Sosial Kontemporer

Pemikiran Castoriadis memiliki relevansi yang luas dalam studi kontemporer, terutama di bidang-bidang yang berusaha melampaui kerangka pikir deterministik:
1. Ekonomi Sosial dan Solidaritas (SSE): Konsep SIS dan proyek otonomi sangat relevan dalam studi gerakan SSE. Upaya-upaya untuk membangun model koperasi dan ekonomi alternatif dapat dilihat sebagai usaha untuk menciptakan imajiner alternatif terhadap signifikasi kapitalistik yang dominan (commodity, money, capital). Ini adalah perjuangan untuk menginstitusikan realitas sosial-ekonomi yang berbeda.
2. Studi Migrasi dan Imajinasi Radikal: Konsep Imajinasi Radikal dan proyek otonomi telah diterapkan dalam studi modern, misalnya untuk mengeksplorasi imajiner alternatif dalam isu-isu kontemporer seperti otonomi migrasi dan imajinasi radikal di tengah perbatasan biometrik. Dalam konteks ini, Imajinasi Radikal digunakan untuk memikirkan bentuk-bentuk "keberadaan-bersama" yang melampaui batasan negara-bangsa dan kontrol teknologi.

7.3. Kesimpulan Akhir

The Imaginary Institution of Society adalah kritik komprehensif terhadap rasionalitas deterministik dan klaimnya atas penentuan total dalam sejarah. Castoriadis berargumen bahwa masyarakat adalah hasil dari penciptaan yang tak terhenti, yang dimediasi oleh Signifikasi Imajiner Sosial (SIS) yang mengakar kuat di Magma keberadaan. Otonomi sosial adalah satu-satunya proyek politik yang menghormati ontologi kreatif ini, di mana masyarakat secara eksplisit mengakui dirinya sebagai sumber hukumnya sendiri dan secara sadar mengadopsi mekanisme pembatasan diri.

Pesan utamanya adalah bahwa meskipun institusi cenderung menutup diri dan mengklaim kebenaran eksternal (heteronomi), potensi Imajinasi Radikal individu (surplus subjektivitas) dan kolektif (Société Instituante) selalu tersedia untuk meletus dan menciptakan bentuk-bentuk sosial baru. Proyek otonomi adalah perjuangan tanpa akhir untuk menjaga bukaan vulkanik ini tetap terbuka, menolak kepastian ideologis, dan menerima tugas berat untuk intervensi yang sadar dan kritis dalam Magma realitas sosial.

Sumber:

Brill. (n.d.). The makings of social meaning: Cassirer and Castoriadis in. Brill. Retrieved from https://brill.com

Cambridge University Press. (n.d.). Castoriadis and Ancient Greece (Appendix C) - The Greek Imaginary. Retrieved from https://www.cambridge.org

Castoriadis, C. (1987). The imaginary institution of society. Cambridge, UK: Polity Press / MIT Press. (Reprinted 1997 by John Wiley & Sons Ltd).

CIRIEC International. (n.d.). Studying the relationship between social and solidarity economy and imaginary in the era of capitalocene. Retrieved from https://ciriec.uliege.be

CORE. (n.d.). The magma of imaginary politics. Retrieved from https://core.ac.uk

Eprints UMM. (n.d.). Gerakan Muhammadiyah: Sebuah pendekatan modernisasi dan sekularisasi Muhammadiyah. Retrieved from https://eprints.umm.ac.id

JHI Blog. (n.d.). The volcano of imagination: A Cornelius Castoriadis forum. Retrieved from https://jhiblog.org

Journals OpenEdition. (n.d.). The imaginary term in readings about modernity: Taylor and Castoriadis' conceptions. Retrieved from https://journals.openedition.org

Literariness.org. (n.d.). Cornelius Castoriadis: An introduction – Literary theory and criticism. Retrieved from https://literariness.org

Public Seminar. (n.d.). Self-limitation and democracy. Retrieved from https://publicseminar.org

ResearchGate. (n.d.). Castoriadis: Psyche, society, autonomy. Retrieved from https://www.researchgate.net

Scribd. (n.d.). Buku 5 Sosiologi Terapan | Ilmu Sosial | Sejarah. Retrieved from https://id.scribd.com

SHS Cairn. (n.d.). La démocratie : nécessaire autolimitation, impossible auto-institution.... Retrieved from https://shs.cairn.info

Wikipedia. (n.d.). Cornelius Castoriadis. Retrieved from https://en.wikipedia.org

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment