David Hume. Skeptisisme

Skeptisisme David Hume
David Hume
Hume memulai penelitiannya mengenai pengertian manusia dengan serangan terhadap metafisika. Metafisika berdasarkan usaha kesombongan manusia yang pertama, yang ingin memahami hal-hal yang tidak tertembus bagi rasio atau yang semata-mata berakar dalam takhayul masyarakat. Sudah waktunya untuk menghancurkan pertanyaan-pertanyaan metafisika untuk selamanya.

Sama dengan Locke, Hume menyangkal anggapan rasionalisme bahwa ada paham-paham dan prinsip-prinsip yang kita ketahui berasal murni dari akal budi, lepas dari segala pengalaman. Menurut Hume, segala isi kesadaran berasal dari pengalaman indriawi. Hanya ada dua macam pengertian, yaitu pengalaman indriawi, baik dari luar maupun perasaan-perasaan batin, yang disebutnya impressions, dan isi-isi hasil asosiasi impresi-impresi itu, yang disebutnya ideas atau gagasan. Yang terakhir termasuk prinsip-prinsip ilmu ukur (misalnya hukum Pythagoras), juga pikiran tentang Tuhan. 


Karena gagasan-gagasan ini semata-mata berdasarkan asosiasi antara impresi-impresi, pengalaman-pengalaman indriawi dan batin, gagasan-gagasan itu tidak memiliki eksistensi sendiri. Bahwa jumlah sudut dalam segi tiga adalah 180 derajat tidak berarti bahwa ada segi tiga. Begitu pula, pemikiran tidak dapat mengetahui apa pun tentang Tuhan. Jadi, gagasan-gagasan itu semata-mata mencerminkan proses-proses psikis kita dalam menghubungkan dan mengkombinasikan data-data empiris. Oleh karena itu, konsepsi Hume dapat disebut Psikologisme.

Dengan demikian, Hume menolak adanya kebenaran-kebenaran yang mutlak, yang pasti. Semua kebenaran bersifat faktual, dalam arti berdasarkan adanya kesan indriawi atau data pengalaman yang kebetulan. Yang dapat kita ketahui semata-mata kesan-kesan indriawi satu-satu. Secara objektif tidak ada kepastian bahwa pengalaman yang sering terulang akan terus terulang, misalnya batu yang dilempar ke atas mesti jatuh ke bawah lagi. Apa yang kita sebut hukum alam bukanlah kepastian objektif, melainkan berdasarkan kepercayaan kita semata-mata. Kepercayaan itu sendiri berdasarkan perasaan kebiasaan: kita sudah terbiasa bahwa apa yang dulu terjadi akan terjadi lagi. Sebenarnya tidak ada kepastian, melainkan hanya kebarangkalian. Hume di sini sebenarnya sudah mendahului ajaran modern tentang sifat statistik hukum-hukum alam. Karena itu, Hume menganut skeptisisme; ia tidak menerima bahwa ada pengetahuan yang memberikan kepastian.

Secara khusus Hume mengkritik, atau menurut dia sendiri membongkar, dua pengertian paling dasar metafisika: pengertian kausalitas atau penyebaban, dan pengertian substansi. Kalau sebuah bola bilyar lain dan yang pertama berhenti bergerak, sedangkan yang kedua meneruskan gerakannya, kita mengatakan bahwa hantaman bola bilyar pertama menyebabkan gerakan bola bilyar kedua. Namun, menurut Hume tidak ada dasar sama sekali untuk mengatakan demikian. Yang kita amati hanyalah pos hoc, bukan propter hoc, hanyalah bahwa sesudah dua bola itu bersentuhan, yang satunya mulai bergerak, tetapi kita tidak melihat gerakan bola kedua adalah karena bola yang pertama. Pengamatan empiris selalu hanya menyediakan urutan dalam waktu, tidak pernah sebuah hubungan internal.

Demikian halnya pengertian substansi. Dengan substansi kita maksudkan sesuatu yang berada pada dirinya sendiri, di mana berbagai sudut menjadi satu, ya dalam substansi itu. Namun, gagasan itu pun hanyalah gagasan psikologis, bukan ontologis. Dalam kenyataan kita hanya melihat berbagai segi yang melekat pada sesuatu, a bundle of perceptions, dan tidak pernah sesuatu itu sendiri. Bahwa kita menganggap semua segi seseorang—gerak-geriknya, bentuknya, warnanya, tertawanya, dan sebagainya—sebagai ciri orang itu adalah semata-mata berdasarkan kebiasaan bahwa segi-segi itu selalu muncul bersama. Pengalaman indriawi tidak memuat apa pun tentang sebuah substansi di belakang segi-segi itu.

Itu bahkan berlaku bagi keakuan kita sendiri. Kita berpendapat bahwa keakuan kita merentangkan diri secara identik melalui waktu. Namun, sebenarnya aku ini hanyalah deretan kontinu kesan-kesan. Kelihatan bahwa Hume memang pemikir empiristik murni. Empirisme itu epistemologis karena mengenai batas kemampuan pengetahuan manusia, termasuk epistemologi, filsafat pengetahuan.


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Suseno, Franz Magnis. 1996. 13 Tokoh Etika; Sejak Zaman Yunani Sampai Abad Ke-19. Kanisius. Jogjakarta


Download

Baca Juga
1. David Hume
2. David Hume (1711-1776)
3. David Hume. Etika
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "David Hume. Skeptisisme"