Peter L. Berger; Momen Objektivasi, Pranata-Pranata Modern

Momen Objektivasi, Pranata-Pranata Modern Peter L. Berger
Momen Objektivasi
Kesadaran lebih berada pada pihak lingkungan batiniah. Itu sudah kita bicarakan sebagai momen eksternalisasi, yaitu pencurahan ke lingkungan lahiriah. Eksternalisasi adalah penglahiriahan kesadaran. Di manakah kita bisa menemukan lingkungan lahiriah baru yang diciptakan oleh subjectum atau kesadaran modern itu? Tentu saja, sejauh kita mengikuti triad Berger, jawaban atas pertanyaan ini adalah pranata-pranata modern. Pranata-pranata menjadi semacam materialisasi kesadaran, yaitu pengejawantahan kesadaran ke luar dirinya. Dia berada di sana, menjadi suatu kenyataan otonom yang menghadapi manusia. Karena objektif, setiap orang dapat berpartisipasi di dalamnya. Pranata modern menjadi suatu lingkungan lahiriah bagi manusia modern.

Ada banyak macam pranata modern sebagai ganti pranata-pranata dalam masyarakat pra-modern. Kita bisa berbicara mengenai seni modern, pers modern, dan seterusnya. Akan tetapi, sebaiknya kita mempelajari pranata-pranata yang sungguh-sungguh hakiki dalam modernitas, yang bersifat derivatif, yaitu pola kerjanya mendasari dan dipakai dalam pranata-pranata lainnya. Kedua pranata hakiki itu—sebagaimana juga dipelajari oleh Berger—adalah produksi teknologis dan birokrasi. Yang pertama adalah hasil objektivasi kesadaran manusia akan dunia alamiahnya. Teknologi adalah segala hasil transformasi alam menjadi suatu dunia artifisial alam kedua. Birokrasi merupakan hasil transformasi interaksi sosial sehingga sesuai dengan norma-norma kesadaran modern yang dijelaskan di atas. Ini pun suatu dunia sosial yang artifisial, suatu alam kedua.

Marilah kita membicarakan teknologi. Bisa dijelaskan bahwa teknologi adalah aplikasi ilmu-ilmu alam. Anggapan ini masih terlalu miskin, karena teknologi dewasa ini merupakan istilah yang memiliki cakupan yang amat luas. Teknologi bukan sekedar merupakan kompleks peralatan, melainkan juga sistem pengetahuan dan sistem produksi. Selain sebagai sistem dan objek-objek, teknologi dalam masyarakat modern juga menjadi iklim, karena manusia hidup di dalam suasana serba teknologis. Aspek emansipasi dari subjectum atau kesadaran modern itu bila berlaku dalam lingkungan alamiah berarti pengetahuan untuk mengontrol. Manusia bukan lagi menjadi objek kekuatan-kekuatan alamiah, melainkan berkat pengetahuannya sekarang menjadi subjek yang mengontrolnya. Karena itu, teknologi sebagai sistem pengetahuan merupakan suatu sikap menyeluruh terhadap lingkungan lahiriah manusia, yaitu sikap kontrol. Pengetahuan kontrol ini pada gilirannya diterapkan dalam aktivitas kerja menjadi sistem produksi. Totalitas sistem-sistem tersebut berikut hasil-hasilnya menghasilkan suatu lingkungan lahiriah baru yang serba artifisial. Itulah teknologi sebagai iklim, sebagaimana dikemukakan oleh Don Ihde dalam Technic and Praxis. Karena sistem dan iklim mencakup aktivitas dan tindakan berpola, kita membicarakan teknologi juga sebagai pranata.

Kerap kali dijelaskan bahwa sistem teknologis memiliki ciri-ciri seperti rasionalitas, otomatis, monistis, universal, dan juga otonom. Ciri rasionalitas di sini berarti bahwa sistem itu memiliki sasaran pragmatis tertentu yang bisa dipahami menurut kegunaan dan hasil-hasilnya. Semakin efektif dan efisien, semakin rasionallah sistem itu. otomatisme berarti bahwa manusia tidak perlu mengambil keputusan atau proses kerja sistem itu karena sistem itu dapat menentukan diri secara mekanis dan repetitif. Kemudian, karena sebuah sistem yang efisien dan efektif semestinya dikendalikan oleh satu pusat, totalitas sistem itu merupakan sebuah jaringan integral yang pada akhirnya bersifat tunggal atau monistis. Jaringan monistis sistem ini hanya bisa operasional kalau memiliki komponen-komponen dengan standar-standar umum dan dapat diimplikasikan secara universal. Akhirnya, kita bisa memahami bahwa totalitas jaringan monistis dan universal yang dapat bekerja sendiri ini sebenarnya merupakan sebuah entitas yang otonom, lepas dari kesadaran manusia. Demikianlah ciri-ciri teknologi ini bersesuaian dengan momen objektivasi dalam triad Berger. Sebagai suatu kenyataan objektif teknologi yang otonom ini terbuka untuk digunakan oleh siapa saja, tetapi juga bersifat koersif, karena mengandung tuntutan-tuntutan prosedural untuk mengoperasikannya. Artinya, sesudah kesadaran menjadi teknologi, hasilnya ini sekarang ganti memerintah kesadaran.

Dalam hubungan manusia dengan alam fisiknya kita bisa bicara tentang teknologi. Ciri-ciri teknologis di atas ternyata juga melekat dalam interaksi antarmanusia. Dalam hal inilah kita berbicara mengenai birokrasi modern, yang menurut Max Weber bersifat legal rasional. Seperti istilah teknologi, istilah birokrasi juga memiliki cakupan yang luas. Sebagai sebuah sistem kekuasaan, birokrasi merupakan pola penguasa dan rakyat, atasan dan bawahan, yang tertata menurut norma-norma yang bersifat rasional dalam pengertian teknologis di atas, yaitu efektif, efisien, bahkan monistis, universal, dan otomatis. Dalam banyak hal kita menyaksikan simetri antara birokrasi dan teknologi. Sebagai sistem tindakan, misalnya, tindakan birokratis itu memenuhi salah satu fungsi atau komponen dalam sebuah jaringan sistematis. Di sini pelaku dituntut memiliki sebentuk kesadaran tertentu, yaitu kesadaran diri sebagai sebuah komponen dalam sebuah rangkaian struktural yang mengarah pada sasaran tertentu. Kesadaran sarana-tujuan ini menuntut pelaku untuk memiliki—meminjam istilah Parsons—netralitas efektif. Artinya, dia harus bersikap anonim-impersonal dan—meminjam istilah Webersine ira et studio.

Birokrasi adalah hasil objektivasi. Subjectum yang sudah mengalami individuasi, emansipasi, dan sekularisasi ini membangun dunia sosialnya menurut kaidah-kaidahnya sendiri. Sekarang kaidah-kaidah rasional, seperti efisiensi, keefektifan, kontrol dan kegunaan, diberlakukan dalam kenyataan sosial. Birokrasi memiliki status objektif dalam arti yang sama dengan teknologi. Birokrasi menjadi entitas otonom yang menghadapi individu-individu yang menghasilkannya. Terbuka kemungkinan bagi siapa pun untuk berpartisipasi dalam tindakan birokratis. Akan tetapi, sebagai kenyataan otonom dan objektif, birokrasi juga bersifat koersif atau memaksa. Kalau sebelumnya kesadaran secara bebas berkreasi membangunnya, sekarang ganti kesadaran harus menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan proseduralnya. Karena itu, ide mengenai birokrasi total yang berlaku untuk segala interaksi antarmanusia dari taraf keluarga sampai negara bukan hanya koersif, melainkan juga membiarkan subjectum ditelan oleh hasil objektivitasnya sendiri. Itulah kematian manusia yang diumumkan oleh para ahli waris Nietzsche dewasa ini.

Dua bersaudara teknologi dan birokrasi ini bermaksud menjadi substitusi pranata-pranata religio-kultural pra-modern. Artinya, sejak awal para pendukung modernisasi memimpikan sebuah sistem integrasi teknologis dan birokratis yang menjadi bentuk pemikiran dan bentuk kehidupan masyarakat. Dalam kenyataan, kedua sistem objektif ini bukannya berhasil mentransformasikan seluruh pranata pra-modern yang ada, melainkan justru menghancurkan integrasi sosial menjadi—istilah Berger—segmentasi bidang-bidang kehidupan yang serba majemuk. Ironisnya, teknologi dan birokrasi menjadi salah satu dari segmen-segmen itu. Disintegrasi sosial berkaitan dengan disintegrasi makna. Jadi, sementara kedua sistem objektif ini bermaksud menggantikan integrasi sosial pra-modern, keduanya tidak menyediakan integrasi makna yang dulu bisa diberikan oleh agama. Sebaliknya, keduanya malah menyebarkan bentuk kesadaran yang memotong-motong segalanya menjadi keping-keping analitis. Dalam Imperative Heretic, Berger menunjukkan secara analogis bahwa bidaah bukan hanya dibiarkan dalam modernitas, melainkan suatu keharusan. Tentang bentuk kesadaran yang terbentuk karena struktur-struktur objektif ini kita bicarakan dalam momen internalisasi berikutnya. 


Ket. klik warna biru untuk link

Download

Peter L. Berger; Momen Internalisasi yang Susah Payah

Sumber
Hardiman, Budi. F. 2002. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Kanisius. Yogyakarta.


Baca Juga
1. Peter L. Berger. Biografi
2. Peter L. Berger. Refleksi Atas Interaksi Kesadaran dan Struktur dalam Modernisasi
3. Peter L. Berger. Momen Eksternalisasi, Munculnya Kesadaran Modern dan Aspek-Aspeknya
4. Peter L. Berger. The Sacred Canopy 
5. Peter L. Berger. Pembentukan Realitas Secara Sosial
6. Peter L. Berger. Konstruksi Realitas Secara Sosial
7. Peter L. Berger. Masyarakat Sebagai Realitas Subjektif
8. Peter L. Berger. Masyarakat Sebagai Realitas Objektif
9. Peter L. Berger. Modernisasi Sebagai Pembangunan Alam Artifisial
10. Peter L. Berger. Konstruksi Realitas Secara Sosial dan Legitimasinya
11. Peter L. Berger. Momen Internalisasi yang Susah Payah
12. Peter L. Berger. Perkawinan
13. Pokok Bahasan Sosiologi
14. Mirror On The Wall. Gambaran Realitas Sosial yang Terdistorsi
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Peter L. Berger; Momen Objektivasi, Pranata-Pranata Modern"