Analisis Mendalam Buku The Civilizing Process Karya Norbert Elias: Sosiogenetik, Psikogenetik, dan Figurasi Interdependensi Jangka Panjang

Table of Contents

Buku The Civilizing Process Karya Norbert Elias

I. Pendahuluan: Landasan Teoritis Figurasi dan Proses Jangka Panjang

1.1. Konteks Historis dan Signifikansi Karya

The Civilizing Process: Sociogenetic and Psychogenetic Investigations (judul asli Jerman: Über den Prozeß der Zivilisation) adalah karya terpenting sosiolog Jerman Norbert Elias. Meskipun pertama kali diterbitkan di Basel, Swiss, pada tahun 1939 dalam dua volume, karya ini awalnya diabaikan selama beberapa dekade karena Perang Dunia II. Barulah setelah diterbitkan kembali pada tahun 1969 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1970-an dan 1980-an, karya ini mendapatkan pengakuan global sebagai salah satu karya sosiologi terbesar abad ke-20. Pada tahun 1998, Asosiasi Sosiologi Internasional menempatkan buku ini sebagai buku sosiologi ketujuh terpenting abad tersebut.

Karya monumental ini mencakup sejarah Eropa Barat secara luas, dari sekitar 800 Masehi hingga 1900 Masehi. Elias menyajikan analisis formal dan teori peradaban yang komprehensif, bertujuan menjelaskan bagaimana masyarakat Eropa Barat mengembangkan konsep diri sebagai entitas yang lebih ‘beradab’ dibandingkan nenek moyang mereka di Abad Pertengahan atau masyarakat tetangga. Inti dari tesisnya adalah bahwa proses "pemberadaban" ini bukan sekadar perubahan dangkal dalam tata krama, melainkan transformasi mendalam dalam perilaku manusia dan struktur psikis, yang terjadi secara paralel dengan pembentukan negara modern dan monopoli kekuasaan di dalamnya. Proses ini menandai transisi fundamental dari pola perilaku prajurit Abad Pertengahan menuju manusia sipil di akhir abad ke-19.

1.2. The Civilizing Process sebagai Fondasi Sosiologi Figurasional

Elias dikenal sebagai pendiri Sosiologi Figurasional (Figurational Sociology), sebuah tradisi penelitian yang berfokus pada hubungan dinamis antarindividu. Meskipun Elias lebih suka menyebutnya Sosiologi Proses (Process Sociology), pendekatan ini secara esensial menolak dikotomi tradisional dalam ilmu sosial, seperti pemisahan antara makro (struktur) dan mikro (individu), serta dikotomi antara sejarah dan psikologi.

Unit analisis sentral Elias adalah Figurasi. Figurasi didefinisikan sebagai jaringan hubungan interdependensi yang dinamis yang dibentuk oleh individu yang saling terikat. Konsep ini menekankan bahwa individu bukanlah unit yang terisolasi; sebaliknya, konsep "individu" merujuk pada orang-orang yang saling tergantung, dan "masyarakat" merujuk pada orang-orang yang saling tergantung dalam bentuk jamak. Sosiologi figurasional bertujuan untuk menjembatani kesenjangan makro-mikro dengan menganalisis koneksi antara kekuasaan, perilaku, emosi, dan pengetahuan dalam perspektif jangka panjang.

1.3. Sifat Non-Intentionalitas Proses

Penting untuk dicatat bahwa perubahan sosial radikal yang dijelaskan Elias tidak digerakkan oleh niat atau rencana sadar sekelompok elit yang memutuskan untuk menjadi "lebih beradab." Peradaban adalah hasil dari dinamika persaingan yang tidak disengaja dan peningkatan interdependensi sosial.

Proses kausalitasnya adalah sebagai berikut: Ketika tingkat interdependensi, baik ekonomi maupun politik, meningkat, persaingan sosial menjadi semakin intensif dan meluas. Individu harus beradaptasi dengan lingkungan sosial yang jauh lebih kompleks dan secara fisik lebih stabil, namun lebih menuntut secara psikologis. Adaptasi kolektif jangka panjang ini, yang dimulai dari inti istana dan menyebar ke seluruh masyarakat, menghasilkan perubahan struktural dan psikis secara perlahan dan bertahap, yang pada dasarnya berada di luar kendali agen tunggal. Ini adalah pola tersembunyi yang mendasari transisi dari Abad Pertengahan ke modernitas.

II. Sosiogenesis Negara: Pembentukan Monopoli Kekuasaan (Volume II)

Volume II dari The Civilizing Process, yang berjudul State Formation and the Theory of Civilisation, berfokus pada sisi struktural dan politik dari proses peradaban, yang disebut sosiogenesis negara modern. Tesis sentral di sini adalah bahwa internalisasi kendali diri pada individu hanya mungkin terjadi setelah struktur figurasi eksternal berubah secara mendasar melalui sentralisasi kekuasaan.

2.1. Monopoli Kekuatan dan Peningkatan Interdependensi

Pembentukan negara modern di Eropa Barat didasarkan pada pembentukan monopoli ganda yang saling memperkuat: Monopoli Kekerasan Fisik yang Sah (Monopoly of legitimate physical violence) dan Monopoli Keuangan (Pajak). Monopoli kekerasan ini berarti bahwa hak tunggal untuk menggunakan paksaan atau kekerasan fisik kini hanya dimiliki oleh badan negara. Monopoli keuangan, sebaliknya, memungkinkan negara untuk membiayai administrasi pusat dan mempertahankan kekuatan monopolisnya. Kombinasi kedua monopoli ini menciptakan kondisi stabilitas internal yang relatif, yang menghilangkan kebutuhan individu untuk selalu membawa senjata atau mengandalkan agresi impulsif untuk mempertahankan diri dan status.

2.2. Tahapan Proses Monopolistik

Elias mengidentifikasi perkembangan figurasi politik ini melalui serangkaian fase yang dimulai sejak Abad Pertengahan Akhir:

2.2.1. Fase 1: Kompetisi Terbuka (Abad ke-11 hingga ke-13)

Pada fase ini, struktur feodal masih sangat terdesentralisasi. Terdapat kompetisi terbuka dan keras antara berbagai rumah bangsawan untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan mereka. Kekuatan fisik dan kemampuan militer adalah modal utama. Konflik dan kekerasan adalah sarana politik yang lumrah. Contoh nyata dari aglomerasi kekuasaan terjadi setelah wafatnya Charles IV dari Prancis pada tahun 1328, yang memicu persaingan yang akhirnya membentuk agregasi wilayah yang kuat.

2.2.2. Fase 2: Konsolidasi dan Pengadilan (Abad ke-14 hingga ke-16)

Dalam fase ini, feodalisme mulai berubah menjadi "kepangeranan" (princely feudality). Proses eliminasi sosial-politik terjadi, di mana hanya rumah-rumah paling kuat yang berhasil bertahan dan memperluas kekuasaan mereka dengan mengambil alih wilayah rumah-rumah yang lebih kecil. Seiring dengan konsolidasi ini, pengadilan (courts) mulai didirikan, menarik para vassal untuk berkumpul di sekitar penguasa terpenting.

2.2.3. Fase 3: Kemenangan Absolutis dan Regulasi Kompetisi (Setelah Abad ke-16)

Pada fase ini, rumah kerajaan meraih kemenangan absolut, memegang monopoli kekuasaan dan membentuk figurasi yang sentral. Monopoli kekerasan fisik dilembagakan, dan dibentuk administrasi serta institusi pusat. Pada akhirnya, negara yang tercipta adalah badan tertinggi yang mengoordinasikan kelompok-kelompok yang saling tergantung melalui Mekanisme Absolutis. Kompetisi antarindividu tidak hilang, tetapi diatur secara damai. Persaingan kini beralih dari medan perang ke arena birokrasi dan istana, memperebutkan posisi tinggi dalam administrasi.

2.3. Regulasi Emosi sebagai Senjata Politik

Monopoli kekerasan negara secara langsung mengubah strategi politik individu. Di Abad Pertengahan, modal utama untuk kekuasaan adalah kekuatan fisik langsung. Setelah negara memegang kendali atas kekerasan, modal ini digantikan oleh keahlian dalam manuver sosial dan, yang paling penting, kendali emosi. Lingkungan istana yang kompleks menuntut kehati-hatian, perhitungan, dan pengekangan diri yang ketat. Jika individu menunjukkan agresi impulsif atau kegagalan kendali diri, mereka berisiko kehilangan status, yang merupakan kegagalan politik dan sosial. Oleh karena itu, Selbstzwang (kendali diri internal) menjadi strategi politik dan sosial yang sangat diperlukan untuk bertahan dan berhasil dalam figurasi istana yang sangat kompetitif dan teratur.

III. Psikogenesis Individu: Perubahan Etiket dan Batas Rasa Malu (Volume I)

Volume I, The History of Manners, adalah sisi mental dari proses peradaban, yang disebut psikogenesis. Bagian ini menganalisis bagaimana struktur kepribadian individu, atau habitus—struktur psikis yang dibentuk oleh sikap sosial—berubah secara mendalam seiring dengan perubahan struktur figurasi sosial.

3.1. Transformasi Habitus dan Inti Pengekangan Diri

Elias melacak perubahan historis standar perilaku di Eropa pasca-Abad Pertengahan terkait kekerasan, fungsi tubuh, etika meja, dan perilaku seksual. Perubahan ini secara kolektif menghasilkan peningkatan ambang batas rasa malu (Schamgrenze) dan jijik (repugnance). Proses ini bekerja keluar dari inti di etiket istana dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat.

3.2. Mekanisme Pergeseran Kendali: Dari Fremdzwang ke Selbstzwang

Inti dari psikogenesis adalah transisi dari kendali yang dipaksakan secara eksternal (Fremdzwang) menjadi kendali diri yang diinternalisasi (Selbstzwang).

  • Fremdzwang (Kendali Eksternal): Merujuk pada peraturan dan paksaan yang berasal dari luar individu, seperti ancaman hukuman fisik atau paksaan langsung oleh otoritas. Dalam masyarakat feodal yang terdesentralisasi, perilaku sebagian besar diatur oleh ketakutan akan pembalasan eksternal.
  • Selbstzwang (Kendali Diri Internal): Merupakan hasil dari internalisasi paksaan eksternal. Peraturan perilaku diserap ke dalam jiwa individu hingga menjadi "sifat kedua" (second nature). Pelanggaran aturan kini memicu reaksi emosional internal, seperti rasa malu (embarrassment) atau rasa bersalah (guilt).


Peningkatan kerumitan jaringan interdependensi dan kebutuhan akan prediktabilitas yang lebih tinggi dalam figurasi yang lebih besar menciptakan tekanan sosial yang mendorong internalisasi pengekangan diri ini. Individu yang mampu menerapkan Selbstzwang yang efektif cenderung lebih berhasil dalam figurasi sosial baru.

3.3. Peningkatan Ambang Rasa Malu (Schamgrenze) dan Privatisasi

Elias menggunakan buku-buku etiket yang diterbitkan antara Abad ke-13 dan ke-18 sebagai bukti empiris untuk menunjukkan pergerakan Batas Rasa Malu (Schamgrenze). Standar kesopanan menjadi semakin ketat. Apa yang dulunya dapat diterima (misalnya, di ruang publik) secara bertahap dianggap sebagai perilaku yang memalukan atau menjijikkan.

Hasil utama dari peningkatan batasan ini adalah pemisahan antara ruang publik dan intim (privatisasi). Fungsi-fungsi yang dianggap sebagai "bagian dari sifat kebinatangan" (seperti fungsi biologis) didorong ke ranah intim yang tersembunyi dari pandangan publik. Munculnya perasaan baru seperti rasa malu dan kesopanan (prudishness) adalah manifestasi dari struktur kepribadian yang lebih terinternalisasi dan teregulasi, yang berfungsi sebagai mekanisme sosiologis untuk menjaga ketertiban dalam figurasi yang padat.

IV. Ilustrasi Empiris: Bukti Perubahan Etiket dan Perilaku (Contoh Nyata)

Analisis Elias terhadap etiket memberikan bukti konkret mengenai evolusi habitus Eropa Barat. Perubahan ini menunjukkan bagaimana fungsi tubuh yang dulunya terbuka menjadi tertutup, merefleksikan peningkatan Batas Rasa Malu.

4.1. Etiket Makan dan Penggunaan Alat Makan

Elias mencatat transisi dramatis dalam etiket meja:

  • Awal Abad Pertengahan: Tidak jarang orang makan dari piring yang sama, menggunakan tangan untuk mengambil makanan, dan berbagi cangkir. Batas antara tubuh individu dan makanan publik belum tegas.
  • Abad ke-16 dan seterusnya: Aturan etiket mulai menekankan pemisahan yang ketat. Penggunaan sendok, garpu, dan pisau individu menjadi wajib. Larangan muncul terkait menyentuh makanan dengan tangan kotor, meletakkan pisau di mulut, atau memotong makanan di mulut.
  • Implikasi: Pemisahan ini mencerminkan peningkatan ambang jijik terhadap kontak fisik yang sebelumnya normal. Setiap orang kini dituntut untuk mengelola tubuh dan ruang makannya sendiri demi menjamin prediktabilitas dan kenyamanan orang lain, suatu tuntutan yang muncul dari figurasi sosial yang lebih padat.

4.2. Pengelolaan Fungsi Tubuh dan Intimitas

Fungsi biologis seperti buang air, buang angin, atau meludah mengalami proses privatisasi yang paling jelas.
Contoh Nyata: Evolusi Etika Meludah
Elias menelusuri bagaimana panduan mengenai meludah berubah dari yang hampir tidak ada menjadi sangat ketat:
1. Awal (Abad Pertengahan): Meludah di ruang publik, seperti di aula atau gereja, adalah tindakan biasa. Aturan etiket awal hanya menyarankan agar tidak meludah langsung ke arah orang yang lebih tinggi kedudukannya, atau meludah ke tangan.
2. Periode Transisi: Muncul saran untuk menginjak atau menutup ludah dengan kaki, atau hanya meludah ke sudut.
3. Modernitas: Larangan meludah di lantai, diikuti larangan meludah di dalam ruangan sama sekali. Meludah didorong sepenuhnya ke ruang privat atau dilakukan secara sangat diam-diam.

Signifikansi: Perubahan ini bukan sekadar penambahan aturan, tetapi manifestasi dari kenaikan Batas Rasa Malu dan jijik yang menuntut penyembunyian perilaku yang dianggap "kebinatangan" ke dalam ranah intim. Munculnya perasaan malu dan kesopanan adalah pelengkap internal dari tuntutan sosial eksternal untuk mengamankan diri dari pandangan dan penilaian orang lain.

4.3. Penurunan Toleransi Kekerasan

Seiring dengan meningkatnya monopoli kekerasan oleh negara, toleransi sosial terhadap kekerasan fisik yang tiba-tiba dan publik menurun drastis. Individu yang dulu harus siap menggunakan agresi untuk mempertahankan kehormatan atau kekuasaan, kini menemukan bahwa agresi impulsif menjadi kontraproduktif dan melanggar hukum. Emosi yang terkait dengan agresi kini harus diregulasi dan disalurkan secara internal, atau dialihkan ke bentuk kompetisi yang diatur dan damai (misalnya, karir birokrasi).

Tabel 1 meringkas evolusi ini:
Tabel 1: Evolusi Batas Rasa Malu (Schamgrenze) Berdasarkan Etiket

Buku The Civilizing Process Karya Norbert Elias

V. Hubungan Kausal Ganda: Integrasi Sociogenesis dan Psychogenesis

Tesis paling penting Elias adalah bahwa proses peradaban bersifat ganda (double sociogenesis); ia secara inheren menghubungkan perkembangan sosial (sosiogenesis negara dan politik) dengan perkembangan mental (psikogenesis individu). Keduanya adalah dua sisi dari proses figurasi yang sama dan tidak dapat dipisahkan dalam analisis historis.

5.1. Jembatan Sosiogenetik dan Psikogenetik

Elias berpendapat bahwa pembentukan negara yang sentral dan stabil adalah prasyarat makro yang memaksa terjadinya perubahan psikis mikro. Monopoli kekerasan negara menghasilkan lingkungan sosial yang lebih stabil dan terstruktur, di mana risiko kekerasan fisik eksternal menurun. Dalam figurasi yang stabil ini, tindakan kekerasan yang impulsif atau perilaku yang melanggar kesopanan tidak lagi berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan status, melainkan sebagai ancaman terhadapnya.

Struktur yang stabil dan jaringan interdependensi yang semakin panjang dan padat (seiring dengan perkembangan ekonomi dan birokrasi) menuntut individu untuk menjadi lebih peka terhadap orang lain (attuned to others over greater distances). Interdependensi yang kompleks ini menuntut tingkat prediktabilitas perilaku yang tinggi dari semua anggota figurasi.

5.2. Mekanisme Kausalitas: Stabilitas Membentuk Jiwa

Mekanisme kausalitas terjadi dalam langkah-langkah yang logis:
1. Perubahan Figurasional: Figurasi sosial berevolusi dari jaringan feodal yang longgar dan berbasis konflik fisik menjadi jaringan negara-bangsa yang padat dan berbasis birokrasi (sosiogenesis).
2. Peningkatan Tekanan Sosial: Individu harus mengelola hubungan dengan rantai orang yang lebih panjang dan lebih beragam. Hal ini meningkatkan tekanan untuk mengendalikan emosi dan dorongan hati agar tidak menyinggung atau mengacaukan figurasi.
3. Internal Kekang: Karena ancaman eksternal (kekerasan) menurun dan ancaman sosial (hilangnya status/rasa malu) meningkat, mekanisme kendali eksternal (Fremdzwang) diinternalisasi menjadi Selbstzwang.
4. Fungsi Emosi Baru: Munculnya perasaan seperti rasa malu dan kesopanan bukan sekadar hasil dari kepatuhan moral, tetapi merupakan fungsi adaptif yang penting. Emosi-emosi ini adalah penjaga gerbang otomatis yang memastikan individu menjaga perilaku sesuai dengan norma sosial yang kompleks tanpa memerlukan pemikiran rasional yang konstan. Ini adalah mekanisme sosiologis yang memfasilitasi kelangsungan hidup dalam lingkungan sosial yang membutuhkan tingkat pengekangan yang tinggi.

Tabel 2: Komponen Kunci Tesis Ganda Norbert Elias

The Civilizing Process Karya Norbert Elias

VI. Relevansi Kontemporer dan Aplikasi Figurasi

Meskipun Elias fokus pada perubahan jangka panjang yang mencapai puncaknya di era modernitas awal, metodologi Sosiologi Prosesnya sangat relevan untuk menganalisis perkembangan figurasi kontemporer, khususnya dalam konteks teknologi informasi dan media sosial.

6.1. Figurasi Digital dan Perubahan Pola Interdependensi

Perkembangan teknologi telah menciptakan figurasi baru, memperluas rantai interdependensi secara global dan radikal. Perubahan ini memengaruhi sikap, perilaku, dan gaya hidup masyarakat. Dalam lingkungan figurasi digital, tekanan sosial dan kendali diri harus beradaptasi dengan kecepatan dan jangkauan komunikasi baru.

6.2. Decivilizing atau Re-Civilizing? Analisis Perilaku Media Sosial

Observasi kontemporer menunjukkan pergeseran perilaku yang signifikan: masyarakat cenderung lebih memilih komunikasi virtual daripada tatap muka, dan munculnya gaya hidup yang cenderung hedonis atau senang memamerkan kepemilikan mereka di ruang virtual.

Jika dianalisis melalui kerangka Elias, perilaku ini dapat dilihat bukan sebagai kemunduran (dekadensi), melainkan sebagai bentuk adaptasi terhadap figurasi baru yang didorong oleh ekonomi perhatian (attention economy). Di figurasi media sosial, status dan modal sosial seringkali diperoleh melalui kinerja (performance) yang diatur dan diprogram (programmability dalam mediatisasi).

6.3. Pergeseran Fokus Selbstzwang: Dari Kontrol Fisik ke Kontrol Narasi

Proses peradaban awal Elias mengharuskan individu menginternalisasi kendali untuk menekan agresi fisik dan fungsi tubuh (seperti meludah atau buang air) ke ranah tersembunyi. Namun, di figurasi digital, tekanan kendali diri tampaknya telah bergeser:
1. Tekanan Baru: Interdependensi digital yang luas menghasilkan kebutuhan untuk mengamankan diri dari kritik berbasis image dan untuk mengendalikan narasi diri di hadapan jaringan interdependensi yang masif.
2. Internalisasi Performance: Individu menginternalisasi tekanan untuk tampil sukses, tampil hedonis, atau memamerkan kepemilikan. Kegagalan dalam penampilan digital (misalnya, dianggap tidak mengikuti tren atau miskin) kini dapat menjadi sumber rasa malu yang intens, setara dengan melanggar etiket fisik di masa lalu.
3. Peran Selbstzwang: Tindakan memamerkan kepemilikan dan gaya hidup hedonis di media sosial adalah bentuk Selbstzwang yang baru—sebuah pengekang internal untuk memproduksi citra diri yang terpolitisasi dan ter-statuskan, memastikan kelangsungan hidup status sosial mereka dalam figurasi digital. Batas rasa malu tidak hilang, tetapi bergeser: Batas rasa malu terhadap privasi menurun, sedangkan batas rasa malu terhadap kegagalan penampilan meningkat. Perubahan ini menunjukkan bahwa proses peradaban Elias bersifat berkelanjutan, tidak linier, dan terus-menerus menyesuaikan struktur psikis dengan figurasi sosial yang berevolusi.

VII. Kesimpulan dan Kontribusi Krusial Elias

The Civilizing Process karya Norbert Elias adalah kerangka kerja fundamental dalam sosiologi, yang berhasil menjembatani kesenjangan antara analisis struktural makro (sejarah pembentukan negara) dan analisis psikologis mikro (perubahan habitus individu) melalui konsep figurasi dan interdependensi jangka panjang.

Elias menegaskan bahwa peradaban bukan merupakan proyek yang direncanakan, melainkan proses sosiogenetik yang secara tak terhindarkan menghasilkan perubahan psikogenetik. Pembentukan monopoli kekerasan negara menciptakan stabilitas yang mengubah mekanisme persaingan sosial, memaksa individu untuk menggantikan agresi fisik dengan kendali diri yang canggih (Selbstzwang) yang dimanifestasikan melalui peningkatan ambang rasa malu dan jijik.

Kontribusi krusial Elias terletak pada penawaran model yang menjelaskan hubungan kausal yang intim antara perubahan struktur sosial yang berjangka waktu berabad-abad dan perubahan emosional serta kepribadian individu. Dengan demikian, The Civilizing Process tetap menjadi kerangka kerja esensial, tidak hanya untuk memahami sejarah pembentukan Barat tetapi juga untuk menganalisis mekanisme fundamental perubahan sosial-psikis yang terus berlanjut dan beradaptasi dalam figurasi modern, termasuk di era komunikasi digital saat ini. Proses ini, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Elias, tidak menyiratkan peningkatan moralitas, tetapi hanyalah perubahan dalam konfigurasi kontrol yang diperlukan untuk menavigasi interdependensi sosial yang semakin kompleks.

Sumber:

Atlantis Press. (2025, Oktober 26). The implications of technological media towards the social life. https://www.atlantis-press.com/article/125958108.pdf

Elias, N. (2000). The civilizing process: Sociogenetic and psychogenetic investigations (Revised ed.). Oxford: Blackwell Publishing.

Elias, N. (2012). On the process of civilisation: Sociogenetic and psychogenetic investigations (Collected works, Vol. 3). Dublin: University College Dublin Press.

Goodreads. (2025, Oktober 26). The civilizing process by Norbert Elias. https://www.goodreads.com/en/book/show/379701.The_Civilizing_Process

Norbert Elias Foundation. (2025, Oktober 26). Principles of figurational sociology - Norbert Elias. https://norbert-elias.com/norbert-elias-foundation/concepts-and-principles-of-figurational-sociology/

ResearchGate. (2025, Oktober 26). Norbert Elias, The civilizing process: Sociogenetic and psychogenetic investigations – An overview and assessment. https://www.researchgate.net/publication/261926048_Norbert_Elias_The_Civilizing_Process_Sociogenetic_and_Psychogenetic_Investigations_-_An_overview_and_assessment

SciELO. (2025, Oktober 26). The concept of figuration or configuration in Norbert Elias’ sociological theory. http://socialsciences.scielo.org/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1518-44712006000200002

Sosiologi UB. (2025, Oktober 26). Sejarah pemberadaban: Mengenalkan Norbert Elias pada sosiologi Indonesia. https://sosiologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/11/Sejarah-pemberadaban-Mengenalkan-Norbert-Elias-pada-Sosiologi-Indonesia-Anton-NovenantoS.Sos_.MA_.pdf

University College Dublin Repository. (2025, Oktober 26). Norbert Elias, The civilizing process: Sociogenetic and psychogenetic investigations. https://researchrepository.ucd.ie/entities/publication/69084dd5-137a-4c02-b1b1-7c9e3e1e0f68

Wiley. (2025, Oktober 26). The civilizing process: Sociogenetic and psychogenetic investigations (2nd ed.). https://www.wiley.com/en-us/The+Civilizing+Process%3A+Sociogenetic+and+Psychogenetic+Investigations%2C+2nd+Edition-p-9780631221616

Wikipedia. (2025, Oktober 26). The civilizing process. https://en.wikipedia.org/wiki/The_Civilizing_Process

YouTube. (2025, Oktober 26). Norbert Elias: The civilizing process. https://www.youtube.com/watch?v=TprfsEZKE1A

UIN Syekh Nurjati Cirebon. (2025, Oktober 26). Edueksos: Jurnal pendidikan sosial dan ekonomi. https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal%20/index.php/edueksos/article/download/13182/5178

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment