Ekspansi Pasar Global dan Krisis Solidaritas

Ekspansi Pasar Global dan Krisis Solidaritas
Pasar Global
Globalisasi pasar besar membawa konsekuensi ekspansi horizontal sistem ekonomi kapitalistis yang tidak hanya melampaui batas-batas negara kebangsaan, seperti dialami era imperialisme, melainkan juga ekspansi vertikal sistem itu ke wilayah-wilayah solidaritas sosial yang sebelumnya terbentuk secara spontan lewat tradisi dan kebudayaan. Ekspansionisme pasar kapitalistis yang berhaluan universalistis itu membawa krisis identitas dalam negara kebangsaan dan melemahkan partisipasi demokratis.

Jika dewasa ini kita berbicara tentang globalisasi kapitalisme, bukanlah gelombang timbunan pengungsi politis dan orang-orang tanpa kewarganegaraan yang kita hadapi, melainkan gelombang massa produsen dan konsumen. Mereka ini memiliki kewarganegaraan tetapi dalam sirkulasi produksi dan konsumsi di dalam mekanisme pasar global, mereka cenderung mengabaikan peran warganegara dan mengejar kepentingan diri mereka sebagai pengemban hak-hak privat. Yang kurang lebih sama di antara massa pengungsi, pencari suaka dan orang-orang tanpa negara di awal abad ke-20 adalah defisit mereka dalam solidaritas politis dalam pengertian res publica. Di hadapan dilema untuk memilih antara proteksi solidaritas sosial atau akumulasi modal, pasar kapitalistis dengan logikanya sendiri akan memilih akumulasi modal, juga kalau pilihan itu mencabik-cabik solidaritas sosial. Kekuasaan politis para demagog massa kemarin telah diganti dengan kekuasaan bisnis investor dominan hari ini.

Melemahnya peran negara di hadapan pasar global, atau tunduknya politik di bawah imperatif ekonomi dalam masyarakat terglobalisasi dewasa ini menyerupai krisis negara kebangsaan akibat imperialisme di awal-awal industrialisasi Eropa. Perbedaannya terletak pada skala dan legitimasinya: Pelumpuhan fungsi-fungsi politis oleh dikte-dikte pasar dewasa ini berskala global, dan ini dilegitimasi oleh neoliberalisme sebagai proses alamiah. Di tengah-tengah terpaan badai globalisasi pasar ini, melemahlah kepakan sayap-sayap solidaritas sosial dan kultural yang memberi rasa identitas dan kekitaan. Pendidikan, seni, tradisi, ritual, dst.—hal-hal yang dulu diproteksi sebagai wilayah solidaritas sosial yang kurang lebih umum terhadap imperatif pasar ini sekarang tidak lagi bebas dari komodifikasi untuk diluncurkan ke pasar global. Ketika pasar yang merupakan mekanisme survival itu membanjir ke wilayah-wilayah solidaritas sosial, desakan hidup belaka dan sakralitas hak milik pribadi menjadi aturan harian.

Dalam situasi seperti ini, hak-hak liberal klasik, seperti hak milik pribadi dan kebebasan individual, tampak berfungsi melegitimasikn ekspansi vertikal dan horizontal pasar bebas. Demikian, hak-hak asasi liberal klasik itu tidak boleh berjalan sendirian, melainkan harus diperlengkapi dengan hak-hak kultural yang melindungi bentuk-bentuk komunitas konkret dan hak-hak partisipasi politis yang dapat membatasi kekuasaan pasar secara demokratis. Dalam zaman yang berubah, fenomena tersebut menjadi tanda bahaya suatu krisis solidaritas desakan normatif untuk membatasi kekuasaan pasar global demi keutuhan sosial.


Ket. klik warna biru untuk link

Download


Sumber
Hardiman, Budi.F. 2001. Hak-Hak Asasi Manusia; Polemik dengan Agama dan Kebudayaan. Kanisius. Yogyakarta
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Ekspansi Pasar Global dan Krisis Solidaritas"