Filsafat Peripatetik dalam Tradisi Filsafat Islam
Peripatetik |
Mengenal Filsafat Peripatetik
Berbeda dengan kelompok iluminasionis, kelompok metode peripatetik yang diilhami oleh Aristoteles mempercayai bahwa argumentasi adalah tempat bertumpunya segala persoalan. Kelompok ini terkenal dengan tokohnya yang bernama Syekh Ar-Ra’is Ibnu Sina. Plato kadang-kadang dikaitkan dengan kelompok iluminasionis, tetapi kebenarannya masih perlu dikaji lebih dalam karena penulis sejarah filsafat yang terkenal seperti Syahristani sekalipun tidak pernah menyebut Plato sebagai penganut paham ini. Kecuali dengan apa yang dikatakan oleh Syekh Syuhrawardi dalam bukunya Hikmah Al-Isyraq’ bahwa Pyhtagoras dan Plato termasuk cendekiawan kuno yang menganut aliran iluminatif.
Istilah peripatetik muncul sebagai sebutan bagi pengikut Aristoteles. Secara historis, Aristotelianisme terbagi ke dalam tiga periode: pertama, peripatetik masa-masa awal yang dimulai sejak Aristoteles hingga wafatnya Strato (322-270 SM); kedua, sejak Strato sampai Andronicus (270- SM); ketiga, periode pasca-Andronicus dan generasi berikutnya yang mengedit dan mengomentari karya-karya Aristoteles.
Derivasi peripatetik berasal dari bahasa Yunani, peripatein, yang berarti berkeliling, berjalan-jalan berkeliling. Kata ini juga menunjuk pada suatu tempat, berada, dan peripatos. Dalam tradisi Yunani, kata ini mengacu pada suatu tempat di serambi gedung olah raga di Athena, tempat Aristoteles mengajar sambil berjalan-jalan.
Filsafat Peripatetik daam Tradisi Filsafat Islam
Dalam tradisi filsafat Islam, peripatetik disebut dengan istilah masysya’iyyah. Kata ini berasal dari akar kata masya-yamsy-masyyan wa timsya’an, yang berarti melangkahkan kaki dari satu tempat ke tempat lain, cepat atau lambat. Berdasarkan akar kata tersebut, tersusun kata al masysya’un, yaitu para pengikut Aristoteles; dinamakan al masysya’un karena mereka mengajarkan dengan cara berjalan-jalan. Adapun al masysya’iyyah mengandung arti falsafah Aristoteles. Penggunaan istilah masysya’iyyah mengacu pada metode mengajar Aristoteles yang dikenal dengan metode peripatetik. Aristoteles mengajar mahasiswanya dengan cara berjalan-jalan, baik di serambi gedung maupun di taman-taman yang indah. Melalui metode tersebut, proses belajar mengajar disampaikan secara alami, langsung, menarik, mengusir rasa beban. Sebenarnya, metode ini diadopsi dari Protagoras, tetapi orang lebih mengenal peripatetik sebagai metode belajar Aristoteles, sekaligus semua bentuk pengajaran yang mengembangkan pemikirannya. Aristotelianisme merupakan istilah yang mengacu pada ajaran Aristoteles yang dilestarikan oleh murid-muridnya, seperti Theophrastus.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa filsafat Islam pada fase ini terpola pada dua, yaitu filsafat peripatetik dan iluminatif yang kemudian berkembang pada era modern sampai saat ini dengan figur dan karakteristiknya tersendiri meskipun pada akhirnya filsafat Mulla Shadra sebagai aliran filsafat yang masih dijadikan bahan kutipan dan percontohan dalam teorisasi filsafat Islam sebagai upaya untuk memadukan filsafat Islam.
Ket. klik warna biru untuk link
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Post a Comment