Durkheim. Sosiologi Pengetahuan

Table of Contents
Sosiologi Pengetahuan Emile Durkheim
Emile Durkheim
Durkheim berpendapat bahwa pengetahuan manusia bukan produk dari pengalaman saja, juga kita tidak terlahir dengan kategori-kategori mental tertentu yang diterapkan pada pengalaman. Sebagai gantinya kategori-kategori kita adalah ciptaan-ciptaan sosial. Mereka adalah representasi-representasi kolektif. Marx sudah mengajukan suatu sosiologi pengetahuan, tetapi sosiologinya itu semata-mata di dalam arti negatif. Ideologi adalah distorsi pengetahuan kita melalui kekuatan-kekuatan sosial. Di dalam arti itu, sosiologi pengetahuan adalah suatu teori mengenai pengetahuan palsu. Durkheim memberikan suatu sosiologi pengetahuan yang jauh lebih kuat yang menjelaskan pengetahuan kita yang sejati di dalam kerangka kekuatan-kekuatan sosial.

Kategori-kategori Pengertian

The Elementary Form menyajikan suatu argumen untuk asal-usul sosial dari enam kategori fundamental yang oleh beberapa filsuf telah diidentifikasi sebagai hal yang sangat hakiki bagi pengertian manusia, waktu, ruang, klasifikasi, kekuatan, kausalitas dan totalitas. Waktu berasal dari ritme-ritme kehidupan sosial. Kategori ruang berkembang dari pembagian ruang yang ditempati oleh masyarakat. Kita sudah mendiskusikan sebelumnya bagaimana di dalam totemisme klasifikasi terikat kepada kelompok manusia. Kekuatan berasal dari pengalaman-pengalaman dengan kekuatan-kekuatan sosial. Ritual-ritual tiruan adalah asal-usul konsep kausalitas. Akhirnya, masyarakat itu sendiri adalah representasi dari totalitas.

Pelukisan-pelukisan tersebut memang singkat, tetapi poin yang penting adalah bahwa kategori-kategori fundamental yang memungkinkan kita mengubah kesan-kesan indrawi kita menjadi konsep-konsep abstrak, berasal dari pengalaman-pengalaman sosial, khususnya pengalaman-pengalaman atas ritual-ritual agamis. Di dalam ritual-ritual itu, keterlibatan badaniah para partisipan di dalam suara-suara dan gerakan-gerakan ritual menciptakan perasaan-perasaan yang memunculkan kategori-kategori pengertian.

Meskipun konsep-konsep kita yang abstrak didasarkan pada pengalaman-pengalaman sosial, hal tersebut tidak berarti bahwa pemikiran-pemikiran kita ditentukan oleh masyarakat. Ingat bahwa fakta-fakta sosial memperoleh hukum-hukum perkembangan dan asosiasinya sendiri, mereka tidak dapat direduksi ke sumbernya. Meskipun fakta-fakta sosial muncul dari fakta-fakta sosial yang lain, perkembangan mereka yang berikutnya bersifat otonom. Akibatnya, meskipun konsep-konsep tersebut mempunyai suatu sumber agamis, mereka dapat berkembang menjadi sistem-sistem non agamis.  Sebenarnya, persis dalam hal inilah yang dilihat Durkeim telah terjadi dengan ilmu. Daripada bertentangan dengan agama, ilmu telah berkembang dari agama.

Meskipun perkembangan mereka otonom, beberapa kategori bersifat universal dan penting. Hal tersebut terjadi karena kategori-kategori tersebut berkembang untuk memfasilitasi interaksi sosial. Tanpa nya, semua kontak di antara pikiran-pikiran individual akan mustahil, dan kehidupan sosial akan berhenti. Hal tersebut lah yang menjelaskan mengapa mereka universal bagi umat manusia, karena dimana-mana umat manusia hidup di dalam masyarakat.

Semangat Tinggi Kolektif

Meskipun demikian, ada saat-saat ketika dan bahkan kategori-kategori moral dan kognitif yang paling fundamental sekalipun dapat berubah atau diciptakan yang baru. Durkheim menyebut hal tersebut sebagai collective effervescene (semangat tinggi kolektif). Gagasan semangat tinggi kolektif tidak diuraikan dengan baik di dalam karya-karya Dukheim. Nampaknya Durkheim mengingat dalam pengertian umum, momen-momen besar di dalam sejarah ketika suatu kolektivitas mampu mencapai suatu level keagungan kolektif yang dipertinggi yang pada gilirannya dapat menyebabkan perubahan-perubahan besar di dalam struktur masyarakat. Reformasi dan renaisans akan menjadi contoh-contoh periode-periode historis ketika semangat tinggi kolektif mempunyai efek yang mencolok pada struktur masyarakat. Selama periode semangat tinggi kolektif demikian, para anggota klan menciptakan totemisme. Semangat tinggi kolektif adalah momen-momen pertumbuhan yang menentukan di dalam perkembangan sosial. Mereka adalah fakta-fakta sosial pada saat kelahirannya.

Meringkas teori Durkheim mengenai agama, masyarakat adalah sumber agama, konsep Tuhan, dan pada akhirnya segala hal yang sakral (dilawankan dengan yang duniawi). Di dalam arti yang nyata, maka kita dapat berargumen bahwa hal yang sakral, Tuhan, dan masyarakat adalah hal yang satu dan sama. Durkheim percaya bahwa hal tersebut agak pasti di dalam masyarakat primitif dan bahwa tetap benar hingga masa kini, meskipun hubungan tersebut sangat dikaburkan oleh kompleksitas masyarakat modern. Merangkum sosiologi pengetahuan Durkheim, Durkheim mengklaim bahwa konsep-konsep dan bahkan kategori-kategori kita yang paling fundamental pun adalah representasi-representasi kolektif yang dihasilkan masyarakat melalui ritual-ritual agamis, setidaknya pada mulanya. Agama adalah hal yang menghubungkan masyarakat dan individu, karena melalui ritual-ritual sakralnyalah kategori-kategori sosial menjadi dasar bagi konsep-konsep individual.


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini

Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.


Baca Juga
1. Emile Durkheim. Biografi
2. Emile Durkheim. Teori Agama--Yang Sakral dan Yang Profan
3. Emile Durkheim. Tipe-Tipe Fakta Sosial Non-Material
4. Emile Durkheim. Masyarakat Normal dan Patologis
5. Emile Durkheim. Suicide
6. Emile Durkheim. Agama
7. Emile Durkheim. Fakta-Fakta Sosial Material dan Non-Material
8. Emile Durkheim. Sekilas Pemikiran
9. Emile Durkheim. Fakta-Fakta Sosial
10. Emile Durkheim. The Division of Labor in Society
11. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi
12. Emile Durkheim. Hukum Represif dan Restitutif
13. Emile Durkheim. Solidaritas Mekanis dan Organis
14. Pokok Bahasan Sosiologi
15. Emile Durkheim. Anomie Theory (Teori Anomi)
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment