Immanuel Kant. Pengandaian-pengandaian filosofis

Table of Contents
Pengandaian-pengandaian filosofis Immanuel Kant
Immanuel Kant
Apa yang menjadi tujuan Kant dalam menyusun filsafat moralnya? Dalam bidang teori, ilmu pengetahuan mengklaim keabsahan objektif dan universal. Dalam Kritik Akal Budi Murni, Kant memperlihatkan bahwa filsafat sampai saat itu tidak berhasil memberi pendasaran kepada klaim itu. Lalu Kant sendiri mengonstruksikan pendasaran baru terhadap ilmu pengetahuan.

Begitu pula, dalam bidang praxis atau tindakan moralitas mengklaim Keabsahan Objektif dan Universal. Claim itu sudah didobrak oleh berbagai kritik dalam bidang etika. Pembaruan filsafat praktis Kant bertujuan untuk memberikan pendasaran baru kepada klaim moralitas itu. Sebelum Kant, asal usul moralitas dicari dalam tatanan alam (Stoa, Spinoza) atau dalam hukum kodrat (Thomas Aquinas), dalam hasrat untuk mencapai kebahagiaan (seluruh filsafat pra-Kant), dalam pengalaman nikmat (Epikuros), dan perasaan moral (Hume), atau dalam kehendak Allah (Agustinus, Thomas Aquinas). Kant memperlihatkan bahwa dengan cara itu klaim moralitas atas keabsahan universal tidak dapat dipikirkan. Satu-satunya cara yang mungkin adalah melalui subjek sendiri. Sumber moralitas terletak dalam otonomi, dalam hukum yang diberikan oleh kehendak sendiri. Sumber moralitas menurut Kant tak lain adalah kebebasan. Karena itu, kebebasan diberikan pendasaran filosofis yang baru.

Pendasaran moralitas baru Kant ini bukan sekedar peristiwa dalam sejarah filsafat. Dalam perdebatan filsafat dewasa ini tentang pendasaran moralitas pemikiran Kant tetap menjadi acuan paling penting. Prof. Otfried Hoffe menunjukkan bahwa Kant memenuhi dua prasyarat yang harus dipenuhi seorang lawan bicara yang menarik.

Pertama, Kant sepakat dengan anggapan-anggapan paling dasar kebanyakan aliran etika normatif kontemporer. Ia menolak relativisme, skeptisisme, dan dogmatisme dalam etika; ia berpendapat bahwa penilaian dan tindakan moral bukan urusan perasaan pribadi (moral sentiment) atau keputusan sewenang-wenang (decisionism) dan juga bukan masalah asal usul sosio-kultural, sopan santun, atau adat istiadat (relativisme kultural). Ia berpendapat bahwa tindakan manusia berada di bawah keterikatan moral yang mutlak dan dapat dituntut pertanggungjawabannya oleh orang lain. Penilaian dan tindakan moral harus dapat dibenarkan dengan argumentasi yang rasional. Adapun Kant menempatkan argumentasi itu atas dasar sebuah prinsip moralitas tertinggi.

Kedua, perdebatan dengan Kant terjadi di mana etika dewasa ini sendiri tidak lagi sepakat: tentang penentuan prinsip moral itu. filsafat moral Kant merupakan salah satu model etika terpenting. Dengan serangannya yang frontal terhadap etika eudemonisme, etika Kant merupakan salah satu alternatif terpenting dalam usaha perumusan prinsip moralitas. Bahkan, dapat dikatakan bahwa hanya ada dua pola dasar etika universalistik: eudemonisme dan etika kewajiban Kant.

Etika Kant tentu saja tidak tanpa problematika. Friedrich Schller dan Benjamin Constant menuduh bahwa Kant jatuh ke dalam Rigorisme; Hegel mengkritik bahwa Kant melepaskan moralitas dari lingkungan sosial; Scheler dan Nicolai Hartmann menolak Formalisme-nya; dan khususnya Scheler juga menuduh bahwa etika Kant merupakan sebuah Gesinnungsethik yang hanya memperhatikan sikap batin dan melalaikan pelaksanaan. Etika kewajiban Kant juga dianggap biang keladi ketaatan Prussia yang menjadi ciri khas angkatan bersenjata dan korps pegawai negeri Prussia.

Kadang-kadang Kant sendiri menjadi alasan salah paham karena mengungkapkan diri dengan kurang jelas. Kritik Hegel bahwa Kant tidak memahami peran aturan sosial bagi moralitas memang tepat, kalau melihat Grundlegung zur Metaphysik der Sitten dan Kritik der praktischen Vernunft saja. Namun, dalam Metaphysik der Sitten kemudian Kant juga mengembangkan sebuah moralitas substansial. Adapun dalam tulisan-tulisannya mengenai filsafat politik, Kant juga merumuskan pola masyarakat mana yang menunjang etika kebebasannya.

Agar dapat mengerti uraian Kant, kita harus jelas dulu mengenai metode serta arti paham-paham kunci yang dipakainya. Yang penting diperhatikan, metode Kant adalah murni Apriori. Apriori di sini berarti tanpa mempergunakan data-data realitas, misalnya pandangan orang, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai budaya, lembaga-lembaga, perkembangan sejarah, struktur sosial, dan sebagainya. Jadi, metode Kant adalah murni deduktif, tanpa perhatian kepada unsur-unsur pengalaman empiris. Menurut Kant, prinsip-prinsip moralitas tidak tergantung pada pengalaman sama sekali.

Lalu dari mana metode apriori itu bertolak? Dari konsep atau paham-paham moral yang sama sekali apriori mempunyai kedudukan dan asal-usul dalam akal budi. Ternyata salah satu paham kunci Kant adalah Akal Budi, dalam bahasa Jerman Vernunft (yang harus dibedakan dari Rasio atau Verstand). Apa itu akal budi?

Akal budi adalah kemampuan untuk mengatasi medan pancaindra, medan alam. Akal budi itu adalah murni apabila, atau karena, ia bekerja tanpa penentuan oleh unsur-unsur empiris dari medan pancaindra, jadi secara tak tergantung pada pengalaman dan faktor-faktor empiris. Akal budi yang mengenai pengertian adalah Akal Budi Teoretis, sedangkan yang mengenai tindakan adalah Akal Budi Praktis. Karena itu, kita mendapat Akal Budi Teoretis Murni (yang dikritik dalam Kritik Akal Budi Murni) dan Akal Budi Praktis Murni (yang kritik dalam Kritik Akal Budi Praktis).

Ada perbedaan besar antara dua akal budi murni itu. Yang teoretis oleh Kant Justru ditolak. Tak ada pengertian teoretis sah yang tidak berdasarkan pengertian indriawi. Sebaliknya, dalam tindakan hanyalah akal budi praktis murni, jadi yang tidak bersyaratkan data-data empiris, yang dapat menemukan prinsip-prinsip moral. Dalam bukunya Kritik Akal Budi (teoretis) Murni, Kant membongkar klaim-klaimnya, misalnya bahwa ia dapat mengetahui dunia, jiwa, dan Allah. Namun, dalam Kritik Akal Budi Praktis (murni) Kant justru menolak pencemaran akal budi dengan pengalaman empiris dan mendasarkan diri pada akal budi praktis murni itu.

Apa itu akal budi praktis (murni apriori)? Ia adalah kemampuan untuk memilih tindakan tanpa segala penentuan indriawi, misalnya dorongan batin, kebutuhan, nafsu, emosi, perasaan yang menyenangkan, dan perasaan yang tidak menyenangkan. Jadi, akal budi praktis adalah kemampuan (manusia) untuk bertindak tidak menurut hukum alam yang sudah ada. Ciri khasnya adalah kebebasan. Lalu akal budi praktis bertindak bagaimana? Ia bertindak secara bebas atau otonom, dalam arti ia sendiri memikirkan (Vorstellung) hukum-hukum, mengakui hukum-hukum itu sebagai prinsip dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip itu. Bertindak menurut hukum-hukum yang dibayangkan sendiri adalah kehendak. Menghendaki berarti bertindak sesuai dengan sesuatu yang diakui sendiri sebagai hukum. Karena itu, akal budi praktis adalah kemampuan untuk menghendaki.

Kehendak tidak menghapus dorongan-dorongan alami, tetapi ia ditentukan olehnya. Ia dapat mengambil jarak dan mengambil keputusan sesuai dengan apa yang dinilai tepat, dalam bahasa Kant, menurut prinsip-prinsip yang diakui sendiri.

Kant mengembangkan etikanya dari paham akal budi praktis itu. Ia menyelidiki implikasi-implikasinya. Ada empat tugas dasar yang perlu dilakukan oleh etikanya: a) menemukan dan menetapkan Paham Moralitas, b) mengembangkan implikasinya, yaitu Imperatif Kategoris, c) menemukan asal usul moralitas dalam Otonomi Kehendak, dan d) membuktikan Realitas Moralitas itu dengan Faktum Akal Budi.


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Suseno, Franz Magnis. 1996. 13 Tokoh Etika; Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19. Kanisius. Jogjakarta


Download

Baca Juga
1. Immanuel Kant
2. Immanuel Kant (1724-1804 M)
3. Immanuel Kant. Apa itu Moralitas?
4. Immanuel Kant. Imperatif Kategoris
5. Immanuel Kant. Otonomi Kehendak
6. Immanuel Kant. Fakta Akal Budi
7. Immanuel Kant. Postulat-Postulat
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment