Hans Eysenck. Teori Kepribadian
Table of Contents
Hans Eysenck |
Teori kepribadian Eysenck mempunyai komponen biologis dan psikometri yang kuat. Akan tetapi, Eysenck berargumen bahwa kecanggihan psikometri saja tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusia yang diperoleh melalui metode analisis faktor, kecuali jika sudah terbukti mempunyai suatu ekstensi biologis. Hal tersebut mungkin terlihat abstrak. Berikut penjabaran tentang hierarki perilaku yang dikemukakan Eysenck.
1. Hierarki perilaku
Eysenck membuat suatu hierarki yang tersusun atas empat level pengorganisasian perilaku. Untuk lebih jelasnya perhatikan uraian berikut.a. Level pertama (tindakan spesifik)
Sebagai level terendah, tindakan spesifik adalah perilaku atau pikiran individual yang tidak termasuk karakteristik seseorang. Sebagai contoh, seorang murid yang menyelesaikan tugas membaca termasuk dalam kategori respons spesifik.
b. Level kedua (tindakan umum)
Tindakan umum ialah respons yang terjadi secara berulang dalam kondisi serupa. Misalnya, seorang murid sering bertahan dengan suatu tugas sampai berhasil diselesaikannya. Perilaku seperti ini dapat menjadi respons umum. Sebagai kebalikan dari tindakan spesifik, respons umum harus cukup reliabel atau konsisten.
c. Level ketiga (sifat)
Beberapa respons umum yang saling berhubungan akan membentuk suatu sifat (traits). Eysenck mendefinisikan sifat sebagai disposisi kepribadian yang penting dan semipermanen. Sebagai contoh, murid akan mempunyai sifat tekun apabila dibiasakan menyelesaikan pekerjaan di kelas serta terus bekerja pada tugas-tugas lain sampai benar-benar tuntas.
d. Level keempat (tipe atau faktor)
Suatu tipe atau faktor terdiri dari beberapa sifat yang saling berkaitan. Sebagai contoh, ketekunan dapat berkaitan dengan inferioritas, penyesuaian emosional yang buruk, sifat pemalu secara sosial, serta beberapa sifat lain. Semua itu dapat membentuk faktor introversi, yakni kebalikan dari faktor ekstraversi.
2. Analisis faktor
Faktor-faktor yang dimaksud oleh Eysenck dalam teori kepribadian meliputi ekstraversi (E), neurotisme (N), serta psikotik (P). a. Ekstraversi (E)
Konsep Eysenck mengenai ekstraversi meliputi sembilan sifat (traits), yakni antisosial, pendiam, pasif, ragu, banyak pikiran, sedih, penurut, pesimis, serta penakut. Adapun sifat orang-orang introver adalah kebalikan dari sifat-sifat ekstraversi tersebut.
Eysenck meyakini penyebab utama perbedaan antara ekstraversi dan introversi terletak pada tingkat keterangsangan korteks atau cortical arousal level (CAL), yakni kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL adalah gambaran bagaimana korteks bereaksi terhadap stimulasi indriawi. CAL tingkat rendah artinya korteks tidak peka serta bereaksi lemah. Sebaliknya CAL yang tinggi berarti korteks mudah terangsang untuk bereaksi.
Seorang ekstrover memiliki CAL rendah sehingga banyak membutuhkan rangsangan indriawi untuk mengaktifkan korteksnya. Sebaliknya, pada orang introver, CAL-nya tergolong tinggi. Jadi, ia hanya membutuhkan sedikit rangsangan untuk mengaktifkan korteksnya. Maka, tak heran jika orang introver suka menarik diri serta menghindari situasi riuh rendah di sekelilingnya yang dapat membuatnya kelebihan rangsangan. Berikut beberapa perbedaan orang ekstrover dan introver.
b. Neurotisme (N)
Sebagaimana pola ekstraversi-introversi, hubungan antara neurotisme dan kestabilan mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck menyatakan bahwa beberapa penelitian menemukan bukti dasar genetika dari sifat (trait) neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, serta obsesif-kompulsif. Jadi, neurotisme berakar dari gen. Anak dapat dipastikan menderita neurotisme sebagaimana diderita orang tuanya. Begitu pula anak kembar akan memiliki kecenderungan neurotik identik antara satu dengan yang lain, misalnya, dalam hal jumlah tingkah laku asosial seperti kejahatan, tingkah laku menyimpang, homoseksualitas, serta alkoholisme.
Orang-orang yang menunjukkan skor tinggi dalam neurotisme memiliki kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara emosional. Mereka juga mempunyai kesulitan untuk kembali pada kondisi normal setelah terstimulasi secara emosional. Mereka sering mengeluhkan gejala-gejala fisik, seperti sakit kepala dan punggung serta mempunyai masalah psikologis yang kabur, misalnya kekhawatiran dan kecemasan.
Hanya saja, neurotisme bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa saja mendapat skor neurotisme tinggi, tetapi terbebas dari simtom gangguan psikologis. Menurut Eysenck, skor neurotisme mengikuti diathesis-strees model, yakni skor N yang tinggi lebih rentan terdorong mengembangkan gangguan neurotik dibanding skor N rendah ketika menghadapi situasi menekan.
Dasar biologis dari neurotisme adalah kepekaan reaksi sistem saraf otonom atau automatic nervous system reactivity (ANS). Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi, pada kondisi lingkungan wajar sekalipun sudah merespons secara emosional sehingga mudah mengembangkan gangguan neurotik. Neurotisme dan ekstraversi dapat digabungkan dalam bentuk hubungan CAL dan ANS serta garis absis ordinat. Kedudukan setiap orang pada bidang dua dimensi itu bergantung pada tingkat ekstraversi dan neurotisme.
Faktor neurotisme dapat dikombinasikan dengan faktor ekstraversi. Beberapa orang dapat memiliki skor tinggi dalam skala neurotisme, tetapi menunjukkan gejala-gejala yang berbeda. Hal itu sangat bergantung pada derajat ekstraversi atau introversi masing-masing. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel beserta penjelasan berikut.
Penjelasan tabel:
1) A adalah orang introver-neurotik (introversi dan neurotisme ekstrem) atau memiliki CAL dan ANS tinggi. Orang itu cenderung memiliki simtom-simtom kecemasan, depresi, fobia, serta obsesif-kompulsif yang oleh Eysenck disebut mengidap gangguan psikis tingkat pertama (disorders of the first kind).
2) B adalah orang ekstrover-neurotik atau memiliki CAL rendah, tetapi ANS tinggi. Orang itu cenderung psikopatik, kriminal, serta delingkuen atau mengidap gangguan psikis tingkat kedua (disorders of the second kind).
3) C adalah orang normal yang introver. Beberapa karakternya yang dominan, di antaranya tenang, berpikir mendalam, serta dapat dipercaya.
4) D adalah orang normal yang ekstrover. Orang ini memiliki karakter dominan riang, responsif, serta senang berbicara dan bergaul.
Selanjutnya, Eysenck merumuskan teori relasi N-E. Teori ini disebutnya sebagai dinamika kepribadian. Menurut Eysenck, dinamika kepribadian mempelajari interaksi antarfaktor dari kepribadian tertentu. Extraversi (E) dan Neurotisme (N) diberikan ruang dua dimensi untuk menggambarkan perbedaan individu dalam hal perilaku. Pada prinsipnya, setiap orang dapat ditempatkan dalam ruang dua dimensi (N dan E), tetapi dalam tingkatan yang berbeda.
Eysenck membuat empat tipe kepribadian dasar sebagai berikut. Pertama, jika N tinggi dan E rendah maka termasuk tipe orang melankolis. Kedua, jika N dan E sama-sama tinggi maka termasuk tipe orang choleric. Ketiga, jika N rendah dan E tinggi maka tergolong tipe orang sanguine. Keempat, jika N dan E sama-sama rendah maka tergolong tipe orang apatis.
c. Psikotik (P)
Seperti halnya ekstraversi dan neurotisme, psikotik adalah faktor yang bersifat bipolar. Psikotik berada dalam satu kutub sedangkan superego terdapat pada kutub yang lain. Orang dengan skor P tinggi biasanya mempunyai sifat egosentris, dingin, tidak mudah menyesuaikan diri, impulsif, kurang empatik, kreatif, keras hati, kejam, agresif, curiga, psikopatik, serta antisosial. Sebaliknya, orang dengan skor psikopatik rendah—yang mengarah pada superego—cenderung bersifat altruis, hangat, akrab, tenang, sabar, mudah bersosialisasi, empati, peduli, kooperatif, mudah menyesuaikan diri, serta konvensional.
Seperti pada ekstraversi dan neurotisme, psikotisisme mempunyai unsur genetik yang besar. Sebagaimana neurotisme, psikotisisme juga mengikuti diathesis-strees model. Orang yang variabel psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mempunyai predisposisi untuk mengidap stres dan gangguan psikotik.
Pada masa seseorang hanya mengalami stres rendah, skor psikotik tinggi masih bisa berfungsi normal. Namun, ketika mengalami stres yang berat, orang menjadi psikotik melebihi fungsi kepribadian normal sehingga sulit untuk dikendalikan. Sebaliknya, orang dengan skor P rendah tidak terlalu rentan pada psikosis yang berhubungan dengan stres. Orang itu mungkin tidak akan mengalami kehancuran secara psikotik pada periode stres yang ekstrem. Menurut Eysenck, semakin tinggi skor psikotik maka kian rendah kadar stres yang dibutuhkan untuk menimbulkan reaksi psikotik.
Dengan demikian, pandangan Eysenck terhadap kepribadian memperbolehkan setiap orang untuk diukur dalam tiga faktor yang independen. Skor yang dihasilkan akan dipetakan pada ruang dengan tiga koordinat. Sebagai contoh, seseorang memiliki skor cukup tinggi pada superego, tinggi pada ekstraversi, dan mendekati titik tengah pada skala neuotisme/stabilitas.
3. Kriteria faktor
Eysenck berargumen bahwa setiap faktor memenuhi empat kriteria yang ia berikan untuk mengidentifikasi dimensi kepribadian. Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut.a. Bukti psikometrik yang kuat harus ada di dalam setiap faktor, terutama E (ekstraversi) dan N (neurotisme). Kesimpulan dari kriteria ini adalah bahwa faktor harus reliabel dan dapat direplikasi. Peneliti lainnya—dari laboratorium terpisah—juga harus dapat menemukan faktor tersebut dan secara konsisten mengidentifikasikan E, N, dan P (psikotik).
b. Dasar biologis yang kuat harus terdapat di dalam masing-masing faktor. Artinya, setiap faktor harus memiliki keterwarisan (herbility) dan sesuai dengan model genetis yang sudah dikenal sebelumnya. Kriteria ini mengeliminasi karakteristik yang dipelajari, seperti kemampuan mengimitasi suara-suara dari orang terkenal, keyakinan agama, ataupun pandangan politik.
c. Tiga dimensi kepribadian Eysenck secara teoretis sangat rasional. Eysenck menggunakan metode deduktif dalam melakukan investigasi. Ia memulai dengan satu teori, kemudian mengumpulkan data yang konsisten secara logis dengan teori tersebut. Carl Jung melihat efek yang berpengaruh dari perilaku ekstraversi dan introversi (faktor E). adapun Sigmund Freud menekankan pentingnya kecemasan (faktor N) dalam pembentukan perilaku. Selain itu, psikotik (faktor P) selaras dengan para pakar teori seperti Abraham Maslow, yang menggagas kesehatan psikologis mencakup mulai dari aktualisasi diri (skor P rendah) hingga skizofrenia dan psikosis (skor P tinggi).
d. Berkaitan dengan eksistensi, suatu faktor harus mempunyai relevansi sosial. Artinya, faktor yang didapatkan secara matematika harus memiliki hubungan (tidak harus kausal) dengan variabel sosial yang relevan, seperti kecanduan obat-obatan, kerentanan akan cedera tak disengaja, performa cemerlang dalam olahraga, perilaku psikotik, kriminalitas, dan sebagainya.
4. Mengukur kepribadian
Eysenck mengembangkan inventori untuk mengukur empat faktor kepribadian yang digagasnya. Pertama, maudsley personality inventory (MPI). Inventori ini hanya mengkaji E dan N serta menghasilkan beberapa korelasi dari kedua faktor tersebut.Kedua, eysenck personality inventory (EPI). Alat tes ini memiliki skala kebohongan untuk mendeteksi kepura-puraan. Tes tersebut dapat mengukur E dan N secara independen dengan korelasi yang hampir 0 antara E dan N.
Ketiga, eysenck personality questionnaire (EPQ). Alat tes ini turut memasukkan skala psikotik (P). alat tes EPQ yang mempunyai versi dewasa dan juga anak-anak merupakan revisi (penyempurnaan) dari EPI yang sampai saat ini masih diterbitkan.
Keempat, eysenck personality questionnaire-revised (EPQR). Alat tes ini merupakan perbaikan dari EPQ.
Ket. klik warna biru untuk link
Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik sampai Modern. IrcisoD. Yogyakarta
Download
Baca Juga
1. Hans Eysenck. Biografi Psikolog
2. Hans Eysenck. Psikopatologi
Post a Comment