Aksiologi Studi Islam

Table of Contents
Aksiologi Studi Islam
Studi Islam
Aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan yang meliputi nilai-nilai, atau parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu dalam konteks kawasan yang terkait dalam kehidupan yaitu kawasan sosial, kawasan fisik material, kawasan spiritual, dan kawasan simbolik yang masing-masing mempunyai kriteria yang berbeda. Lebih-lebih dari itu aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah normatif bagi penerapan ilmu pengetahuan itu ke bidang praksis. Untuk pengembangan dan penerapan studi Islam diperlukan apa yang disebut etika profetik. Etika profetik adalah etika yang dikembangkan atas dasar nilai-nilai ilahiah (qawliyyah) bagi pengembangan dan penerapan ilmu. Ada beberapa butir nilai, hasil deduksi dari al-Qur’an, yang dapat dikembangkan untuk etika profetik pengembangan dan penerapan ilmu dan teknologi.

Mengacu kepada nilai kerahmatan, berarti ilmu itu hendak ditujukan bagi kepentingan dan kemaslahatan seluruh umat manusia dan alam semesta, Allah berfirman: Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS. Al-Anbiya’ [21]: 107).

Sedangkan nilai amanah, ilmu itu adalah amanah Allah bagi pemangkunya, dengan demikian pengembangan dan penerapannya dilakukan dengan niat, cara dan tujuan sebagaimana dikehendaki Allah. Allah juga berfirman: Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat (tugas-tugas keagamaan) kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (QS. Al-Ahzab [33]:72).

Nilai dakwah, yakni pengembangan dan penerapan ilmu merupakan wujud dialog dakwah menyampaikan kebenaran Islam. Allah berfirman: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal saleh dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri (QS. Fussilat [41]: 33).

Nilai tabsyir, hendaknya menjadi pemangku ilmu yang senantiasa memberi harapan baik kepada umat manusia tentang masa depan mereka, termasuk menjaga keseimbangan/kelestarian alam, Allah berfirman: Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni neraka (QS. Al-Baqarah [2]: 119).

Sedangkan untuk mencapai nilai ibadah, maka pemangku ilmu, pengembangan dan penerapan itu merupakan ibadah. Allah berfirman: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku (QS. Az-Zaariyat [51]: 56). Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tidalah Engaku menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, peliharalah kami dari siksa neraka (QS. Ali Imran [3]: 190-191).

Pada konsep aksiologi ini, hasil konsepsi yang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan, seperti iman dan ilmu dari dua konsep yang ada sebelumnya.


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Syukur, Suparman. 2007. Epistemologi Islam Skolastik; Pengaruhnya Pada Pemikiran Modern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
 

Download

Baca Juga
1. Konsep Ilmu Menurut Pandangan Islam
2. Implikasi Konsep Ilmu dalam Pandangan Islam 
3. Ontologi Studi Islam
4. Epistemologi Studi Islam
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment