Perilaku Kolektif

Perilaku Kolektif
Kolektif
Kehidupan sosial diatur berdasarkan norma-norma sosial dan berbagai peraturan. Agar kehidupan teratur maka setiap perilaku warga masyarakat dituntun oleh norma-norma sosial. Namun demikian, dalam praktiknya bentuk-bentuk kehidupan sosial tidak selamanya normal sesuai norma-norma dan peraturan yang ada. Beberapa konsep yang terkandung dalam pembahasan ini adalah: perilaku kolektif, yaitu perilaku yang dilakukan bersama oleh sejumlah orang, tidak bersifat rutin dan merupakan tanggapan terhadap rangsangan tertentu. Kerumunan adalah sekumpulan orang yang mempunyai ciri-ciri baru yang berbeda sama sekali dengan ciri-ciri individu-individu yang membentuknya.

Perilaku kolektif adalah cara berpikir, berasa dan bertindak yang berkembang di kalangan sebagian besar warga masyarakat dan relatif baru. Menurut Bruce J. Cohen (1992), perilaku kolektif (collective behavior) adalah jenis perilaku yang relatif tidak tersusun, bersifat spontan, emosional dan tak terduga. Perilaku ini terjadi apabila cara-cara mengerjakan sesuatu yang telah dikukuhkan secara tradisional tidak lagi memadai. Individu-individu yang terlibat dalam perilaku kolektif tanggap terhadap rangsangan tertentu yang mungkin datang dari orang lain atau peristiwa khusus.

Kelompok yang berperilaku kolektif merupakan kolektivitas yang tidak terstruktur dan bersifat temporer tanpa ada pembagian peranan atau hierarki kekuasaan secara formal. Perilaku kolektif merupakan ciri khas dari masyarakat berkebudayaan kompleks atau heterogen. Perilaku demikian tidak terlihat dalam masyarakat sederhana. Upaya membatasi perilaku kolektif dapat dilakukan oleh kebutuhan emosi dan sikap para anggota, nilai-nilai para anggota, pemimpin kerumunan yang menciptakan hubungan baik yang meredakan ketegangan serta kontrol eksternal, seperti pengamanan dari polisi.

Termasuk perilaku kolektif adalah rumor, gaya dan mode, kegemaran, histeria massa, kepanikan, publik dan opini publik, dan kerumunan massa. Rumor (desas-desus) merupakan suatu bentuk perilaku kolektif sekaligus suatu elemen penting dalam tipe-tipe perilaku kolektif yang lain (Zanden, 1990). Desas-desus (rumor), yakni sekeping informasi yang sulit diverifikasi yang beredar dari mulut ke mulut dengan cara relatif cepat atau berita yang menyebar luas secara cepat dan tidak ditunjang dengan fakta.

Gaya (fad) atau mode (fashion) adalah seperangkat norma yang untuk keberlakuannya membutuhkan suatu konformitas, tetapi hanya untuk jangka waktu yang tidak lama. Suatu gaya merupakan suatu folksways (kebiasaan yang diulang dalam pola yang sama) yang berlaku untuk sementara waktu dan diterima luas dalam masyarakat. Sedangkan model adalah folksways yang berlaku untuk sementara waktu dan diterima hanya oleh lingkungan atau kelompok sosial tertentu. Biasanya model hanya memainkan peranan hanya dalam kehidupan yang mengadopsinya. Namun, beberapa model menjadi suatu yang mengasyikkan dan menjadi kegemaran. Histeria massa mencakup penyebaran yang cepat akan rasa takut dan aktivitas hiruk pikuk di kalangan sejumlah besar orang yang berasa terancam oleh kekuatan misterius. Panik, mencakup pelarian tak beraturan orang-orang karena takut akan terjadinya suatu bahaya.

Banyak faktor yang menjadi determinan dalam perilaku kolektif. Menurut Neil Smelser, ada enam kondisi yang merupakan determinan bagi perilaku kolektif.
1. Structural Conduciveness. Struktur masyarakat harus sedemikian rupa sehingga bentuk perilaku kolektif mungkin terjadi.

2. Tekanan struktural. Apabila keadaan genting sedang melanda suatu masyarakat, orang-orang sering bergerak untuk bersama-sama mencari pemecahan atas persoalan yang terjadi.

3. Keyakinan umum. Sebelum memperoleh pemecahan umum atas suatu masalah, harus diusahakan dulu konsensus tentang adanya masalah itu sendiri sehingga masalahnya diketahui, dibentuk pendapat mengenai hal itu baru kemudian diberikan solusinya.

4. Faktor-faktor pendorong. Adanya peristiwa penting tertentu yang mendorong individu-individu untuk menanggapinya secara kolektif. Kadang-kadang ada isu-isu yang didramatisir agar dorongannya semakin kuat.

5. Aksi mobilisasi. Setelah faktor tersebut, disusun kelompok untuk melancarkan aksi. Organisasi yang disusun secara terburu-buru biasanya tidak berbentuk dan agak longgar.

6. Operation of social control. Berhasil tidaknya dukungan kolektif para individu sangat tergantung pada keberhasilan atau kegagalan mekanisme kontrol sosial di lapangan. Mekanisme kontrol sosial meliputi antara lain polisi, pemerintah dan media secara bersama-sama akan mempengaruhi munculnya perilaku kolektif.


Ket. klik warna biru untuk link

Download

Sumber
Syarbaini, Syahrial dan Fatkhuri. 2016. Teori Sosiologi; Suatu Pengantar. Ghalia Indonesia. Jakarta.


Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 1.1 Kelompok Sosial di Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016) 
2. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 1.2 Kelompok Sosial di Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
3. Materi Sosiologi Kelas XI Bab 1.3 Kelompok Sosial di Masyarakat (Kurikulum Revisi 2016)
4. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 1. Kelompok Sosial di Masyarakat (Kurikulum 2013)
5. Materi Sosiologi Kelas XI. Bab 5. Kelompok Sosial di Masyarakat (KTSP)
6. Materi Ujian Nasional Kompetensi Kelompok Sosial
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Perilaku Kolektif"