Pengertian Hipotesis, Karakteristik, Fungsi, Tahap Perumusan dan Jenisnya

Penentuan Hipotesis
Alur Hipotesis Penelitian
A. Pengertian Hipotesis
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah; thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian. Hipotesis atau anggapan dasar adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya melalui penelitian ilmiah. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul atau hasil dari penelitian yang dilakukan tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen.

Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji. Berikut beberapa pengertian hipotesis menurut para ahli:
1) Prof. Dr. S. Nasution, hipotesis adalah dugaan tentang apa yang kita amati dalam upaya untuk memahaminya. (Nasution:2000)
2) Zikmund (1997:112), hipotesis adalah proposisi atau dugaan belum terbukti bahwa tentatif menjelaskan fakta atau fenomena, serta kemungkinan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian.
3) Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:137), hipotesis adalah pernyataan atau tuduhan bahwa sementara masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu benar) sehingga harus diuji secara empiris.
4) Mundilarso,  hipotesis adalah pernyataan yang masih lemah tingkat kebenaran yang masih harus diuji dengan menggunakan teknik tertentu.
5) Kerlinger (1973),  hipotesis adalah pernyataan dugaan hubungan antara dua variabel atau lebih.
6) Fraenkel Wallen (1990: 40) dalam Yatim Riyanto (1996: 13), hipotesis adalah suatu prediksi tentang kemungkinan hasil dari suatu penelitian. Lebih lanjut hipotesis ini merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap suatu permasalahan yang diajukan di dalam penelitian. Hipotesis ini belum tentu benar. Benar atau tidaknya sebuah hipotesis itu tergantung dari hasil pengujian data empiris.
7) Suharsimi Arikunto (1995:71), hipotesis didefinisikan sebagai alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh penelitian bagi problematika yang diajukan di dalam penelitian. Dugaan jawaban itu adalah suatu kebenaran yang sifatnya sementara, yang tentu akan diuji kebenarannya itu dengan data yang dikumpulkan dengan melalui penelitian. Dengan kedudukan tersebut maka hipotesis tersebut dapat berubah menjadi kebenaran, namun juga tentu dapat tumbang dari kebenaran.
8) John W.Best, (Sanapiah Faisal, 1982 serta Yatim Riyanto, 1996), penelitian yang dilakukan itu sebenarnya tidak semata-mata ditujukan untuk menguji hipotesis yang diajukan, namun juga bertujuan menemukan fakta yang ada serta yang terjadi di lapangan. Pernyataan diterima atau juga ditolaknya hipotesis itu tidak dapat atau bisa diidentikkan dengan pernyataan keberhasilan atas kegagalan penelitian. Perumusan hipotesis tersebut ditujukan untuk landasan logis serta pemberi arah kepada suatu proses pengumpulan data dan juga proses penyelidikan itu sendiri.
9) Djarwanto, (1994 : 13), secara etimologis hipotesis berasal dari dua kata yakni hypo yang berarti kurang dari serta juga thesis yang artinya adalah pendapat. Jadi, hipotesis ini merupakan suatu pendapat atau juga kesimpulan yang belum final, yang harus diuji terlebih dahulu kebenarannya.
10) Donald Ary, (1992 : 120), hipotesis merupakan suatu pernyataan sementara yang diajukan di dalam memecahkan suatu masalah, atau juga untuk dapat menerangkan suatu gejala .
11) Moh.Nazir, (1998: 182), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap suatu masalah penelitian yang kebenarannya itu harus diuji dengan secara empiris.
12) Sumadi Suryabrata, (1991 : 49), secara teknis, hipotesis merupakan suatu pernyataan tentang keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya itu dengan berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian. Secara statistik, hipotesis merupakan suatu pernyataan tentang keadaan parameter yang akan diuji dengan melalui statistik sampel.

B. Karakteristik Hipotesis
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata. Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
1) Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
2) Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
3) Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
4) Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
5) Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
6) Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Hipotesis penelitian harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
7) Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antarvariabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.

Berikut ini beberapa ciri hipotesis yang baik dan benar menurut para ahli:
a. Moh. Nazir, setidaknya ada 6 ciri-ciri hipotesis yang baik, yaitu:
1) Harus menyatakan hubungan
2) Harus sesuai dengan fakta
3) Harus berhubungan dengan ilmu, serta sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan
4) Harus dapat diuji
5) Harus sederhana
6) Harus bisa menerangkan fakta

b. John W.Best (1997) di dalam Yatim Riyanto (1996 :16), ciri-ciri dari hipotesis yang baik ialah:
1) Bisa diterima oleh akal sehat
2) Konsisten dengan teori atau juga fakta yang telah diketahui
3) Rumusannya itu dinyatakan sedemikian rupa sehingga tentu dapat diuji
4) Dinyatakan juga di dalam perumusan yang sederhana serta jelas

c. Borg dan Gall (1979: 61-62) di dalam Yatim Riyanto (1996:16) serta Suharsimi Arikunto (1995:64-65), hipotesis ini dapat dikatakan baik apabila memenuhi 4 kriteria sebagai berikut:
1) Hipotesis itu hendaknya adalah rumusan mengenai hubungan antara dua atau juga lebih variabel
2) Hipotesis yang dirumuskan ini hendaknya juga disertai dengan alasan atau juga dasar-dasar teoretis serta hasil penemuan terdahulu
3) Hipotesis tersebut harus bisa diuji
4) Rumusan hipotesis  itu hendaknya singkat dan juga padat

Dengan demikian, untuk membuat sebuah hipotesis yang baik, seorang peneliti harus mempertimbangkan fakta-fakta yang relevan, masuk akal dan tidak bertentangan dengan hukum alam. Selain itu, hipotesis juga harus bisa diuji sebagai langkah verifikasi dalam penelitian.

C. Kegunaan
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif. Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya:
1) Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik
2) Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau difalsifikasi
3) Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya

Penetapan hipotesis dalam sebuah penelitian memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2) Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antarfakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti
3) Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh
4) Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antarfakta

Oleh karena itu kualitas manfaat dari hipotesis tersebut akan sangat tergantung pada:
1) Pengamatan yang tajam dari si peneliti terhadap fakta-fakta yang ada
2) Imajinasi dan pemikiran kreatif dari peneliti
3) Kerangka analisa yang digunakan oleh peneliti
4) Metode dan desain penelitian yang dipilih oleh peneliti

D. Tahap-tahap Pembentukan Hipotesis
Tahap-tahap pembentukan hipotesis pada umumnya sebagai berikut:
1) Penentuan masalah. Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
2) Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis). Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesis preliminer, pengamatan tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
3) Pengumpulan fakta. Dalam penalaran ilmiah, di antara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
4) Formulasi hipotesis. Pembentukan hipotesis dapat melalui ilham atau intuisi, di mana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesis diciptakan saat terdapat hubungan tertentu di antara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesis, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.
5) Pengujian hipotesis. Artinya, mencocokkan hipotesis dengan keadaan yang dapat diamati dalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi (pembenaran). Apabila hipotesis terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Falsifikasi (penyalahan) terjadi jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesis tidak sesuai dengan hipotesis. Bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesis tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan koroborasi (corroboration). Hipotesis yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
6) Aplikasi/penerapan. Apabila hipotesis itu benar dan dapat menjadi ramalan (dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.

Acuan perumusan hipotesis
Awal terbentuknya hipotesis dalam sebuah penelitian biasanya diawali atas dasar terkaan atau conjecture peneliti. Meskipun hipotesis berasal dari terkaan, namun sebuah hipotesis tetap harus dibuat berdasarkan pada sebuah acuan, yakni teori dan fakta ilmiah.
a. Teori Sebagai Acuan Perumusan Hipotesis. Untuk memudahkan proses pembentukan hipotesis, seorang peneliti biasanya menurunkan sebuah teori menjadi sejumlah asumsi dan ponstulat. Asumsi-asumsi tersebut dapat didefinisikan sebagai anggapan atau dugaan yang mendasari hipotesis. Berbeda dengan asumsi, hipotesis yang telah diuji dengan menggunakan data melalui proses penelitian adalah dasar untuk memperoleh kesimpulan.
b. Fakta Ilmiah Sebagai Acuan Perumusan Hipotesis. Selain menggunakan teori sebagai acuan, dalam merumuskan hipotesis dapat pula menggunakan acuan fakta. Secara umum, fakta dapat didefinisikan sebagai kebenaran yang dapat diterima oleh nalar dan sesuai dengan kenyataan yang dapat dikenali dengan panca indera. Fakta Ilmiah sebagai acuan perumusan hipotesis dapat diperoleh dengan berbagai cara, misalnya:
a) Memperoleh dari sumber aslinya
b) Fakta yang diidentifikasi dengan cara menggambarkan dan menafsirkannya dari sumber yang asli.
c) Fakta yang diperoleh dari orang mengidentifikasi dengan jalan menyusunnya dalam bentuk abstract reasoning (penalaran abstrak).

Selain teori dan fakta ilmiah, hipotesis dapat pula dirumuskan berdasarkan beberapa sumber lain, yakni:
a. Kebudayaan di mana ilmu atau teori yang relevan dibentuk
b. Ilmu yang menghasilkan teori yang relevan
c. Analogi
d. Reaksi individu terhadap sesuatu dan pengalaman

Pengujian hipotesis
Donald Ary et al (dalam Arief Furchan , 1982 ; 133) dan juga Yati Riyanto (1996:16-17) untuk menguji hipotesis peneliti perlu:
a. Menarik kesimpulan mengenai konsekuensi yang akan bisa atau dapat diamati apabila hipotesis tersebut benar
b. Memilih metode penelitian yang akan memungkinkan eksperimentasi, pengamatan, atau juga prosedur lain yang diperlukan untuk dapat menunjukkan apakah akibat-akibat itu terjadi atau pun tidak
c. Menerapkan metode ini dan juga mengumpulkan data yang dapat atau bisa dianalisis untuk menunjukkan apakah hipotesis itu didukung oleh data atau juga tidak.

Di dalam pengujian hipotesis, hipotesis itu harus lulus dari tes empiris serta tes logika. Hipotesis ini diuji secara empiris yang biasanya itu menggunakan statistik inferensial, yang selanjutnya adalah hasil perhitungannya dikonsultasikan itu dengan angka koefisien yang terdapat di dalam tabel teoretis.

Hipotesis yang tidak terbukti
Beberapa sumber tidak terbuktinya hipotesis apabila menurut S.Margono (1997: 192-193) dapat dicari dari:
a. Landasan teori yang digunakan di dalam menyusun hipotesis itu sudah kadaluarsa; sudah kurang sahih; atau juga kurang adekuat.
b. Sampel penelitian itu terlalu kecil
c. Sampel penelitian ini tidak diambil dengan secara rambang
d. Kurang cermatnya di dalam mengeliminasi atau juga menetralisasi variabel-variabel luar atau juga ekstraneus
e. Instrumen atau juga metode pengumpulan data yang tidak sahih serta tidak terandalkan
f. Rancangan penelitian yang digunakan juga tidak tepat
g. Perhitungan-perhitungan di dalam analisisnya juga kurang cermat
h. Hipotesisnya itu sendiri adalah palsu, serta kenyataannya itu bertentangan dengan hipotesis tersebut (Sutrisno Hadi, 1981).

Kesalahan dalam perumusan hipotesis dan pengujian hipotesis
Dalam perumusan hipotesis dapat saja terjadi kesalahan. Kesalahan dalam perumusan hipotesis ada dua macam yaitu:
a. Menolak hipotesis nihil yang seharusnya diterima, maka disebut kesalahan alpha dan diberi simbol a atau dikenal dengan taraf signifikansi pengukuran.
b. Menerima hipotesis nihil yang seharusnya ditolak, maka disebut kesalahan beta dan diberi simbol b.

Pada umumnya penelitian di bidang pendidikan digunakan taraf signifikansi 0.05 atau 0.01, sedangkan untuk penelitian kedokteran dan farmasi yang resikonya berkaitan dengan nyawa manusia, diambil taraf signifikansi 0.005 atau 0.001 bahkan mungkin 0.0001. Misalnya saja ditentukan taraf signifikansi 5% maka apabila kesimpulan yang diperoleh diterapkan pada populasi 100 orang, maka akan tepat untuk 95 orang dan 5 orang lainnya terjadi penyimpangan. Cara pengujian hipotesis didekati dengan penggunaan kurva normal. Penentuan harga untuk uji hipotesis dapat berasal dari Z-score ataupun T-score. Apabila harga Z-score atau T-score terletak di daerah penerimaan Ho, maka Ha yang dirumuskan tidak diterima dan sebaliknya.

Hubungan hipotesis dan teori
Umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoretis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk menguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.

Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antarvariabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.

Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antarkonsep (pada tingkat abstrak atau teoretis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antarvariabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris). Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement of theory in testable form), atau kadang-kadang hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas (tentative statements about reality).

Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada. Kemudian, karena dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoretis. Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoretis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis penelitian atau hipotesis kerja. Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang sebaliknya yang terjadi.

E. Jenis Hipotesis
1) Hipotesis Penelitian, hipotesis penelitian ini merupakan sebuah dugaan yang tidak membutuhkan uji statistika, karena tujuan dari hipotesis ini ialah untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang sedang diteliti. Hipotesis penelitian ini juga dibagi menjadi beberapa jenis, di antaranya sebagai berikut:
a. Hipotesis Deskriptif, merupakan sebuah jawaban atau dugaan sementara terhadap sampel di dalam suatu komunitas yang di dalamnya itu terdapat beberapa kategori yang berbeda. Contoh hipotesis deskriptif:
Seorang peneliti melakukan sebuah penelitian pada sebuah restoran dengan nama Bakso Pedas di kota Jakarta, mengenai apakah bakso yang digunakan di restoran itu  mengandung bahan-bahan berbahaya seperti boraks atau tidak. Di dalam penelitian itu kemudian digunakan variabel tunggal, bakso yang terdapat di restoran Bakso Pedas Jakarta, maka hipotesis yang digunakan ini merupakan hipotesis tunggal. Dengan berdasarkan teori yang digunakan, terdapat dua pilihan hipotesis yang bisa dibuat peneliti tersebut, di antaranya sebagai berikut:
H0: Bakso yang ada di restoran Bakso Pedas Jakarta itu mengandung boraks.
H1: Bakso yang ada di restoran Bakso Pedas Jakarta itu tidak mengandung boraks.

b. Hipotesis Komparatif, merupakan suatu dugaan sementara pada suatu rumusan masalah yang mempersoalkan mengenai suatu komparasi (perbandingan) antara dua sampel atau juga lebih. Contoh hipotesis komparatif:
Seorang peneliti juga melakukan penelitian mengenai loyalitas dari pendukung klub sepak bola Persebaya dibandingkan dengan loyalitas dari pendukung Persija. Apakah pendukung dari masing-masing klub sepak bola itu mempunyai loyalitas yang sama atau juga tidak. Peneliti tersebut dapat atau bisa membuat rumusan masalah mengenai: Apakah pendukung klub sepak bola Persebaya dan Persija mempunyai tingkat loyalitas yang sama? Penelitian tersebut menggunakan variabel jamak. Variabel pertama yakni, loyalitas pendukung Persebaya, variabel kedua; loyalitas dari pendukung Persija. Hipotesis yang digunakan yakni hipotesis komparatif disebabkan di dalam rumusan masalah ditanyakan tentang hal perbandingan antar 2 variabel. Berdasarkan teori yang digunakan terdapat 2 pilihan hipotesis, di antaranya;
H0: Pendukung klub Persebaya mempunyai tingkat loyalitas yang sama yakni dengan pendukung klub Persija.
H1: Pendukung klub Persebaya mempunyai tingkat loyalitas yang berbeda (tidak sama) yakni dengan pendukung klub Persija.

Hipotesis komparatif ini juga dibagi menjadi dua bagian, di antaranya sebagai berikut:
a) Komparasi related (berpasangan) di dalam dua sampel atau juga lebih (k sampel).
b) Komparasi independen di dalam dua sampel atau juga lebih (k sampel).

c. Hipotesis Asosiatif, merupakan berbagai dugaan sementara terhadap suatu asosiasi (hubungan) antar dua variabel atau juga lebih di dalam suatu penelitian. Contoh hipotesis asosiatif:
Peneliti melakukan penelitian terhadap tayangan sinetron Orang Ketiga serta pengaruhnya terhadap gaya kehidupan (sosial) remaja laki-laki di dalam berpakaian. Peneliti tersebut bisa membuat rumusan masalah yakni: Apakah sinetron: Orang Ketiga memengaruhi gaya dari remaja laki-laki di dalam berpakaian? Penelitian juga menggunakan variabel jamak. yakni Variabel pertama; sinetron Orang Ketiga, serta variabel kedua; gaya remaja laki-laki di dalam berpakaian. Penelitian tersebut menggunakan hipotesisi asosiatif disebabkan karena rumusan masalah mempertanyakan hubungan antara dua variabel. Dengan berdasarkan teori yang digunakan, terdapat 2 (dua) pilihan hipotesis, di antaranya:
H0: Sinetron Orang Ketiga memengaruhi gaya berpakaian remaja laki-laki .
H1: Sinetron Orang Ketiga tidak memengaruhi gaya berpakaian remaja laki-laki.

2) Hipotesis Statisika, merupakan salah satu dugaan yang digunakan di dalam pengujian analisis dengan menggunakan sebagian data dari keseluruhan data yang ada. Dengan begitu, hipotesis yang digunakan ialah metode statistika inferensial. Statistika inferensial merupakan suatu metode statistik yang digunakan untuk menganalisa data sampel yang hasilnya akan digeneralisasikan pada populasi yang mana sampel tersebut diambil. Hipotesis tersebut bisa memakai dua variabel atau lebih. Hipotesis statistika dapat dibagi menjadi dua bagian, di antaranya:
a. Hipotesis Nol atau Kosong (Ho) ialah dapat menerangkan tidak adanya suatu perbedaan antarvariabel.
b. Hipotesis Alternatif (Ha) merupakan sesuatu untuk menerangkan bahwa terdapat suatu pengaruh hubungan antarvariabel.

Hipotesis Alternatif (Ha)
Terdapat 2 macam hipotesis alternative yakni directional hypotheses dan juga nondirectional hypotheses (Fraenkel dan Wallen, 1990: 42; Suharsimi Arikunto, 1989:57)
a) Hipotesis terarah (directional hypotheses), merupakan suatu hipotesis yang diajukan oleh peneliti, yang mana peneliti sudah menemukan dengan tegas yang menyatakan bahwa variabel independen itu memang sudah diprediksi berpengaruh terhadap suatu variabel dependen.
b) Hipotesis tak terarah (nondirectional hypotheses), adalah suatu hipotesis yang diajukan dan juga dirumuskan oleh peneliti ini tampak belum tegas bahwa variabel independen  berpengaruh terhadap suatu variabel dependen.

Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan hipotesis atau tidak. Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak menggunakan hipotesis. Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi atau mengukur secara cermat tentang fenomena yang diteliti, tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antarvariabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis. 


Dari berbagai sumber

Ket. klik warna biru untuk link

Download

Lihat Juga
1. Pengertian Penalaran, Ciri, Tahap, Syarat, Metode serta Kesalahan Nalar 
2. Pengambilan sampel dari populasi tak-terhingga dan tak-jelas
3. Metode-metode dalam sosiologi
4. Manfaat penelitian sosiologis bagi pembangunan
5. Jenis-jenis penelitian sosial
6. Jenis-jenis metode penelitian sosiologi dan contohnya
7. Metode untuk ilmu-ilmu sosial
8.
Pengertian Metode Ilmiah, Unsur, Kriteria dan Langkah-langkahnya 

9. Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian, dan Teknik-teknik Desain Penelitian
10. Pengertian Data, Sumber, Jenis, Fungsi dan Metode Pengumpulan Data
11. Pengertian Laporan Penelitian: Ciri, Jenis, Tujuan, Cara, Sistematika dan Contohnya
12. Pengertian Objektivitas dalam Ilmu Pengetahuan
13. Pengertian Skeptisisme, Skeptisisme dalam Ilmu Pengetahuan, dan Perbedaannya dengan Sikap Kritis dan Berpikir Negatif
14. Pengertian Variabel Penelitian, Jenis dan Hubungan antarvariabel
15. Pengertian Topik Penelitian, Unsur, Ciri, dan Cara Menentukannya
16. Pengertian Diskusi, Unsur, Prinsip, Tujuan, Manfaat, Langkah-langkah, Jenis dan Laporan Hasil Diskusi

Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 4. Rancangan Penelitian Sosial (KTSP)
2. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 5. Pengumpulan Data dalam Penelitian (KTSP)
3. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 6. Pengolahan Data (KTSP)
4. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 7. Penulisan Laporan Penelitian (KTSP)
5. Materi Sosiologi Kelas X Bab 4.1 Rancangan Penelitian Sosial (Kurikulum Revisi 2016)
6. Materi Sosiologi Kelas X Bab 4.2 Rancangan Penelitian Sosial (Kurikulum Revisi 2016) 

7. Materi Sosiologi Kelas X Bab 5.1 Pengumpulan Data dalam Penelitian (Kurikulum Revisi 2016)
8. Materi Sosiologi Kelas X Bab 5.2 Pengumpulan Data dalam Penelitian (Kurikulum Revisi 2016)
 
9. Materi Sosiologi Kelas X Bab 6.1 Pengolahan dan Analisis Data (Kurikulum Revisi 2016)
10. Materi Sosiologi Kelas X Bab 6.2 Pengolahan dan Analisis Data (Kurikulum Revisi 2016) 

11. Materi Sosiologi Kelas X Bab 7.1 Laporan Penelitian (Kurikulum Revisi 2016)
12. Materi Sosiologi Kelas X Bab 7.2 Laporan Penelitian (Kurikulum Revisi 2016)

13. Materi Ujian Nasional Kompetensi Jenis Penelitian Sosial
14. Materi Ujian Nasional Kompetensi Langkah-Langkah Penelitian Sosial
15. Materi Ujian Nasional Kompetensi Metode Penelitian Sosial
16. Materi Ujian Nasional Kompetensi Manfaat Hasil Penelitian
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Pengertian Hipotesis, Karakteristik, Fungsi, Tahap Perumusan dan Jenisnya"