Perhatian terhadap Masyarakat Sebelum Comte

Perhatian terhadap Masyarakat Sebelum Comte
Sosiologi Sebelum Comte
Masa August Comte dipakai sebagai patokan karena sebagaimana kita ketahui Comte yang pertama kali memakai istilah atau pengertian sosiologi. Sosiologi dapatlah dikatakan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang relatif muda usianya karena baru mengalami perkembangan sejak masa Comte tersebut. Akan tetapi, di lain pihak, perhatian-perhatian serta pikiran-pikiran terhadap masyarakat manusia telah dimulai jauh sebelum masa Comte.

Seorang filsuf Barat yang untuk pertama kalinya menelaah masyarakat secara sistematis adalah Plato (429-347 SM), seorang filsuf Romawi. Sebetulnya Plato bermaksud untuk merumuskan suatu teori tentang bentuk negara yang dicita-citakan, yang organisasinya didasarkan pada pengamatan kritis terhadap sistem-sistem sosial yang ada pada zamannya. Plato menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat, dan intelegensia. Intelegensia merupakan unsur pengendali, sehingga suatu negara seyogyanya juga merupakan refleksi dari ketiga unsur yang berimbang atau serasi tadi.

Dengan jalan menganalisis lembaga-lembaga di dalam masyarakat, Plato berhasil menunjukkan hubungan fungsional antara lembaga-lembaga tersebut yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh. Dengan demikian, Plato berhasil merumuskan suatu teori organis tentang masyarakat, yang mencakup bidang-bidang kehidupan ekonomis dan sosial. Suatu unsur yang menyebabkan masyarakat berdinamika adalah adanya sistem hukum yang identik dengan moral karena didasarkan pada keadilan.

Aristoteles (384-322) mengikuti sistem analisis secara organis dari Plato. Di dalam bukunya Politics, Aristoteles mengadakan suatu analisis mendalam terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat. Pengertian politik digunakannya dalam arti luas mencakup juga berbagai masalah ekonomi dan sosial. Sebagaimana halnya dengan Plato, perhatian Aristoteles terhadap biologi telah menyebabkannya mengadakan suatu analogi antara masyarakat dengan organisme biologis manusia. Di samping itu, Aristoteles menggarisbawahi kenyataan bahwa basis masyarakat adalah moral (etika dalam arti yang sempit).

Pada akhir abad pertengahan muncul ahli filsafat Arab, Ibn Khaldun (1332-1406) yang mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dapat dijumpai bila ingin menganalisis terhadap timbul dan tenggelamnya negara-negara. Gejala-gejala yang sama akan terlihat pada kehidupan masyarakat-masyarakat pengembara dengan segala kekuatan dan kelemahan-kelemahannya. Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku klan, negara, dan lain sebagainya adalah rasa solidaritas. Faktor itulah yang menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama antara manusia.

Pada zaman Renaissance (1200-1600), tercatat nama-nama seperti Thomas More dengan Utopia-nya dan Campanella yang menulis City of the Sun. Mereka masih sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat yang ideal. Berbeda dengan mereka adalah N. Machiavelli (terkenal dengan bukunya II Principe) yang menganalisis bagaimana mempertahankan kekuasaan. Untuk pertama kalinya politik dipisahkan dari moral sehingga terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat. Pengaruh ajaran Machiavelli antara lain suatu ajaran bahwa teori-teori politik dan sosial memusatkan perhatian pada mekanisme pemerintahan.

Abad ke-17 ditandai dengan munculnya tulisan Hobbes (1588-1679) yang berjudul The Leviathan. Inti ajarannya diilhami oleh hukum alam, fisika, dan matematika. Dia beranggapan bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis sehingga manusia selalu saling berkelahi. Akan tetapi, mereka mempunyai pikiran bahwa hidup damai dan tenteram adalah jauh lebih baik. Keadaan semacam itu baru dapat tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian atau kontrak dengan pihak-pihak yang mempunyai wewenang, yaitu pihak yang akan dapat memelihara ketenteraman. Supaya keadaan damai tadi terpelihara, orang-orang harus sepenuhnya mematuhi pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan demikianlah masyarakat dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Dapatlah dikatakan bahwa alam pikiran abad ke-17 tadi masih ditandai oleh anggapan-anggapan bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan terikat pada hubungan-hubungan yang tetap. Hanya saja perlu dicatat bahwa sebagai akibat dari keterangan-keterangan yang diperoleh dari para pengembara dan misionaris, mulai tumbuh anggapan-anggapan tentang adanya relativitas atas dasar lokalitas dan waktu.

Walaupun ajaran-ajaran pada abad ke-18 masih bersifat rasionalistis, sifatnya yang dogmatis sudah agak berkurang. Pada abad ini muncullah antara lain ajaran John Locke (1632-1704) dan J.J. Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada konsep kontrak sosial dari Hobbes. Menurut Locke, manusia pada dasarnya mempunyai hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Kontrak antara warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar faktor pamrih. Bila pihak yang mempunyai wewenang tadi gagal untuk memenuhi syarat-syarat kontrak, warga-warga masyarakat berhak untuk memilih pihak lain.

Rousseau antara lain berpendapat bahwa kontrak antara pemerintah dengan yang diperintah menyebabkan timbulnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan-keinginan sendiri, yaitu keinginan umum. Keinginan umum tadi berbeda dengan keinginan masing-masing individu.

Pada awal abad ke-19, muncul ajaran-ajaran lain di antaranya Saint Simon (1760-1825) yang terutama menyatakan bahwa manusia hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok. Di dalam bukunya yang berjudul Memoirs sur la Science de I’Home, dia menyatakan bahwa ilmu politik merupakan suatu ilmu yang positif. Artinya, masalah-masalah dalam ilmu politik hendaknya dianalisis dengan metode-metode yang lazim dipakai terhadap gejala-gejala lain. Dia memikirkan sejarah sebagai suatu fisika sosial. Fisiologi sangat mempengaruhi ajaran-ajarannya mengenai masyarakat. Masyarakat bukanlah semata-mata suatu kumpulan orang belaka yang tindakan-tindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing. Kumpulan tersebut hidup karena didorong oleh organ-organ tertentu yang menggerakkan manusia untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut.

Berikut ringkasannya:
Perhatian masyarakat sebelum Comte
1. Plato: Menelaah masyarakat secara sistematis dengan merumuskan teori organis tentang masyarakat yang mencakup bidang kehidupan ekonomi dan sosial.

2. Aristoteles: Melakukan analisis terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat.

3. Ibn Khaldun: Mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian sosial dan peristiwa dalam sejarah.

4. Zaman Renaissance: Tercatat nama-nama Thomas More dan Campanella mengenai masyarakat ideal, N. Machiavelli: mengemukakan mengenai bagaimana cara mempertahankan kekuasaan.

5. Hobbes: Menulis mengenai keadaan alamiah manusia yang didasari pada keinginan-keinginan mekanis sehingga manusia selalu saling berkelahi (kontrak sosial).

6. John Locke dan JJ Rousseau: Menulis mengenai kontrak sosial.

7. Saint Simon: Menulis tentang manusia yang hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok.


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini

Baca Juga Biografi, Pemikiran, dan karya
1. Auguste Comte
2. Plato
3. Abdel Rahman Ibn Khaldun
4. Aristoteles
5. Niccolo Machiavelli
6. Thomas Hobbes
7. John Locke
8. Claude Henri Saint-Simon

Sumber.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Perhatian terhadap Masyarakat Sebelum Comte"