F. de Saussure. Langage, Parole, dan Langue

Langage, Parole, dan Langue F. de Saussure
F. de Saussure
Agar objek linguistik dapat ditentukan lebih lanjut, Saussure mengemukakan suatu pembedaan lain lagi. Terpaksa kita mengambil alih istilah-istilah yang diberikan oleh buku Kursus tentang linguistik umum sendiri, sebab di bidang ini kekhususan bahasa Prancis tidak mudah diterjemahkan oleh bahasa-bahasa lain. Kalau fenomena bahasa secara umum ditunjukkan dengan istilah langage, maka dalam langage harus diperbedakan antara parole dan langage. Dengan kata parole itu dimaksudkan pemakaian bahasa yang individual. Jika kita mencari terjemahannya dalam bahasa Inggris, dapat diajukan speech atau language use. Tetapi parole tidak dipelajari oleh linguistik; cara bagaimana si A atau si B memakai bahasa tidak termasuk objek ilmu itu. Linguistik menyelidiki unsur lain dari langage, yaitu langue.

Dalam bahasa Inggris hanya ada kata language  untuk menunjukkan baik langage maupun langue, sebagaimana dibedakan oleh Saussure dalam bahasa Prancis. Dengan istilah langue dimaksudkan bahasa sejauh merupakan milik bersama dari suatu golongan bahasa tertentu. Akibatnya, langue melebihi semua individu yang berbicara bahasa itu, seperti juga sebuah simponi tidak sama dengan cara dibawakannya dalam suatu konser oleh orkes tertentu (dengan segala kekurangannya umpamanya). Jika ahli-ahli linguistik menyelidiki bahasa, mereka membatasi diri atas langue saja.

Menurut Saussure Langue itu harus dianggap sebagai sistem. Untuk menjelaskan hal itu, ia mengemukakan perbandingan yang kemudian menjadi masyhur, yakni bahasa sebagai langue dapat dibandingkan dengan main catur. Untuk mengerti main catur, tidak perlu diketahui bahwa permainan ini berasal dari Parsi. Asal-usulnya permainan catur tidak relevan untuk memahami permainan itu sendiri. Juga bahan dari mana buah-buah catur dibikin (kayu, gading, plastik), tidak menyumbang sesuatu pun untuk pengertiannya. Permainan catur merupakan suatu sistem relasi-relasi di mana setiap buah catur mempunyai fungsinya. Dan sistem itu dikonstruksikan oleh aturan-aturannya. Menambah atau mengurangi jumlah buah catur berarti mengubah sistem secara esensial. Atau mengubah aturan untuk menggerakkan kuda umpamanya berarti mengubah seluruh sistem. Demikian pun bahasa. Bahasa itu bukan substansi, melainkan bentuk saja, kata Saussure (le langage n'est pas une substance mais une forme). Maksudnya, bahan dari mana bahasa itu sendiri tidak mempunyai peranan. Yang penting dalam bahasa ialah aturan-aturan yang mengkonstitusikannya. Yang penting ialah susunan unsur-unsurnya dalam hubungan satu sama lain. Yang penting ialah relasi-relasi dan oposisi-oposisi yang membentuk sistem itu. Kata orang, dalam bahasa Tionghoa nada-nada memegang peranan penting. Tetapi menurut pandangan Saussure bukan adanya nada-nada membentuk bahasa Tionghoa sebagai bahasa, melainkan aturan yang berlaku bagi nada-nada tersebut.

Bahasa merupakan keseluruhan sistematis yang terdiri dari unsur-unsur yang masing-masing mempunyai fungsinya sendiri. Dalam bahasa Indonesia umpamanya terdapat kata lupa di samping kata rupa. Hal itu dimungkinkan, karena dalam sistem ini /l/ berbeda dengan /r/ (dan dengan semua fonem lain dari bahasa Indonesia). Tetapi dalam bahasa Jepang perbedaan antara /l/ dan /r/ tidak mempunyai peranan. Dengan demikian tiap-tiap tanda bahasa mendapat nilainya karena pertentangannya dengan semua tanda bahasa lain di dalam sistem yang sama. Bahasa adalah sistem yang terdiri dari perbedaan-perbedaan. Kata Saussure sendiri: dans la langue il y a seulement des differences (dalam langue hanya terdapat perbedaan-perbedaan saja). Hal ini sering tampak, kalau kita berikhtiar menerjemahkan dari satu bahasa ke dalam bahasa lain. Tidak dapat dikatakan misalnya bahwa kata Prancis mouton mempunyai nilai yang sama seperti kata Inggris sheep; sebab untuk daging domba yang dihidangkan untuk dimakan, dalam bahasa Prancis juga dipakai kata mouton, sedangkan dalam hal ini bahasa Inggris memakai kata mutton. Dengan demikian setiap tanda bahasa mewujudkan suatu nilai yang tercantum di dalam sistem bahasa bersangkutan menurut perbedaannya dengan tanda-tanda lain yang mewujudkan nilai-nilai lain. Dengan itu juga dapat kita mengerti lebih baik bahwa relasi antara signifiant dan signifie harus bersifat arbitrer. Alasannya ialah bahwa setiap tanda bahasa mendapat nilainya hanya karena tercantum dalam sistem bahasa (dan bukan karena salah satu ciri natural). Sifat arbitrer itu sejajar dengan sifat sistematis setiap bahasa.

Anggapan mengenai bahasa sebagai sistem ini membawa kita kepada suatu pembedaan lain lagi yang dikemukakan oleh Saussure. Menurut Saussure, linguistik harus memperhatikan sinkroni sebelum menghiraukan diakroni. Apakah artinya dua istilah ini? Asalnya dari kata Yunani khronos (waktu) dan dua awalan syn- dan dia- masing-masing berarti bersama dan melalui. Maka dari itu sinkroni dapat dijelaskan sebagai bertepatan menurut waktu dan diakroni sebagai menelusuri waktu. Diakroni adalah peninjauan historis, sedangkan sinkroni menunjukkan pandangan yang sama sekali lepas dari perspektif historis; sinkroni adalah peninjauan ahistoris.

Bahasa dapat dipelajari menurut dua sudut pandangan itu: sinkroni dan diakroni. Kita dapat menyelidiki suatu bahasa sebagai sistem yang berfungsi pada saat yang tertentu (dan dengan demikian tidak memperhatikan bagaimana bahasa itu telah berkembang sampai keadaan saat itu) dan kita dapat menyoroti perkembangan suatu bahasa sepanjang waktu. Saussure menekankan perlunya pendekatan sinkronis tentang bahasa, bertentangan dengan ahli-ahli linguistik abad ke-19 yang hampir semua mempraktekan suatu pendekatan diakronis tentang bahasa; mereka mempelajari bahasa dari sudut pandang komparatif-historis dengan menelusuri proses evolusi bahasa-bahasa tertentu, etimologi, perubahan fonetis, dan lain sebagainya.

Justru karena bahasa merupakan suatu sistem dalam arti yang diterangkan tadi, linguistik harus mempelajari sistem bahasa sebagaimana dipakai sekarang ini, dengan tidak memperdulikan perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan yang telah menghasilkan sistem itu. Bisa saja bahwa kata Indonesia sekolah berasal dari kata Yunani skhole (artinya: waktu terluang), tetapi kata itu hanya mendapat maknanya karena kedudukannya dalam sistem bahasa Indonesia sebagai keseluruhan dan tidak terkena oleh asal-usul itu.

Dengan demikian, linguistik tidak saja mengesampingkan semua ekstra-lingual, linguistik melepaskan juga objek studinya dari dimensi waktu. Dengan itu telah dibuka jalan untuk studi yang kemudian disebut struktural. Itu tidak berarti bahwa Saussure menolak penyelidikan diakronis tentang bahasa. Ia berpendapat bahwa penyelidikan sinkronis harus mendahului penyelidikan diakronis. Linguistik komparatif-historis harus membandingkan bahasa-bahasa sebagai sistem-sistem. Karena itu lebih dahulu sistem harus dilukiskan tersendiri menurut prinsip sinkroni. Tidak ada gunanya mempelajari evolusi atau perkembangan salah satu unsur bahasa, terlepas dari sistem-sistem di mana unsur itu berfungsi.


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini


Sumber:

Bertens. K. Filsafat Barat Kontemporer: Prancis. 2001. Gramedia. Jakarta.

Baca Juga
1. Ferdinand de Saussure
2. Ferdinand de Saussure. Linguistik Menjadi Model
3. Ferdinand de Saussure. Struktur
4. Filsafat Strukturalisme Prancis
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "F. de Saussure. Langage, Parole, dan Langue"