Suhrawardi Al-Maqtul. Metodologi Filsafat
Table of Contents
Suhrawardi Al-Maqtul |
Pembagian masalah pokok metafisika Suhrawardi dan upayanya untuk memperlihatkan keunggulan epistemologis modus pengetahuan eksperiensial (berdasarkan pengalaman) yang diobjektifikasi merupakan sebagian karakteristik struktural dan metodologis khas filsafat iluminasi. Sejak masa Suhrawardi, prinsip-prinsip ini telah digunakan oleh banyak komentator dan sejarawan untuk memberikan tekanan pada perbedaan antara kaum Peripatetik dan iluminasionis.
Wilayah lain yang dipengaruhi prinsip iluminasionis dan memiliki dampak cukup besar adalah dalam bidang semantik ((‘Ulum dalalah al-alfazh). Suhrawardi, boleh dari diilhami oleh tren kecil Stoik-Megarik dalam filsafat Islam yang berlangsung sampai dengan masanya, mengungkap kembali sejumlah masalah melalui cara yang berbeda dengan cara masalah itu dinamakan dan dibicarakan dalam korpus logika Ibnu Sina. Masalah dalam logika ini antara lain adalah tipe penandaan; hubungan antara nama-nama kelas dengan anggota kelas; tipe-tipe cara untuk memasukkan anggota dalam kelas (indiraj, istighraq, indikhal, syumul, dan sebagainya), dan, mungkin, yang paling signifikan dari sudut pandang sejarah logika, teori pengendalian yang terdefinisi dengan baik (pemakaian terbatas dan tidak terbatas dalam kuantifikasi).
Dalam wilayah logika formal, Suhrawardi membuktikan dirinya sebagai logikawan yang sangat menonjol. Dalam taraf yang lebih-kurang sama, Suhrawardi memengaruhi beberapa karya tentang masalah khusus logika di Persia. Masalah-masalah ini, antara lain: modalitas yang diulang-ulang; penciptaan proposisi niscaya superafirmatif (al-qadhiyyah al-dharuriyyah al-battatah); persoalan negasi (al-salb), terutama dalam konversi silogisme (al-‘aks), penyederhanaan terma; konstruksi gambaran induk yang tunggal bagi silogisme (syakl al-qiyas) yang darinya setiap gambaran lainnya diturunkan; modalitas temporal (al-qadhaya al-muwajjahah); khususnya penolakan validitas tidak terbatas proposisi afirmatif universal (al-qadhiyah al-mujibah al-kuuiyah) dalam memperoleh pengetahuan yang meyakinkan (al-‘ilm al-yaqim) karena kemungkinan yang akan datang (al-imkan al-mustaqbal); dan lain-lain.
Wilayah penting pengaruh Suhrawardi lainnya adalah teorinya tentang kategori, yang menjadi acuan sebagian besar karya filsafat di Persia, khususnya dalam sintesis filosofis utama non-Ibnu Sina yang dikenal sebagai al-hikmah al-muta’aliyyah. Suhrawardi menyebutkan kategori secara panjang lebar dalam karya filsafat sistematis utamanya berbahasa Arab dan Persia. Ia menisbahkan teori kategorinya yang berpengaruh kepada seorang sarjana mazhab Pythagorean (sykhsh fitaguritsi) yang bernama Arkhuthus. Apa yang kemudian disebut Shadr Ad-Din Al-Syirazi sebagai gerak dalam kategori substansial dan gerak transubstansial merupakan pengaruh langsung dari teori Suhrawardi. Secara ringkas, teori ini menyatakan bahwa intensitas (syaddah wa dha’f) adalah sifat dari semua kategori yang disederhanakan menjadi lima: substansi (jauhar), kualitas (kaif), kuantitas (kamm), relasi (nisbah), dan gerak (harakah). Konsep ini sesuai dengan teori Suhrawardi tentang wujud sebagai kontinum (kesinambungan), dan dengan teorinya yang dikenal sebagai teori tentang kemungkinan yang akan datang (qa’idah imkan al-asyraf—secara harfiah berarti teori tentang kemungkinan yang paling mulia).
Dilihat secara keseluruhan, tujuan Suhrawardi diarahkan pada sasaran teoretis di samping praktis yang dapat dicapai. Pertama-tama, mendemonstrasikan kesenjangan fundamental dalam landasan logis epistemologi dan metafisika Aristotelian, kemudian merekonstruksi sistem yang dilandaskan atas prinsip epistemologis dan metafisis yang berbeda dan secara logis lebih konsisten. Meskipun kajian analitis diperlukan lebih lanjut untuk menimbang sisi filosofis pemikiran Suhrawardi, satu fakta yang diterima secara luas oleh para filsuf Islam tradisional adalah filsafat iluminasi—gagasan, bahasa, dan metodenya—memiliki dampak besar pada setiap pemikiran masa berikutnya telah mapan. Diduga tidak ada sumber tekstual lainnya yang tersedia baginya. Fakta bahwa ia merumuskan kembali masalah filsafat, menolak sebagian atau memperbaiki sebagian lainnya merupakan indikasi tujuan filsafatnya—yaitu merekonstruksi sistem metafisika yang bertujuan menetapkan keunggulan modus intuitif dalam mencari pengetahuan, bukan merupakan indikasi akan tradisi filsafat yang dikenalnya, melainkan hilang dari kita.
Ket. klik warna biru untuk link
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Suhrawardi Al-Maqtul. Riwayat Hidup
2. Suhrawardi Al-Maqtul. Karya Filsafat
3. Suhrawardi Al-Maqtul. Pemikiran Filsafat
4. Suhrawardi Al-Maqtul. Filsafat Iluminasi
5. Suhrawardi Al-Maqtul. Struktur Filsafat Iluminasi
6. Suhrawardi Al-Maqtul. Epistemologi Iluminasionis
Post a Comment