Leila Ahmed. Biografi dan Pemikiran

Table of Contents
Biografi dan Pemikiran Leila Ahmed
Leila Ahmed
Leila Ahmed lahir di Heliopolis, daerah pinggiran Kota Kairo, Mesir 1940. Ia berasal dari keluarga yang cukup berada dan berpikiran terbuka. Leila Ahmed menjalani masa kecil di rumah sederhana dengan kebun yang luas bersama keluarganya. Masa kecil Ahmed diwarnai dengan perpaduan nilai-nilai Muslim dari ibu serta neneknya juga nilai-nilai liberal dari aristokrasi Mesir di bawah sistem pemerintahan ancien regime.

Leila Ahmed dibesarkan di dalam generasi perempuan yang tidak pernah mengenakan hijab. Sewaktu kecil, ibu dan neneknya mengajarkan Islam kepadanya. Di sinilah Leila Ahmed pertama kali mempelajari ajaran-ajaran Islam termasuk bagaimana posisi perempuan di dalam Islam. Menurut Leila Ahmed, meski saat itu perempuan  yang ada di  sekitarnya tidak  ada  yang mengenakan  hijab  tetapi  hal itu tidak mengurangi ketaatan mereka terhadap agamanya. Ajaran Islam saat itu  terpancar dari kepatuhan mereka terhadap ajaran agama, sifat aktif, kesadaran akan nilai-nilai kehidupan, dan kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan. Dan hal itu jelas bukanlah Islam yang sifatnya ritualistik atau ofisial, melainkan menurutnya itu adalah Islam yang hidup, di mana agama dapat dirasakan dan dipahami dalam kehidupan sehari-hari. Sampai pada tahap ini, menurut Leila Ahmed, Islam yang hidup ini sama penting dan mendalamnya dengan Islam yang bersifat ritualistik atau ofisial.

Mesir merupakan negara yang pernah dijajah oleh bangsa Eropa, yaitu Perancis dan Inggris. Pendudukan dua Negara Eropa tersebut dimulai pada akhir abad 18 sampai awal abad 20. Meski pendudukan Perancis berlangsung sangat singkat yakni hanya tiga tahun, 1798 sampai 1801. Sedangkan okupasi Inggris di Mesir dimulai pada tahun 1882. Pendudukan tersebut tentu membawa banyak dampak terhadap kehidupan rakyat Mesir tapi tidak dapat dipungkiri bahwa pendudukan tersebut juga membawa pengaruh modernisme dan kemajuan yang pada saat itu sedang terjadi di Eropa.

Pengaruh kolonialisme ini jelas menjadi tantangan tersendiri bagi rakyat Mesir. Rakyat Mesir menjadi memiliiki semangat untuk berpikiran terbuka terhadap berbagai persoalan karena pengaruh dari semangat modernisme yang dibawa oleh bangsa Eropa tersebut. Alhasil kemajuan terjadi di berbagai sektor, di antaranya bidang kesehatan, pendidikan, militer, transportasi, perdagangan, dan industri. Kemajuan ini membawa peningkatan kemakmuran dan manfaat pada masyarakat Mesir kelas atas tetapi membuat kondisi lebih buruk bagi rakyat kelas bawah  sehingga Mesir tetap memperjuangkan kemerdekaannya sendiri dan pada tahun 1922 Mesir dinyatakan merdeka, tetapi Inggris baru resmi meninggalkan Mesir pada tahun 1954.

Revolusi di Mesir yang terjadi pada tahun 19526 membawa Gamal Abdul Nasser ke puncak kekuasaan. Revolusi yang awalnya ditunjukan untuk melengserkan Raja Faruq, namun gerakan tersebut menjadi lebih berambisi politik, dan kemudian beralih ke pembubaran monarki konstitusional dan aristokrasi di Mesir dan Sudan, mendirikan sebuah republik, mengakhiri kolonialisme Inggris, dan membulatkan kemerdekaan Sudan.  Semangat  nasionalis  dan  anti  imperealis  saat  itu mengantar Mesir pada sebuah era, yakni nasionalisme Arab. Nasser sendiri pada masa pemerintahannya juga berusaha membangkitkan nasionalisme Arab.

Di masa ini keluarga Leila Ahmed mengalami pergolakan. Ayahnya yang merupakan seorang terpelajar di bidang teknik sipil kehilangan pekerjaan karena  tidak sependapat dengan Nasser di proyek pembangunan bendungan Aswan. Bendungan Aswan adalah bendungan yang terletak di Kota Aswan dekat Sungai Nil, Mesir. Pada saat menjabat sebagai Presiden, Nasser menasionalisasi aset-aset negara seperti  terusan suez dan mengadakan  pembangunan  infrastruktur  besar-besaran diantaranya adalah proyek bendungan Aswan dengan bantuan Uni Soviet.  Ayah dari Leila Ahmed sangat lantang menentang pembangunan bendungan ini, Ia melihat proyek ini didorong oleh kepentingan politik dan berbahaya dari sisi ekologi karena dapat menyebabkan kerusakan lingkungan parah. Kondisi ini membuat keluarga Leila Ahmed kesulitan dan hal ini hampir saja menggagalkan impian Leila Ahmed untuk menempuh pendidikan di luar negeri.

Pada tahun 1960, Leila Ahmed belajar di Cambridge University. Sebelumnya sewaktu di Mesir Leila Ahmed pernah belajar di institusi sekolah Inggris. Dan disana Leila Ahmed mengalami banyak gejolak emosi yang saling kontradiktif. Di satu sisi Leila Ahmed sangat senang dengan pendidikan gaya Barat yang sedang dijalaninya tetapi di sisi lain ia merasa sangat terkucilkan karena ia menghadapai banyak  stereotip dan sifat rasis yang ditunjukan oleh guru dan teman-teman terhadap dirinya atau secara umum terhadap kebudayaan Arab. Saat itu kebudayaan Arab atau umat muslim dipandang bodoh, terbelakang, irrasional, dan tidak beradab.

Sampai disini Leila Ahmed merasa sangat kesulitan dalam mengidentifikasi dirinya sendiri. Di satu sisi dia hampir frustasi menghadapi stereotip dan sifat rasis yang ditunjukan oleh teman-temannya tersebut, menurut Leila Ahmed ini adalah hasil dari cara berpikir yang terlalu simplistik dalam melihat kebuadayaan Arab. Tetapi di sisi lain, ia juga cukup frustasi dengan semangat nasionalisme yang terlalu ekstrem yang dipaksakan oleh penguasa di negaranya. Di Inggris lah ia dapat melihat sesuatu dengan lebih seimbang, yakni tidak pada ekstrimisme dan juga tidak pada  simplifikasi berpikir.

Perjalanan dalam pembentukan identitasnya ini, kehidupan masa kecil yang bahagia dan menerima ajaran Islam yang dikategorikan olehnya sebagai Islam yang hidup, kemudian sifat represif yang ada di negaranya dalam rangka  menjunjung tinggi semangat nasionalisme Arab dan telah membuat Leila Ahmed dan keluarganya banyak dikucilkan ; terakhir, pengaruh pendidikan Barat yang ditempuhnya meskipun mendapat stereotip dan sifat rasis dari guru dan teman-temannya; semua pengalaman personal ini akan berpengaruh kuat di dalam karya-karyanya kemudian. Leila Ahmed telah melintasi batas-batas sosial dan budaya yang mengungkungnya saat itu.

Pengalaman yang beragam ini akan menjadi cakrawala tersendiri di dalam pemikirannya. Pengalaman ini juga telah membuat Leila Ahmed menjadi lebih seimbang dan sensitif dalam menganalisis berbagai persoalan. Dia tidak pernah mengatakan  bahwa  yang ini benar  dan  yang ini  salah. Dalam menganalisis sesuatu Leila Ahmed selalu mengurai kompleksitas persoalan di baliknya dan selalu menunjukan bahwa beragam jawaban sangat mungkin terhadap setiap pertanyaan.

Pada tahun 1970 kondisi perpolitikan di Mesir kembali bergejolak, yakni karena peristiwa kebangkitan Ikhwanul Muslimin. Sebelumnya, pada masa pemerintahan Nasser gerakan Ikhwanul Muslimin berusaha dihapuskan di mana ribuan anggotanya dipenjara dan dihukum, termasuk hukuman mati terhadap Sayyid Qutb dan enam anggota Ikhwanul Muslimin pada 29 Agustus 1966, ketika Qutb dituduh sebagai salah satu aktor dibalik rencana penggulingan pemerintahan dan pembunuhan Presiden Nasser serta beberapa pejabat pemerintahan lainnya. Qutb adalah pemikir Islam terkenal dan memiliki banyak pengaruh di Ikhwanul Muslimin.

Nasser meninggal dunia karena penyakit jantung pada 28 September 1970. Nasser digantikan oleh Anwar Sadat sebagai Presiden Mesir. Di masa pemerintahan Sadat anggota Ikhwanul Muslimin yang dipenjara mulai dilepaskan, dan gerakan ini dibiarkan berkembang pesat dan menyebarkan ideologinya ke berbagai penjuru negeri.

Leila Ahmed meninggalkan Mesir pada akhir tahun 1960-an, yakni di saat gerakan Ikhwanul Muslimin hampir tiada karena secara sistematis berusaha dihapus oleh rezim Nasser. Leila Ahmed selanjutnya mengikuti perkembangan Mesir lewat berita. Leila Ahmed merasa terkejut dengan kondisi negaranya yang menurun secara drastis menjadi negara yang sangat intoleran dan terjadi penyebaran yang sangat masif atas paham islamisme sesudah kebangkitan Ikhwanul Muslimin pada tahun 1970-an. Dan berbarengan dengan itu, fenomena penggunaan hijab terjadi di hampir seluruh kota dan menyebar sampai ke negara-negara lainnya bahkan termasuk Amerika dan Eropa.


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
• Karbelani. Kebangkitan Hijab di Akhir Abad 20; Kajian Tentang Pemikiran Leila Ahmed. Skripsi. Syarif Hidayatullah Jakarta
• https://akurat.co/id-622274-read-5-fakta-leila-ahmed-aktivis-gender-muslim-yang-bicara-soal-hijab-pada-dunia-barat


Download

Lihat Juga 
Leila Ahmed. Pemikiran Gender dalam Karya-Karyanya
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment