Fatima Mernissi. Biografi dan Pemikiran

Table of Contents
Biografi dan Pemikiran Fatima Mernissi
Fatima Mernissi

Tokoh Feminisme dalam Islam

Dalam perdebatan mengenai feminisme dalam Islam, sebenarnya perbedaan fisikal dan biologis yang bersifat kodrati (given) tidak dipersoalkan lagi, akan tetapi yang  dipersoalkan adalah mengapa perbedaan yang bersifat kodrati tersebut menyebabkan terjadinya pembedaan kemampuan perempuan baik dalam wilayahnya (publik-private/domestifikasi) maupun dalam peranannya (publik-private) dalam tataran sosial, budaya, maupun agama. Hal inilah yang menyebabkan munculnya gerakan feminisme dan secara akademis muncul pula analisis gender. Dalam kesempatan kali ini kita akan sedikit mengetahui bagaimana pemikiran feminisme Fatima Mernissi di saat pemikiran tentang feminisme akhir-akhir ini terasa sedemikian penting untuk dikaji lebih jauh.

Fatima Mernissi, dilahirkan di kota Fez, Maroko Utara pada tahun 1940. Ia berasal dari keluarga kelas menengah di sebuah harem, dalam lingkungan harem tersebut, kegelisahan intelektualnya bermula. Bersama sepupunya (Chama), Mernissi kecil selalu bertanya tentang harem, atau makna keterkukungan dalam harem. Sebagian anggota keluarganya (yang perempuan) menganggap harem sebagai hal yang baik. Sebagian lagi, termasuk ibunya yang sering melakukan protes terhadap pemisahan ruangan antara keluarganya dan keluarga pamannya, merupakan kelompok anti harem. Secara langsung maupun tidak, tindakan ibunya tersebut menanamkan kepadanya gagasan pembebeasan dan pemberontakan perempuan (Mernissi, 1991: 6). Begitupun dengan pendapat Lala Yasmina (neneknya), yang menyatakan bahwa batasan-batasan harem lebih dari sekedar batas-batas dinding yang secara fisik membatasi ruang gerak perempuan,  juga merupakan bibit kesadaran Mernissi atas keterkukungan perempuan (Mernissi, 1991: 69).

Mernissi mendapatkan pendidikan tingkat pertama di sekolah tradisional yang didirikan oleh golongan nasionalis, yang mengajarkan al-Qur’an dengan sistem  pelajaran  yang keras.  Hal ini berbeda  dengan pelajaran yang diterima dari neneknya, di mana al-Qur’an telah membukakan pintu baginya menuju sebuah agama yang puitis, yang dapat membawa ke dalam mimpi bukannya menjadi pelemah semangat belaka (Mernissi, 1991: 79).

Berikutnya perkenalannya dengan hadis yang terjadi di sekolah menengah yang justru malah mengguncang perasaannya. Kitab al-Bukhari yang diajarkan sang guru, di dalamnya menyebutkan bahwa Anjing, keledai dan wanita, akan membatalkan shalat seseorang apabila melintas di hadapan mereka, menyela antara orang yang shalat dengan Qiblat. Hal itu membuatnya hampir tak pernah mengulangi hadis tersebut, dengan harapan bahwa hadis ini akan terhapus dari ingatannya. Ia tak habis pikir, bagaimana mungkin Rasulullah mengatakan hadis yang bisa melukai perasaan gadis cilik seperti dirinya (Mernissi, 1991). Menginjak dewasa, Mernissi merasakan kebutuhan yang mendesak untuk mengumpulkan informasi mengenai hadis- hadis yang menurutnya menyudutkan perempuan (misoginis), lalu mencari nash-nash tersebut untuk dapat memahaminya dengan baik.

Perjalanan intelektual berikutnya dia dapatkan di Universitas Muhammad V di Rabbat, Mernissi mengambil program ilmu politik yang diselesaikannya pada tahun 1965. kemudian ia melanjutkan ke Paris, dan menyelesaikan program doktornya dalam bidang sosiologi di Universitas Brandeis pada tahun 1973, di mana Beyond The Veil merupakan disertasinya. Mernissi sempat bekerja sebagai wartawan (Amal Rasaam, dalam John L. Espsito (ed)., 1995: 93). Sekemablinya ke Maroko, ia mengajar pada Departemen Sosiologi di Universitas Muhammad V, sekaligus menjadi dosen The Institute of Scientific Research, pada Universitas yang sama tahun 1974-1981. Karirnya sebagai peneliti senior dikembangkan melalui IURS pada tahun 1981-1995. fokus penelitiannya berkisar pada usaha transformasi hasil penelitian yang bersifat pluralis-humanis dan  menopang  posisi  kelompok  minoritas  seperti perempuan dalam usaha menguatkan kedudukannya masyarakat sipil. Selain itu, ia juga bertindak sebagai konsultan di United Nation Agencies (UNESCO dan ILO), bank Dunia, Komisi Aga Khan dan terlibat secara aktif dalam gerakan perempuan, di samping ia juga tercatat sebagai anggota Pan Arab Women Solidarity Association.

Karya-karya yang telah ia hasilkan memberikan perhatian besar dalam kaitan dengan pola hubungan laki-laki dan perempuan, serta dominasi dalam sistem masyarakat patriarkhi. Buku-buku tersebut telah dikumpulkan  dan  dipublikasikan secara murah oleh sebuah jaringan Femmes Maghreb 2002 sejak tahun 1989-1995. Hal itu dilakukan, sebagai wujud nayata dari dedikasi dan upaya Mernissi untuk menyediakan informasi strategis sekaligus murah bagi masyarakatnya. Beberapa di antaranya adalah: Beyond The Veil Male-Female Dynamics in Modern Muslim Society (1975), The Veil and the Male Elite (1987), Equal Before Allah (bersama Riffat Hasan, 1987), Doing Daily Battle (1989), Women in Islam: In Historical Theological Enquaery (1991), Islam and Democracy: Fear of The Modern World (1992), The Forgotten Queens of Islam (1993), dan Dreams of Trespass Toles of a Harem Gildhood (1994).

Fatima Mernissi, pionir feminis Islam terkemuka asal Maroko tersebut meninggal dunia pada 30 November 2015 lalu. Fatima meninggal dalam usia 75 tahun. Bagi kalangan aktivis perempuan, Fatima adalah sosok yang sangat berpengaruh. Dia menjadi inspirasi untuk berani melakukan kritik dan memberikan alternatif penafsiran  terhadap tafsir-tafsir Al-Quran dan hadis yang merugikan perempuan.


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
• https://media.neliti.com. M. Rusydi. Perempuan di Hadapan Tuhan; Pemikiran Feminisme Fatima Mernissi.
• http://www.madinaonline.id/sosok/perginya-fatima-mernissi-ulama-yang-menginspirasi-perempuan-dunia/
• https://www.kompasiana.com. Agus Farisi. Paradigma Pemikiran Fatima Mernissi tentang Gende.
• http://islamlib.com/tokoh/fatima-mernissi-dan-pembelaan-terhadap-kaum-perempuan


Download

Lihat Juga 
1. Pemikiran Feminisme Fatima Mernissi dalam Karya-Karyanya
2. Pemikiran Fatima Mernissi tentang Kesetaraan
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment