Karl Marx. Eksploitasi

Karl Marx tentang Eksploitasi
Pekerja Pabrik
Bagi Marx, eksploitasi dan dominasi lebih dari sekedar mencerminkan distribusi kekayaan dan kekuasaan yang tidak sama secara kebetulan. Eksploitasi adalah bagian penting dari ekonomi kapitalis. Semua masyarakat mempunyai eksploitasi, tetapi apa yang khas dari kapitalisme ialah bahwa eksploitasi dituntaskan oleh sistem ekonomi yang tidak pribadi dan objektif. Eksploitasi itu tidak begitu terlihat sebagai masalah kekuasaan dan lebih banyak sebagai masalah grafik dan perhitungan ekonomi. Selanjutnya, pemaksaan jarang berupa paksaan yang terang-terangan dan malah berupa kebutuhan pekerjaan itu sendiri, yang kini hanya dapat dipenuhinya melalui kerja upahan.

Menunjukkan ironi, Marx melukiskan kebebasan kerja upahan itu: Untuk menukar uangnya menjadi modal... pemilik uang harus bertemu di pasar dengan buruh bebas, bebas dalam arti yang rangkap, bahwa sebagai seorang bebas dia dapat menjual tenaga kerjanya sebagai komoditasnya sendiri, dan di sisi lain dia tidak mempunyai komoditas lain untuk dijual, kekurangan segala sesuatu yang diperlukan untuk mewujudkan tenaga kerjanya (Marx, 1867/1967:169).

Para pekerja tampak sebagai buruh bebas, yang sedang memasuki kontrak yang bebas dengan kaum kapitalis. Akan tetapi, Marx percaya bahwa para pekerja harus menerima syarat-syarat yang ditawarkan para kapitalis kepada mereka, karena para pekerja tidak lagi menghasilkan kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Hal itu khususnya benar karena kapitalisme biasanya menciptakan apa yang diacu Marx sebagai pasukan cadangan pengangguran. Jika seorang pekerja tidak ingin melakukan suatu pekerjaan dengan upah yang ditawarkan sang kapitalis, orang lain yang ada di dalam pasukan cadangan pengangguran akan bersedia. Hal itulah, misalnya, yang dijumpai oleh Barbara Ehrenreich, yang merupakan tujuan dari banyak iklan lowongan pekerjaan upah rendah.

Sang kapitalis membayar para pekerja lebih sedikit dari nilai yang dihasilkan para pekerja dan menyimpan sisanya untuk dirinya sendiri. Praktik seperti itu menghasilkan konsep sentral Marx mengenai nilai surplus, yang didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai produk ketika dijual dan nilai unsur-unsur yang dihabiskan dalam pembentukan produk tersebut (termasuk tenaga kerja sang pekerja). Kaum kapitalis dapat menggunakan keuntungan itu untuk konsumsi pribadi, tetapi dengan berbuat demikian mereka tidak akan menghasilkan ekspansi kapitalisme. Sebagai gantinya, kaum kapitalis memperluas perusahaan-perusahaan mereka dengan mengubah keuntungan menjadi landasan bagi penciptaan nilai surplus yang lebih banyak lagi.

Harus ditekankan bahwa nilai surplus bukan hanya konsep ekonomi. Nilai surplus, seperti modal adalah suatu relasi sosial khusus dan suatu bentuk dominasi, karena tenaga kerja adalah sumber nyata nilai surplus. Oleh karena itu, tingkat nilai surplus adalah suatu ungkapan saksama untuk derajat eksploitasi tenaga kerja oleh modal, atau eksploitasi pekerja oleh sang kapitalis (Marx, 1867/1967:218). Pengamatan demikian mengacu kepada salah satu metafora Marx yang lebih menarik: Modal adalah tenaga kerja yang mati, yang, seperti vampir, hidup hanya dengan menghisap tenaga kerja yang hidup, dan semakin hidup semakin banyak tenaga kerja yang dihisapnya (1867/1967:233).

Marx (1857-1858-1967: 233) membuat satu poin penting lainnya tentang modal: Modal ada dan bisa ada hanya karena banyak modal. Apa yang dia maksud ialah bahwa kapitalisme selalu digerakkan oleh persaingan yang tidak kenal henti. Kaum kapitalis mungkin terlihat dalam keadaan terkendali, tetapi mereka pun digerakkan oleh persaingan terus menerus di antara modal-modal.

Kaum kapitalis terdorong untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar agar dapat menumpuk dan menanamkan modal yang lebih banyak. Kaum kapitalis yang tidak melakukan hal itu akan kalah bersaing dengan orang yang berbuat demikian. Seperti yang telah diketahui, kapitalis mempunyai dorongan absolut pengayaan diri sendiri yang sama dengan orang kikir. Akan tetapi, hal yang tampak sebagai mania individual pada seorang yang kikir, pada sang kapitalis merupakan efek suatu mekanisme sosial ketika dia hanyalah satu gigi dari sebuah roda bergigi (Marx, 1867/1967:739).

Hasrat untuk mendapatkan keuntungan dan nilai surplus yang lebih banyak agar dapat melakukan ekspansi, mendorong kapitalisme menuju apa yang disebut Marx hukum umum akumulasi kapitalis. Para kapitalis berusaha mengeksploitasi para pekerja sebanyak mungkin: Tendensi terus-menerus modal ialah memaksa biaya tenaga kerja kembali menuju... nol (Marx, 1867/1967:600). Marx pada dasarnya berargumen bahwa struktur dan etos kapitalisme mendorong kaum kapitalis ke arah penumpukan modal yang semakin banyak. Berdasarkan pandangan Marx bahwa tenaga kerja adalah sumber nilai, para kapitalis terdorong untuk memperhebat eksploitasi kaum proletariat sehingga itu menimbulkan konflik sosial.


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini

Sumber
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Baca Juga
1. Karl Marx. Biografi
2. Pemikiran Karl Marx (1818-1883)
3. Karl Marx (1818-1883)
4. Analisa Masyarakat Kapitalis Periode Modern dan Postmodern
5. Teori Karl Marx sebagai Model Pengembangan Paradigma Terpadu dalam Sosiologi
6. Karl Marx. Das Kapital (1848, Terbit 1861)
7. Karl Marx. Manifesto Komunis (1848, Brussel Belgia)
8. Karl Marx. The German Ideology (1845, Paris Prancis)
9. Karl Marx. Dialektika
10. Karl Marx. Manuskrip Ekonomi dan Filsafat (April 1844, Paris Prancis)
11. Karl Marx. Kerja
12. Karl Marx. Konflik Kelas
13. Karl Marx. Pemberhalaan Komoditas 
14. Karl Marx. Komunisme   
15. Karl Marx. Konsepsi Materialis atas Sejarah
16. Karl Marx. Struktur-Struktur Masyarakat Kapitalis
17. Karl Marx. Determinisme Ekonomi
18. Karl Marx. Alienasi
19. Karl Marx, Modal, Kaum Kapitalis, dan Kaum Proletariat
20. Karl Marx. Potensi Manusia
21. Karl Marx. Kebebasan, Kesetaraan, dan Ideologi
22. Karl Marx. Ideologi
23. Karl Marx. Agama
24. Karl Marx. Komoditas
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Karl Marx. Eksploitasi"