Max Weber. Tentang Nilai-nilai

Table of Contents
Max Weber Tentang Nilai-nilai
Nilai Sosial
Persepsi umum atas pandangan Weber tentang nilai ialah bahwa para ilmuwan sosial tidak boleh membiarkan nilai-nilai pribadi mereka memengaruhi riset ilmiahnya dengan cara apa pun (bebas-nilai). Namun, seperti yang akan diuraikan, persepsi Weber tentang nilai-nilai jauh lebih rumit dan tentunya tidak dapat direduksi kepada gagasan sederhana bahwa nilai-nilai harus dijauhkan dari sosiologi.

Nilai-nilai dan Pengajaran

Menurut Weber, para akademisi mempunyai hak penuh untuk mengungkapkan nilai-nilai pribadi mereka secara bebas di ruang publik, namun tidak di ruang akademik. Dengan kata lain, ruang kuliah harus dipisahkan dari arena diskusi publik. Perbedaan tersebut terletak pada hakikat audiensnya. Kerumunan yang sedang menyaksikan seorang pembicara publik, memilih untuk berada di sana dan dapat meninggalkan tempat itu kapan saja. Di ruang kelas, sang akademisi mengungkapkan fakta-fakta, bukan nilai-nilai pribadi. Meskipun para guru mungkin tergoda menyisipkan nilai-nilai karena hal itu membuat kuliah menjadi lebih menarik, namun para guru harus berhati-hati dalam memakai nilai-nilai, karena nilai demikian akan melemahkan semangat mahasiswa untuk melakukan analisis empiris yang tenang (Weber, 1903-1917/1949: 9). Meski ada keambiguan, Weber menganut pendirian ini dikarenakan kepercayaannya pada kemungkinan pemisahan antara fakta dan nilai.

Nilai-nilai dan Riset

Weber betul-betul percaya pada kemampuan memisahkan fakta dari nilai, Penyelidik dan guru harus memisahkan tanpa syarat penyusunan fakta-fakta empiris... dan penilaian-penilaian pribadinya sendiri, yakni, penilaian atas fakta-fakta tersebut sebagai hal yang memuaskan atau tidak memuaskan (1903-1917/1949: 11). Dia sering membedakan antara pengetahuan eksistensial akan apa yang ada dan pengetahuan normatif atas apa yang harus ada (Weber, 1903-1917/1949).

Meski demikian, Weber tidak bekerja dengan pandangan yang sederhana bahwa nilai-nilai harus dilenyapkan secara total dari riset sosial. Weber merasakan peran nilai-nilai di dalam suatu aspek spesifik proses riset, dia menganggap bahwa nilai-nilai harus dijauhkan dari himpunan aktual data riset. Maksud Weber dalam hal ini adalah bahwa kita harus memakai prosedur-prosedur tetap penyelidikan ilmiah, seperti pengamatan yang akurat dan perbandingan-perbandingan sistematik.

Nilai-nilai dibatasi ketika riset sosial belum dimulai. Nilai-nilai ini harus membentuk pemilihan objek-objek yang hendak dipelajari. Ide-ide Weber mengenai peran nilai-nilai sebelum dilakukannya riset sosial tertangkap di dalam konsepnya mengenai relevansi nilai. Relevansi nilai ini berasal dari karya sejarawan Jerman, Heinrich Rickert. Bagi Rickert, relevansi nilai-nilai meliputi pemilihan bagian-bagian realitas empiris yang mewujudkan satu atau beberapa dari nilai budaya umum yang dianut oleh orang-orang di dalam masyarakat di lingkungan para pengamat ilmiah (Burger, 1976: 36). Hal ini berarti bahwa pemilihan objek-objek yang hendak dipelajari akan dilaksanakan berlandaskan hal yang dianggap penting di dalam masyarakat tertentu tempat para peneliti hidup.

Oleh karena itu, bagi Weber, pertimbangan-pertimbangan nilai tidak sepenuhnya dikeluarkan dari wacana ilmiah. Meskipun Weber menentang perancuan fakta dan nilai, dia tidak percaya bahwa nilai-nilai harus dikeluarkan dari ilmu-ilmu sosial: Suatu sikap ketidakacuhan moral tidak ada hubungannya dengan objektivitas ilmiah (1903-1917/1949: 60). Dia siap untuk mengakui bahwa nilai-nilai mempunyai tempat tertentu, meskipun dia mengingatkan para peneliti agar berhati-hati soal peran nilai-nilai: Harus selalu dibuat jelas... persisnya di titik tempat penyelidik ilmiah membisu dan orang yang mengevaluasi dan bertindak mulai bicara (Weber, 1903-1917/1949: 60). Ketika pengungkapan pendirian-pendirian nilai, para peneliti sosiologis dan pendengarnya harus selalu tetap waspada terhadapnya.

Ada suatu jurang antara apa yang dikatakan Weber dan apa yang benar-benar dia lakukan. Weber tidak takut mengungkapkan pertimbangan nilai, bahkan selagi melakukan analisis terhadap data historis. Contohnya, dia mengatakan bahwa badan sosial negara Romawi menderita penyakit kejang. Bisa dikatakan bahwa di dalam karya aktual Weber, nilai-nilai bukan hanya alat dasar untuk menyeleksi topik-topik yang hendak dipelajari tetapi juga terlibat di dalam perolehan pengetahuan yang bermakna mengenai dunia sosial. Gary Abraham (1992) telah menunjukkan bahwa karya Weber, khususnya pandangan-pandangannya mengenai Yudaisme sebagai suatu agama dunia, telah dibelokkan oleh nilai-nilainya. Abraham berargumen bahwa jenis bias itu tidak hanya memengaruhi ide-ide Weber mengenai Yudaisme, tetapi juga karyanya secara umum. Fakta tersebut membersitkan keraguan yang lebih jauh pada Weber sebagai seorang sosiolog yang bebas nilai, dan juga pada pandangan konvensional atas Weber sebagai seorang pemikir liberal. Seperti dikatakan Abraham, Max Weber mungkin dekat dengan liberalisme toleran sedekat yang dapat diberikan mayoritas orang Jerman pada masa itu (1992: 22). Weber lebih merupakan seorang nasionalis yang mendukung pembauran kelompok-kelompok minoritas daripada seorang liberal klasik yang mendukung pluralisme, dan nilai-nilai itu mempunyai efek yang mendalam pada karyanya (G. Roth, 2000).

Satu aspek lain dari karya Weber mengenai nilai-nilai yang patut diperhatikan ialah, ide-idenya mengenai peran ilmu-ilmu sosial dalam membantu orang membuat pilihan-pilihan di antara berbagai pendirian-pendirian nilai fundamental. Pada dasarnya, pandangan Weber ialah bahwa tidak ada cara memilih yang ilmiah di antara pendirian-pendirian nilai alternatif. Oleh karena itu, para ilmuwan tidak boleh dianggap mampu membuat pilihan-pilihan demikian untuk masyarakat. Ilmu-ilmu sosial, yang merupakan ilmu-ilmu empiris yang ketat, adalah yang paling cocok untuk dianggap menyelamatkan individu dari kesulitan membuat suatu pilihan (Weber, 1903-1917/1949: 19). Ilmuwan sosial dapat menarik kesimpulan-kesimpulan faktual tertentu dari riset sosial, tetapi riset itu tidak dapat mengatakan kepada orang apa yang harus dilakukan. Riset empiris dapat membantu orang memilih alat-alat yang memadai untuk mencapai suatu tujuan, tetapi itu tidak dapat membantu mereka memilih tujuan itu yang dipertentangkan dengan tujuan-tujuan lain. Weber berkata, Suatu ilmu empiris tidak akan pernah memberikan norma-norma dan ideal-ideal yang mengikat yang mengarahkan kegiatan praktis langsung (1903-1917/1949: 52).


Ket. klik warna biru untuk link

Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Download

Baca Juga
1. Max Weber. Biografi
2. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi
3. Teori-Teori Sosiologi Sesudah Comte: Mazhab Ekonomi
4. Max Weber. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
5. Max Weber. Metodologi: Sejarah dan Sosiologi
6. Max Weber. Sosiologi Substantif
7. Max Weber. Verstehen dan Kausalitas
8. Max Weber. Tindakan Sosial
9. Max Weber. Rasionalisasi
10. Paradigma Sosiologi. Definisi Sosial
11. Max Weber. Struktur-Struktur Otoritas
12. Weber dan Teori Tindakan
13. Max Weber. Tipe-Tipe Ideal
14. Pokok Bahasan Sosiologi
15. Weber dan Teori Tindakan

16. Max Weber. Tipe-Tipe Rasionalitas
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment