Batas-Batas Etika Harmoni
![]() |
Harmoni |
Momen lain kebudayaan Jawa yang saya maksud adalah momen utopis dan eksatologisnya. Sudah dibuktikan bahwa pemberontakan-pemberontakan petani di Jawa pada zaman penjajahan Belanda tidak sekedar dimotivasi oleh kesengsaraan ekonomis, melainkan juga oleh sebuah utopia bahwa seorang Ratu Adil akan datang dan menegakkan tatanan dan keadilan di atas bumi ini. Harapan akan Ratu Adil ini tetap tinggal terpendam sebagai unsur utopis dari wong cilik dan merupakan counterpart dari etika harmoni yang mewarnai pandangan dunia priyayi (kaum ningrat Jawa). Menurut Koentjaraningrat ide mesianis ini merupakan reaksi melawan cara hidup Jawa yang di sini kita sebut etika harmoni. Utopia tersebut merupakan kombinasi sinkretis dari unsur-unsur pribumi, Budha dan Islam. Di abad ke-18 dan 19 muncul sebuah teks yang kemudian banyak dikutip, Prelambang Jayabaya (ramalan Jayabaya) yang meramalkan datangnya Ratu Adil. Raja yang adil ini akan tampil ke muka, demikian keyakinan wong cilik, justru bila masyarakat Jawa berada di dalam zaman edan (periode psikosis massa), yakni dalam dekadensi, krisis moral dan huru hara. Raja itu akan memulihkan keadaan menjadi zaman emas. Kepercayaan akan datangnya Ratu Adil mempengaruhi pemikiran orang Jawa sampai hari ini dan selalu saja muncul ke permukaan bila masyarakat ditindas ataupun terkena krisis.
Saya hendak menekankan perbedaan penting antara etika harmoni dan unsur utopis ini. Harapan akan Ratu Adil juga berdasarkan pada sebuah konsepsi mengenai harmoni, namun dengan cara yang lain. Sementara di dalam etika harmoni, harmoni dimengerti sebagai suatu tatanan alamiah yang telah ada sebelumnya, gerakan Ratu Adil memandang harmoni sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan. Gerakan itu tidak melihat dunia sebagai ketenangan ataupun tatanan harmonis, melainkan sebagai suatu tatanan yang penuh dosa, busuk dan perlu diselamatkan. Harmoni itu belum ada; ia terletak jauh di masa depan. Dimuati dengan banyak unsur aktivistis, harapan mesianis ini memberi motif-motif untuk mengubah tatanan yang korup. Berlawanan dengan itu, etika harmoni cenderung melayani ideologi pihak-pihak yang berkuasa dengan cara melegitimasikan tatanan yang menindas kaum miskin. Untuk mengoreksi pandangan lazim tentang mentalitas Jawa ini, Sindhunata menegaskan dengan tepat bahwa pemahaman tentang etika harmoni sekurang-kurangnya harus dimotifikasi, karena etika harmoni itu bagi kaum miskin tidak dapat begitu saja dapat diterima. Dari pengalaman historis mereka wong cilik tahu bahwa cita-cita tentang harmoni itu di dalam kehidupan mereka tidak pernah menjadi nyata.
Ket. klik warna biru untuk link
Download
Di Jawa Hak-Hak Dimengerti secara Solidaritas
Sumber
Hardiman, Budi.F. 2001. Hak-Hak Asasi Manusia; Polemik dengan Agama dan Kebudayaan. Kanisius. Yogyakarta
Post a Comment for "Batas-Batas Etika Harmoni"