Al-Farabi. Filsafat Praktis
Table of Contents
Al-Farabi |
Dalam karyanya, Tahshil Al-Sa’ddah, Al-Farabi memperlihatkan keidentikan real dan konseptual dari gagasan para filsuf, ahli hukum, dan imam, dan mengklaim bahwa keragaman label religius dan filosofis hanyalah mencerminkan penekanan yang berbeda atas aspek-aspek tertentu dari realitas yang sama. Ini berarti, dengan gaya Platonik yang bagus, orang yang tidak berupaya menerapkan kesempurnaan teoretisnya untuk pencarian praktis dan politik tidak dapat mengklaim dirinya sebagai filsuf. Menurut Al-Farabi, orang tersebut hanyalah filsuf yang sia-sia atau gagal. Mengingat perlunya mengomunikasikan filsafat kepada khalayak awam, filsuf semacam itu selayaknya memiliki kemampuan retorik, puitik, dan imajinatif. Dengan demikian, ia juga memenuhi syarat-syarat kenabian seperti yang diuraikan dalam bagian-bagian psikologis karya-karya politik Al-Farabi.
Al-Farabi mengakui bahwa kombinasi ideal kenabian dan filsafat, kepemimpinan religius dan politik, kebajikan moral, dan intelektual dalam diri seorang penguasa sukar terealisasi dalam praktik politik. Akibatnya, keselarasan antara keyakinan filsafat dan agama yang secara teoretis mungkin, mensyaratkan perkembangan historis yang sangat khusus dan pemenuhan syarat-syarat ideal ini, menjadi sulit, jika bukan mustahil, untuk direalisasikan dalam kenyataan (Al-Farabi 1969b:152-7). Oleh karena itu, kedua risalah politik utama Al-Farabi juga menguraikan keragaman penyimpangan dari keadaan ideal yang mungkin terjadi, mengikuti gaya pembahasan Plato mengenai rezim politik yang baik dan yang jahat dalam Republic.
Pemahaman filsafat praktis Al-Farabi dapat terlihat ketika ia membandingkan antara kota fasik, kota jahat, dan kota sesat. Negara fasik dan kota sesat adalah kota-kota yang warganya memiliki beberapa pengetahuan tentang tujuan kemanusiaan yang benar, tetapi gagal mengikuti pengetahuan tersebut. Kota jahat adalah kota yang warganya secara sengaja meninggalkan tujuan yang baik demi tujuan yang lain, sedangkan kota sesat adalah kota yang pemimpinnya secara pribadi memiliki pengetahuan yang benar tentang tujuan seharusnya yang harus diikuti oleh kota ini, tetapi pemimpin itu menipu warganya dengan mengemukakan citra-citra dan gambaran-gambaran menyesatkan dari tujuan tersebut (Al-Farabi, 1964:74-108).
Ket. klik warna biru untuk link
Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
Download
Baca Juga
1. Al-Farabi. Riwayat Hidup
2. Al-Farabi. Karya Filsafat
3. Al-Farabi. Pemikiran Filsafat
4. Al-Farabi. Metafisika
5. Al-Farabi. Filsafat Kenegaraan
6. Al-Farabi. Logika dan Filsafat Bahasa
Post a Comment