F. de Saussure. Linguistik Menjadi Model

Linguistik Menjadi Model F. de Saussure
F. de Saussure
Pembaharuan yang dipelopori oleh Saussure hanya merupakan permulaan linguistik modern. Di sini tidak mungkin menguraikan bagaimana semangat pembaruan itu diteruskan oleh ahli-ahli lain dan bagaimana pengaruh Saussure bertemu dengan tendensi-tendensi lain. Tetapi satu perkembangan tidak boleh dilewati. Yang kami maksudkan ialah apa yang dikenal sebagai formalisme Rusia dan Mazhab Praha. Pada awal abad ke-20, di Rusia terdapat sejumlah sarjana yang menempuh jalan-jalan baru dalam menganalisa karya-karya sastra. Mereka menganggap karya sastra otonom dan hanya memperhatikan relasi-relasi internnya, terlepas dari riwayat hidup pengarang atau lingkungan sosialnya. Dalam hal ini mereka dekat dengan metode Saussure.

Salah satu semboyan dalam aliran ini: dalam karya sastra, segala sesuatu adalah bentuk. Roman Jacobson (1896-1970) menerapkan metode mereka atas puisi dan Vladimir Propp (1895-1970) atas dongeng. Beberapa tahun setelah revolusi komunis (1917), Jacobson dan beberapa teman berpindah ke Praha dan di situ terbentuk apa yang disebut Mazhab Praha. Seorang anggota terkemuka adalah orang Rusia yang bernama N. Trubetzkoy (1890-1939). Atas desakan Jacobson, Trubetzkoy menerapkan prinsip-prinsip Saussure atas fonologi (cabang ilmu bahasa yang menyelidiki fonem-fonem dalam bahasa) dan dengan demikian mereka berdua meletakkan dasar bagi fonologi modern. Berkat pekerjaan orang-orang seperti Trubetzkoy dan Jacobson, linguistik memperoleh kedudukan istimewa dalam ilmu pengetahuan manusia. Dengan timbulnya ilmu itu telah terbuka kemungkinan untuk mempelajari sebagian dari realitas manusiawi dengan cara sama sekali objektif. Dalam hal ini ilmu pengetahuan manusia tidak kalah lagi terhadap ilmu pengetahuan alam. 


Bahasa dianggap sebagai suatu sistem--terlepas dari segala evolusi atau sejarah--dan dalam sistem itu dipelajari relasi-relasi. Dengan itu linguistik telah mendapat objek yang jelas serta metode yang serasi dengan objek itu. Setelah lama bekerja di bawah naungan ilmu-ilmu lain, sekarang linguistik tampil ke muka sebagai ilmu manusia yang paling maju. Levi-Strauss mengatakan bahwa linguistik agaknya merupakan satu-satunya ilmu sosial yang pantas menggunakan nama ilmu. Dan tentang fonologi Trubetzkoy ia menandaskan: Thus, for the first time, a social science ia able to formulate necessary relationships (Dengan demikian untuk pertama kali suatu suatu ilmu sosial berhasil merumuskan relasi-relasi yang mutlak perlu). Dan seorang ahli terkemuka seperti M. Halliday tidak ragu-ragu menegaskan bahwa pendapat-pendapat yang dimiliki bersama oleh para ahli linguistik adalah jauh lebih fundamental daripada perbedaan sehubungan dengan pendekatan-pendekatan yang berlain-lainan. Keselarasan pendapat seperti itu jarang sekali ditemukan dalam kalangan ahli-ahli ilmu manusia. Kita teringat saja akan diskusi-diskusi yang tak kunjung selesai tentang metode dalam sosiologi dan psikologi.

Jika kita mencari sebab keunggulan linguistik itu, antara faktor-faktor lain pasti mempunyai peranan juga bahwa dari semua ilmu manusia hanya ilmu bahasalah yang mempunyai objek yang sungguh-sungguh umum. Objeknya meliputi semua kebudayaan yang ada. Metode-metode yang sama dipakai untuk melukiskan dan menganalisis bahasa Tionghoa, bahasa-bahasa Indian di benua Amerika dan bahasa-bahasa Indo-German. Sebaliknya, kalau kita memandang misalnya ekonomi--suatu ilmu manusia yang juga mencapai hasil yang cukup mencolok--maka ilmu itu terbatas pada masyarakat modern (dan tidak bisa dipergunakan untuk mempelajari masyarakat-masyarakat tradisional dari masa lampau umpamanya), sedangkan ilmu seperti antropologi budaya hanya menyelidiki kebudayaan-kebudayaan yang disebut primitif atau--sebutan yang lebih disukai sementara ahli--kebudayaan-kebudayaan yang tidak mengenal tulisan.

Karena sukses yang gemilang itu dapat dimengerti bahwa linguistik seakan-akan menjadi model bagi ilmu-ilmu manusia yang lain. Linguistik menjadi kunci untuk mempelajari wilayah manusia pada umumnya. Hal itu dimungkinkan, sebab manusia--bertentangan dengan hewan--adalah makhluk yang berbakat simbolik. Kultur terdiri dari sistem-sistem simbolis. Tidak dapat disangkal bahwa sistem simbolis yang paling penting dan yang paling dasar untuk semua sistem simbolis yang lain adalah bahasa. Tetapi di samping itu masih ada sistem-sistem simbolis yang lain seperti misalnya kekerabatan, mitologi, musik, dan kesenian pada umumnya. Karena itu sistem-sistem itu dapat dipelajari dengan metode-metode yang sama seperti metode yang dipergunakan dalam studi strukturalis tentang bahasa.

Metode strukturalistis dibidang bahasa ternyata dapat diterapkan pada bidang-bidang lain. Dengan demikian, strukturalisme telah menjadi gerakan yang jauh lebih luas daripada studi bahasa. Yang menarik ialah bahwa Saussure sendiri sudah meramalkan timbulnya suatu ilmu baru yang menerapkan metode linguistik strukturalistis atas wilayah-wilayah sosial lain di luar bahasa. Ilmu itu disebutnya semiologi dan ilmu bahasa hanya merupakan sebuah cabang dari semiologi. Katanya dalam Kursus tentang linguistik umum: Language is a system of signs wich express ideas. Hence it is like writing, the deaf and dumb alphabeth. symbolic rites, etiquette, military signals and so on, except that it is the most important of such system. One may therefore evisage a science which studies the life of signs in the framework of social life... We shall call it semiology (form the Greek semeion, sign). It will teach us what signs consist of, the laws by which they are governed. (Bahasa adalah sebuah sistem tanda-tanda yang mengekspresikan ide-ide. Maka dari itu bahasa menyerupai tulisan, abjad untuk orang bisu tuli, ritus-ritus simbolis, etiket, sinyal-sinyal militer, dan seterusnya; hanya harus ditambah, bahasa adalah yang paling penting di antara sistem-sistem semacam itu. Karena itu orang dapat membayangkan suatu ilmu yang mempelajari kehidupan tanda-tanda dalam rangka kehidupan sosial... Kami akan menyebut ilmu itu semiologi (dari bahasa Yunani semeion, artinya tanda). Ilmu itu akan mengajarkan kepada kita, tanda-tanda itu terdiri dari apa dan hukum-hukum mana menguasai tanda tersebut). Dengan adanya strukturalisme, ramalan Saussure itu sudah terpenuhi.


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini


Sumber:
Bertens. K. Filsafat Barat Kontemporer: Prancis. 2001. Gramedia. Jakarta.


Baca Juga
1. Ferdinand de Saussure
2. Ferdinand de Saussure. Langage, Parole, dan Langue
3. Ferdinand de Saussure. Struktur
4. Filsafat Strukturalisme Prancis
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "F. de Saussure. Linguistik Menjadi Model"