Jurgen Habermas. Melanjutkan Proyek Modernitas Melalui Rasio Komunikatif

Table of Contents
Melanjutkan Proyek Modernitas Melalui Rasio Komunikatif Jurgen Habermas
Jurgen Habermas
Kalau kita mengikuti program Teori Kritis Habermas, kita akan menemukan bahwa menurut filsuf ini, modernitas yang kita alami sekarang ini adalah suatu modernitas yang terdistorsi. Artinya, ada sebuah konsep normatif mengenai modernitas yang kemudian secara faktual disimpangkan oleh tendensi-tendensi historis tertentu. Yang dimaksud tak lain dari kapitalisme, maka modernitas kita adalah modernitas kapitalis. Karena itu, dengan rajin Habermas mempelajari kembali teori rasionalisasi Max Weber dan menemukan bagaimana modernisasi merupakan proses rasionalisasi dengan paradigma tunggal rasionalitas tujuan. Habermas ingin mempertahankan isi normatif modernitas, yaitu rasionalisasi kebudayaan, masyarakat, dan kepribadian dengan rasio komunikatif. Kalau rasionalisasi berjalan sesuai isi normatifnya, modernisasi akan menjamin integrasi kebudayaan, masyarakat dan sosialisasi. Kapitalisme membuat modernitas berciri patologis, karena terjadi erosi makna, alienasi, psikopatologi, dst.

Sebenarnya Habermas menaruh penghargaan yang besar terhadap para partner diskusinya. Para ahli waris Nietzsche ini sukses menggali dasar-dasar terdalam dari modernitas dan kesadarannya. Kritik-kritik mereka atas kapitalisme dan birokratisme tak jauh dari keprihatinan Teori Kritis. Akan tetapi, disayangkan bahwa mereka gagal membuat distingsi antara segi-segi emansipatoris dari proyek modernisasi dan segi-segi represifnya. Mereka gagal menemukan ambivalensi dalam modernitas, lalu bermaksud meninggalkannya tanpa sikap realistis. Dalam wawasan ini, kita dapat mengerti kecaman Habermas bahwa post-modernisme lebih menampilkan sebuah sintom krisis dalam paradigma yang berpusat pada subjek.

Keberadaan pemikiran mereka menegaskan adanya krisis yang diidentifikasi Habermas dalam bukunya Legitimation Crisis. Kapitalisme sudah menjadi tua dan terancam disintegrasi sosial. Cepat atau lambat utopia masyarakat kerja sosial akan kehabisan tenaganya. Akan tetapi, krisis ini bukanlah krisis yang akan menghancurkan modernitas, melainkan krisis dalam paradigma modernitas. Habermas tetap mempertahankan bahwa patologi modernitas tidak dapat diatasi dengan meninggalkan modernitas, melainkan dengan pencerahan terus-menerus dalam paradigma komunikatif atau intersubjektivitas. Modernisasi di hadapan Habermas adalah sebuah proyek yang belum selesai dan sekarang harus dilanjutkan dengan kritik terus-menerus terhadap segala manifestasi rasio yang berpusat pada subjek dengan tindakan komunikatif.

Demikian, dalam mengembangkan teori kritisnya Habermas berusaha melanjutkan diskursus filosofis yang sudah tua usianya dalam peradaban barat. Teori Tindakan Komunikatif, dalam arti tertentu, adalah upaya menemukan arah baru bagi perkembangan kesadaran umat manusia dalam wawasan kritis dan universal. Analisis-analisisnya dalam the Theory of Communicative Action, menggariskan lebih sistematis beberapa aspek Teori Kritis, seperti teori kesadaran palsu, teori krisis, teori pencerahan budi, dan teori transformasi sosial. Benang merah dengan pikiran-pikirannya yang terdahulu juga jelas di sini, yaitu sebuah paham dasar bahwa praksis kehidupan bermasyarakat adalah komunikasi, dan praksis ini dalam modernitas sudah berkembang menjadi argumentasi baik dalam bentuk diskursus maupun kritik.

Setiap bentuk komunikasi memiliki intensi untuk mencapai konsensus yang tidak dipaksakan. Meski demikian, Habermas memberi kemungkinan untuk disensus. Jadi, sementara diskursus adalah bentuk argumentasi yang mungkin untuk mencapai konsensus, kritik muncul kalau konsensus tidak mungkin dicapai ataupun terganggu. Meski demikian, Habermas tetap meyakini bahwa baik kritik maupun diskursus mengarah kepada sebuah kerangka objektif tertentu yang disebut klaim-klaim kesahihan. Ada klaim untuk kebenaran, untuk ketepatan normatif, untuk autensitas, dst. Subjek yang mampu menghasilkan klaim-klaim itu dianggapnya memiliki kompetensi komunikatif. Lalu, terganggunya konsensus dikaitkan dengan tidak tercapainya klaim-klaim itu. Jadi, konflik dan kontradiksi sosial sebagaimana tampil dalam aneka kendala patologis, seperti erosi makna, alienasi, anomie, dst, mendapatkan matra baru sebagai gangguan konsensus.

Demikian agaknya kedua diskursus mengenai modernitas tersebut memiliki banyak kesamaan, yaitu sebuah tilikan bahwa dunia yang kita tinggali saat ini tengah mengalami semacam krisis yang cukup serius, krisis tersebut bersumber dari sejarah, yaitu sejarah pencerahan barat yang menjadi titik pangkal modernitas. Teori Kritis Habermas maupun Post-Modernisme keduanya memiliki kebenaran masing-masing, pun solusi yang mereka tawarkan untuk mengatasi atau setidaknya menjadi pelipur lara manusia modern yang tengah mengalami krisis, namun bagi kita sebagai warga Indonesia dengan kekayaan khasanah budayanya berupa kearifan lokal maupun ketahanan budaya lainnya, tentunya memiliki solusi tersendiri. Mudah-mudahan bermanfaat. 


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini

Sumber.
Hardiman, F. Budi. 2003. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Kanisius. Yogyakarta


Baca Juga
1. Jurgen Habermas. Biografi
2. Ilmu dan Teknologi sebagai Ideologi
3. Jurgen Habermas. Diskursus filosofis tentang Modernitas (Postmodernitas)
4. Jurgen Habermas. Kolonisasi Dunia-Kehidupan
5. Jurgen Habermas. Teori Praksis Komunikatif
6. Jurgen Habermas. Speech Acts
7. Jurgen Habermas. Ilmu Pengetahuan dan Kepentingan Manusia
8. Jurgen Habermas. Kritik Atas Patologi Modernitas
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment